facebook

Kamis, 24 Maret 2011

Mengapa Berita Buruk Lebih Banyak daripada Berita Baik?

Mengapa kita lebih banyak menyebarkan berita berita kejahatan daripada berita berita kebaikan? Kalau dikatakan bahwa ada seseorang yg mencuri, menipu, berkhianat, narkoba, penyelundup, atau menyogok, korupsi, dan yang saat ini sedang ngetren yaitu markus maka berita itu akan tersebar di semua pelosok di mana terdapat sahabat, kenalan dan teman baik di dunia nyata maupun maya. Dan kalau di beritakan bahwa si A adalah seorang yang jujur, suci, dan menolak menjual dirinya, maka berita ini akan terhenti di mana dia bermula dan orang orang mengangguk-anggukkan kepala mereka sambil mendiskusikannya dan berusaha untuk membantah berita baik itu.


Orang yang menerima berita keburukan dengan penerimaan yang baik dan tidak membebani diri untuk membahas dan meneliti kebenarannya. Mereka menerimanya seakan-akan sesuatu yg berharga, lalu menyebarkannya kesemua tempat, bahkan degan penambahan penambahan yang dibutuhkan oleh situasi dan kondisi, ia menjadi mitos/berita besar sehingga kalau kadar yang dicuri / dikorupsi misalnya satu milyar maka pada akhir perjalanan berita tentang jumlah yang di korupsi tersebut telah mencapai paling sedikit sepuluh milyar.

Adapun berita yang mengandung baik, maka dengan sangat cepat ia terkubur akibat kematian mendadak, bagaikan serangan jantung. Kalaupun ia mendapat kesempatan untuk hidup beberapa saat sehingga berkeliling sekali atau dua kali keliling, maka ia menjadi semakin kurus dan lemah, bahkan seringkali beralih dari berita baik menjadi berita buruk atau disampaikan disertai dgn anggukkan kepala, gumam dan cibiran bibir yang mengandung makna keraguan tentang kebenarannya, atau bahwa berita tsb adalah berita aneh yang sulit dipercaya.

Bagaimana menafsirkan fenomena ini?

Penafsirannya adalah : kejahatan terpendam dalam jiwa.
Kita semua memiliki kesalahan, keburukan, nafsu yang mendorong kepada kejahatan, sehingga ketika kita mendengar berita yang sejalan dengan hal hal di atas, jiwa menjadi senang, bahkan menambahnya karena dia kita anggap sebagai pembenaran atas kelemahan pribadi kita (kalau kita menganggap dimemperkenankan kelemahan itu (kalau kelemahan tsb msih dalam proses) atau sebagai alasan untuk melakukan tindakan kalau kita masih menahan diri dalam koridor tertutup oleh akhlak dan tawakal

Sumber : (Muhamad Zaki Abdul Kadir, kolom "Nahwa an-Nur ", koran al-Akhbar, 26 Nopember 1959)

0 komentar:

Kaskus Only
:ilovekaskus :iloveindonesia :kiss :maho
:najis :nosara :marah :berduka
:malu: :ngakak :repost: :repost2:
:sup2: :cendolbig :batabig :recsel
:takut :ngacir2: :shakehand2: :bingung
:cekpm :cd :hammer :peluk
:toast :hoax: :cystg :dp
:selamat :thumbup :2thumbup :angel
:matabelo :mewek: :request :babyboy:
:babyboy1: :babymaho :babyboy2: :babygirl
:sorry :kr: :travel :nohope
:kimpoi :ngacir: :ultah :salahkamar
:rate5 :cool :bola

by Pakto
:mewek2: :rate-5 :supermaho :4L4Y
:hoax2: :nyimak :hotrit :sungkem
:cektkp :hope :Pertamax :thxmomod
:laper :siul :2malu: :ngintip
:hny :cendolnya

by misterdarvus
:maintenis: :maintenis2: :soccer :devil
:kr2: :sunny

Posting Komentar