SEMBILAN PEMBAWA CINCIN
BAGIAN PERTAMA
The Lord of the Rings
BUKU SATU
BAB 1
PESTA YANG DITUNGGU-TUNGGU
Ketika Mr. Bilbo Baggins dari Bag End mengumumkan bahwa dalam waktu dekat
ia akan merayakan ulang tahunnya yang kesebelas puluh satu, dengan pesta besar
gegap-gempita, di Hobbiton menyebar banyak desas-desus dan kegairahan.
Bilbo kaya-raya dan
berwatak aneh. Selama enam puluh tahun ia menjadi keajaiban di wilayah Shire,
semenjak ia menghilang dan mendadak kembali lagi. Harta kekayaan yang dibawanya
dari lawatannya kini sudah menjadi legenda setempat, dan penduduk di sana
percaya, meski apa pun yang dikatakan orang-orang tua, bahwa Bukit di Bag End
penuh dengan terowongan-terowongan yang tumpah-ruah oleh harta karun. Dan bukan
kekayaan itu saja yang membuat Bilbo tersohor, tetapi juga umur panjangnya
menimbulkan kekaguman. Perjalanan waktu kelihatannya tidak banyak pengaruhnya
pada Mr. Baggins. Di usia sembilan puluh, ia hampir sama saja dengan sewaktu
berusia lima puluh. Ketika usianya menginjak sembilan puluh sembilan, mereka
menyebutnya awet muda; namun mungkin lebih tepat dikatakan ia tak berubah.
Beberapa orang menggelengkan kepala dan menganggap ini terlalu berlebihan;
rasanya tidak adil bahwa ada orang yang (kelihatannya) bisa terus awet muda dan
(kabarnya) punya kekayaan tak terhingga.
"Pasti ada harga yang
mesti dibayar," kata mereka. "Itu tidak wajar, pasti nanti akan
timbul kesulitan!"
Tapi sejauh itu tidak ada masalah; dan karena Mr. Baggins sangat dermawan
dengan uangnya, kebanyakan orang mau memaafkan keanehan dan keberuntungannya. Ia bergaul baik dengan
keluarganya (kecuali, tentu saja, keluarga Sackville-Baggins), dan ia mempunyai
banyak pengagum setia di antara para hobbit dari keluarga-keluarga miskin dan
kurang penting. Tap' ia tidak mempunyai sahabat-sahabat dekat, sampai beberapa
keponakannya mulai tumbuh dewasa.
Yang tertua di antara
mereka, dan yang paling disayang Bilbo, adalah Frodo Baggins muda. Saat Bilbo
berusia sembilan puluh sembilan tahun, ia mengadopsi Frodo sebagai ahli
warisnya, dan membawanya tinggal bersamanya di Bag End; maka pupuslah harapan
keluarga Sackville-Baggins. Kebetulan ulang tahun Bilbo dan Frodo sama, 22
September. "Sebaiknya kau datang dan tinggal di sini, Frodo anakku,"
begitu kata Bilbo pada suatu hari, "jadi kita bisa merayakan pesta ulang
tahun kita bersama-sama dengan nyaman." Saat itu Frodo masih berusia dua
puluhan, sedang dalam masa tweens, selang antara masa kanak-kanak dan
kedewasaan pada usia tiga puluh tiga.
Dua belas tahun berlalu sudah. Setiap tahun keluarga Baggins mengadakan
pesta ulang tahun bersama yang cukup meriah di Bag End; tapi kini ternyata ada
rencana pesta istimewa untuk musim gugur itu. Bilbo akan berumur sebelas puluh
satu, 111, suatu angka yang ganjil, dan usia yang sangat terhormat untuk
seorang hobbit (Old Took sendiri hanya berumur 130); dan Frodo akan berusia
tiga puluh tiga, 33, angka penting: saatnya ia mencapai "kedewasaan".
Lidah-lidah mulai
bergoyang ramai sekali di Hobbiton dan Bywater; desas-desus tentang pesta
mendatang menyebar ke seluruh penjuru Shire. Riwayat dan watak Mr. Bilbo
Baggins sekali lagi menjadi pokok pembicaraan utama, dan orang-orang yang sudah
tua mendadak mendapati banyak orang ingin mendengar kisah-kisah lama mereka.
Yang paling banyak menarik
perhatian pendengar adalah si tua Ham Gamgee, yang lebih dikenal sebagai si
Gaffer (yang berarti Lelaki Tua). Ia berbicara di Semak Ivy, sebuah penginapan
kecil di jalan Bywater; ia berbicara dengan agak sok, sebab sudah empat puluh
tahun ia merawat kebun di Bag End, dan ia juga telah membantu si Holman tua
dengan pekerjaan yang sama sebelum itu. Kini, setelah ia mulai tua dan sendi-sendinya
sudah kaku, pekerjaannya lebih banyak dilakukan putra bungsunya, Sam Gamgee.
Baik ayah maupun anak bersahabat dekat dengan Bilbo dan Frodo. Mereka tinggal
di Bukit itu juga, di Bagshot Row Nomor 3, persis di bawah Bag End.
"Seperti sering
kukatakan, Mr. Bilbo itu seorang hobbit terhormat yang sangat santun dan
ramah," si Gaffer menyatakan. Memang benar Bilbo sangat sopan padanya,
memanggilnya "Master Hamfast", dan selalu meminta nasihatnya tentang
menanam sayur-sayuran—dalam masalah umbi-umbian, terutama kentang, si Gaffer
diakui sebagai pakar terkemuka oleh semua orang di lingkungan itu (termasuk
dirinya sendiri).
"Tapi bagaimana
dengan si Frodo yang tinggal bersamanya?" tanya Old Noakes dari Bywater.
"Memang nama belakangnya Baggins, tapi dia lebih dari separuh Brandybuck,
kata orang. Aku tak mengerti kenapa seorang Baggins dari Hobbiton mencari istri
jauh-jauh di Buckland, yang penduduknya aneh-aneh."
"Tidak heran mereka
aneh," tambah Daddy Twofoot (tetangga si Gaffer), "sebab mereka
tinggal di sisi yang salah dari Sungai Brandywine, persis berseberangan dengan
Old Forest. Itu tempat yang gelap dan jahat, menurut cerita."
"Kau benar,
Dad!" kata si Gaffer. "Memang kaum Brandybuck dari Buckland tidak
tinggal di dalam Old Forest, tapi tampaknya mereka memang keturunan aneh.
Mereka suka bermain-main dengan perahu di sungai besar itu—dan itu tidak wajar.
Tidak heran kalau terjadi masalah, menurutku. Meski begitu, Mr. Frodo itu
seorang hobbit muda yang sangat ramah. Sangat mirip Mr. Bilbo, dan bukan hanya
dalam penampilannya. Bagaimanapun, ayahnya seorang Baggins. Mr. Drogo Baggins
seorang hobbit sopan dan terhormat; tak banyak yang bisa diceritakan tentang
dia, sampai dia tenggelam."
"Tenggelam?"
terdengar beberapa suara. Mereka pernah mendengar tentang itu, dan berbagai
selentingan menyeramkan lain, tapi kaum hobbit suka sekali mendengar tentang
riwayat keluarga, dan mereka sudah siap mendengarkan lagi tentang yang satu
ini.
"Ya, begitulah kata
orang," kata si Gaffer. "Soalnya Mr. Drogo menikah dengan Miss
Primula Brandybuck yang malang.
Miss Primula itu sepupu pertama Mr. Bilbo dari pihak ibunya (ibunya adalah yang
bungsu di antara putri-putri Old Took), dan Mr. Drogo sepupu kedua. Jadi, Mr.
Frodo adalah sepupunya yang pertama dan kedua sekaligus, bersaudara sepupu dari
kedua pihak, begitu sebutannya, kalau kalian paham. Waktu itu Mr. Drogo sedang
tinggal di Brandy Hall dengan ayah mertuanya, Master Gorbadoc tua; ini sering
dilakukannya setelah Pernikahannya (soalnya dia sangat suka makan, dan Gorbadoc
tua itu sangat murah hati dengan makanan); lalu dia pergi naik perahu di Sungai
Brandywine; dia serta istrinya tenggelam, sedangkan Mr. Frodo masih anak-anak,
kasihan sekali."
"Kudengar mereka naik
perahu setelah makan malam, di bawah sinar bulan," kata Old Noakes,
"dan berat badan Drogo yang membuat perahunya karam."
"Aku mendengar
istrinya yang mendorongnya ke dalam air, dan Drogo menariknya ikut masuk,"
kata Sandyman, tukang giling di Hobbiton.
"Seharusnya kau
jangan percaya semua yang kaudengar, Sandyman," kata si Gaffer, yang tidak
begitu menyukai tukang giling ini. "Tidak masuk akal segala omongan
tentang mendorong dan menarik itu. Perahu memang pada dasarnya berbahaya,
kalaupun orang-orang di dalamnya duduk diam tanpa banyak macam-macam. Pokoknya begitulah,
Mr. Frodo menjadi anak yatim piatu, terdampar di antara kaum Bucklander yang
aneh itu, diasuh di Brandy Hall. Tempat itu penuh sesak. Old Master Gorbadoc
mengumpulkan tak kurang dari ratusan saudara di tempat itu. Mr. Bilbo
benar-benar telah melakukan perbuatan mulia, membawa anak itu tinggal bersama
masyarakat baik-baik.
"Tapi kurasa hal itu
merupakan kejutan berat untuk kaum Sackville- Baggins. Mereka menyangka akan
memperoleh Bag End, saat Mr. Bilbo pergi dan diduga sudah mati. Ternyata dia kembali
dan menyuruh mereka pergi; lalu dia masih hidup terus, dan malah tidak pernah
kelihatan bertambah tua! Lalu mendadak dia menyodorkan seorang pewaris, dan
sudah mengurus semua surat-suratnya. Keluarga Sackville-Baggins takkan pernah
masuk ke Bag End sekarang, mudah-mudahan begitu."
"Lumayan banyak uang
yang disimpan di sana,
begitulah yang kudengar," kata seorang asing, pendatang dari Michel
Delving di Wilayah - Barat, yang sedang punya urusan bisnis. "Seluruh
puncak bukit kalian penuh dengan terowongan berisi peti-peti penuh emas, perak,
dan permata, begitulah yang kudengar."
"Kalau begitu, kau
lebih banyak mendengar daripada yang aku tahu," jawab si Gaffer. "Aku
sama sekali tidak tahu tentang permata, Mr. Bilbo royal sekali dengan uangnya,
dan kelihatannya dia tidak kekurangan, tapi aku tidak tahu tentang terowongan
apa pun. Aku bertemu Mr. Bilbo ketika dia kembali, sekitar enam puluh tahun
yang lalu, saat aku masih remaja. Waktu itu aku belum lama membantu Holman tua
(karena dia sepupu ayahku), tapi dia membawaku ke Bag End untuk membantunya
menjaga kebun supaya tidak diinjak-injak dan dikacaukan orang-orang sementara
penjualan sedang berlangsung. Di tengah-tengah itu semua, Mr. Bilbo datang
mendaki Bukit dengan seekor kuda kecil, beberapa kantong yang sangat besar, dan
beberapa peti. Aku tak ragu bahwa kebanyakan berisi harta yang diperolehnya di
negeri-negeri asing, di mana ada gunung-gunung emas, kata orang; tapi harta itu
tak cukup banyak untuk mengisi terowongan. Tapi putraku Sam pasti lebih banyak
tahu tentang itu. Dia suka keluar-masuk Bag End. Dia keranjingan kisah-kisah
zaman dulu, dan selalu mendengarkan semua cerita Mr. Bilbo. Mr. Bilbo yang
mengajari Sam membaca—tanpa bermaksud buruk, camkan itu, dan kuharap tidak
bakal timbul masalah karenanya.
"Peri dan Naga!
kataku padanya. Kol dan kentang lebih baik buatmu dan buatku. Jangan mencampuri
urusan majikanmu, atau kau akan mendapat masalah yang terlalu besar untukmu,
begitulah kukatakan padanya. Dan itu boleh kukatakan pada yang lain-lain juga,"
tambah si Gaffer sambil memandang si orang asing dan si tukang giling.
Tetapi para pendengarnya
tidak percaya. Legenda tentang kekayaan Bilbo sekarang sudah terpatri kuat
dalam benak generasi muda kaum hobbit.
"Ah, tapi sekarang
harta kekayaannya pasti sudah bertambah, lebih banyak daripada yang pertama
kali dibawanya," debat si tukang giling, menyuarakan pendapat umum.
"Dia sering pergi jauh. Dan lihatlah orang-orang aneh yang mengunjunginya:
kurcaci-kurcaci datang di malam hari, dan penyihir pengembara itu, si Gandalf,
dan sebagainya. Kau boleh omong sesukamu, Gaffer, tapi Bag End itu tempat yang
aneh, dan penghuninya lebih aneh lagi."
"Dan kau juga boleh
omong sesukamu, tentang apa yang tidak lebih banyak kauketahui daripada tentang
urusan naik perahu itu, Mr. Sandyman," jawab si Gaffer dengan ketus,
semakin tidak menyukai tukang giling itu. "Kalau itu kausebut aneh, ada
lagi yang lebih aneh di sekitar sini. Ada orang-orang yang tinggalnya tidak
terlalu jauh dari sini, yang tidak mau menawarkan segelas bir pada teman,
walaupun mereka tinggal di dalam liang berdinding emas. Tapi di Bag End mereka
mengikuti aturan kesopanan dengan baik. Sam bilang semua akan diundang ke
pesta, dan akan ada hadiah-hadiah, camkan itu, hadiah untuk semuanya—bulan ini
juga."
Bulan itu bulan September, dan cuacanya bagus sekali. Sekitar satu-dua hari
kemudian, tersebar selentingan (mungkin dimulai oleh Sam yang sudah tahu)
tentang akan adanya kembang api-kembang api yang belum pernah disaksikan lagi
di Shire selama hampir lebih dari seabad, semenjak Old Took meninggal.
Hari-hari berlalu dan Hari
H semakin dekat. Suatu sore, sebuah kereta aneh berisi bungkusan-bungkusan yang
juga tampak aneh bergulir masuk ke Hobbiton, mendaki Bukit, menuju Bag End.
Kaum hobbit yang tercengang mengintip melongo dari ambang-ambang pintu yang
diterangi lampu. Kereta itu dikemudikan orang-orang aneh dan asing, yang
menyanyikan lagu-lagu aneh: orang-orang kerdil dengan janggut-panjang dan
kerudung lebar. Beberapa di antara mereka tetap tinggal di Bag End. Pada akhir
minggu kedua bulan September, sebuah kereta datang melalui Bywater dari arah
Jembatan Brandywine di siang hari bolong. Kereta itu dikemudikan oleh seorang
lelaki tua. Ia memakai topi tinggi runcing berwarna biru, jubah panjang kelabu, dan
selendang perak. Ia mempunyai 'an-gut panjang putih dan alis tebal panjang yang menjulur
keluar dari bawah pinggiran topinya. Anak-anak hobbit kecil berlari-lari di
belakang kereta sepanjang kota
Hobbiton, sampai ke atas Bukit. Mereka menduga kereta itu bermuatan kembang
api, dan ternyata benar. Di depan pintu masuk rumah Bilbo, orang tua itu mulai
menurunkan muatannya: ada berkas-berkas besar kembang api dari segala macam
bentuk dan jenis, masing-masing diberi label dengan huruf G merah besar dan
huruf Peri.
Tentu saja itu lambang
Gandalf, dan orang tua itu Gandalf sang Penyihir, yang di Shire tersohor karena
kepiawaiannya dengan api, asap, dan cahaya. Pekerjaannya yang sebenarnya jauh
lebih sulit dan berbahaya, tapi penduduk Shire tidak tahu-menahu tentang itu.
Bagi mereka, Gandalf hanya salah satu "hiburan" pada acara pesta.
Karena itulah gairah anak-anak hobbit menggebu-gebu. "G untuk Gede!"
teriak mereka, dan pria tua itu tersenyum. Mereka kenal wajahnya, meski ia
hanya sesekali muncul di Hobbiton dan tidak pernah tinggal lama; tetapi
anak-anak itu maupun orang-orang lainnya—kecuali orang-orang tertua di antara
para tetua mereka—belum pernah melihat pertunjukan kembang apinya, yang sudah
menjadi legenda masa lalu.
Ketika pria tua itu
selesai menurunkan muatannya, dibantu oleh Bilbo dan beberapa kurcaci, Bilbo
membagi-bagikan uang receh; tapi tak satu pun petasan dibagikan, dan ini sangat
mengecewakan para penonton.
"Pergilah
sekarang!" kata Gandalf. "Nanti kalian akan mendapat banyak kembang
api, kalau sudah waktunya." Lalu ia menghilang ke dalam bersama Bilbo, dan
pintu ditutup. Para hobbit kecil itu
memandangi pintu dengan sia-sia untuk beberapa saat, lalu pergi sambil memendam
perasaan seakan-akan hari pesta takkan pernah datang.
Di dalam Bag End, Bilbo dan Gandalf duduk di sebuah ruangan kecil, di depan
jendela terbuka yang menghadap pemandangan kebun di sebelah barat. Siang itu
cerah dan damai. Bunga-bunga bersinar merah dan keemasan: snapdragon, bunga
matahari, dan nasturtian merambati seluruh tembok tanah dan mengintip ke dalam
jendela-jendela bundar.
"Kebunmu kelihatan
cerah sekali!" kata Gandalf.
"Ya," kata
Bilbo. "Memang aku sangat menyukai kebunku, dan bahkan seluruh Shire ini,
tapi rasanya aku butuh liburan."
"Jadi, maksudmu kau
akan tetap melaksanakan rencanamu?"
"Benar. Aku sudah
mengambil keputusan itu beberapa bulan yang lalu, dan belum berubah
pikiran."
"Baiklah. Tak perlu
dibahas lagi. Tetaplah pada rencanamu—seluruh rencanamu, perhatikan itu-dan
kuharap itu akan membawa manfaat terbaik bagimu, dan bagi kita semua."
"Kuharap begitu.
Bagaimanapun, aku berniat menikmati hari Kamis nanti, dan melakukan kelakar
kecilku."
"Siapa yang akan
tertawa, ya?" kata Gandalf sambil menggelengkan kepala.
"Kita lihat saja
nanti," kata Bilbo.
Hari berikutnya lebih banyak lagi kereta mendaki Bukit, lagi dan lagi.
Mungkin ada pihak-pihak yang mengeluh tentang "transaksi setempat",
tetapi minggu itu juga berbagai pesanan mulai mengalir dari Bag End untuk
segala macam perbekalan, bahan-bahan pokok, atau kemewahan yang bisa diperoleh
di Hobbiton, Bywater, atau di mana pun di lingkungan tersebut. Orang-orang
mulai bergairah; mereka mulai menandai hari-hari di kalender, dan dengan penuh
semangat mereka menunggu tukang pos, mengharapkan undangan.
Tak lama kemudian,
undangan-undangan mulai mengalir, kantor pus Hobbiton kewalahan, dan kantor pos
Bywater terendam surat,
sampai-sampai asisten-asisten tukang pos relawan dipanggil. Aliran tukang pos
seakan tak ada habisnya mendaki Bukit, membawa ratusan variasi sopan ucapan
Terima kasih, aku pasti datang.
Di gerbang Bag End
dipasang pengumuman: DILARANG MASUK, KECUALI UNTUK KEPERLUAN PESTA. Bahkan
mereka yang ada urusan, atau pura-pura mempunyai Urusan Pesta, jarang diizinkan
masuk. Bilbo sibuk sekali: menulis undangan, menandai jawaban, membungkus
hadiah, dan membuat beberapa persiapan pribadi. Sejak kedatangan Gandalf, ia
tak terlihat lagi.
Suatu pagi kaum hobbit
bangun dan menemukan lapangan luas di sebelah selatan pintu masuk rumah Bilbo
tertutup tambang dan tiang untuk tenda dan paviliun. Sebuah gerbang masuk
khusus dibuat menembus bendungan yang menuju jalan, dan anak tangga lebar serta
gerbang putih dibangun di sana.
Ketiga keluarga hobbit di Bagshot Row, yang bersebelahan dengan lapangan itu,
sangat tertarik dan dicemburui secara luas. Gaffer Gamgee bahkan berhenti
pura-pura bekerja di kebunnya.
Tenda-tenda mulai berdiri.
Ada sebuah paviliun istimewa, begitu besar sampai-sampai pohon yang tumbuh di
lapangan itu ada di dalamnya, berdiri dengan bangga di dekat salah satu
ujungnya, di kepala meja utama. Lentera-lentera digantung pada dahan-dahannya.
Yang lebih menjanjikan lagi (dalam benak hobbit): sebuah dapur terbuka yang
luar biasa besar dibangun di pojok utara lapangan. Sederet tukang masak, dari
setiap penginapan dan rumah makan sekitarnya, datang untuk ditambahkan kepada
kaum kurcaci dan makhluk-makhluk aneh lainnya yang tinggal di Bag End.
Kegairahan memuncak.
Lalu cuaca berubah
mendung. Itu terjadi pada hari Rabu sore sebelum pesta. Orang-orang menjadi
sangat cemas. Lalu Kamis, 22 September, akhirnya datang juga. Matahari terbit,
awan-awan lenyap, bendera-bendera dikibarkan, dan kegembiraan dimulai.
Bilbo Baggins menyebut
acara ini pesta, tapi sebenarnya ini merupakan beragam hiburan yang digabungkan
jadi satu. Boleh dikatakan semua orang yang lingual di dekatnya diundang.
Beberapa ada yang terlupa tanpa sengaja, tapi karena mereka toll datang juga,
maka tidak ada masalah. Banyak orang dari luar Shire juga diundang, bahkan ada
beberapa dari luar perbatasan. Bilbo sendiri yang menemui para tamu (dan
tambahannya) di gerbang baru berwarna putih. Ia memberikan
hadiah-hadiah kepada orang-orang yang tak terhitung banyaknya-ada orang-orang
yang keluar lewat jalan belakang dan masuk lagi dari gerbang. Kaum hobbit
memang biasa memberikan hadiah kepada orang lain di hari ulang tahun mereka.
Bukan hadiah mewah biasanya, dan tidak begitu berlebihan seperti pada pesta
ini; tapi itu bukan kebiasaan buruk. Sebenarnya di Hobbiton dan Bywater setiap
hari adalah ulang tahun seseorang, jadi setiap hobbit di wilayah itu punya
kesempatan untuk setidaknya mendapat satu hadiah, sekurang-kurangnya sekali
seminggu. Tapi mereka tak pernah bosan.
Pada kesempatan ini,
hadiah-hadiahnya luar biasa bagus. Anak-anak hobbit begitu gembira, sampai
hampir lupa makan. Ada
macam-macam mainan yang belum pernah mereka lihat, semuanya indah dan beberapa
pasti mempunyai daya sihir. Banyak di antaranya sudah dipesan setahun
sebelumnya, dan datang dari Glinting dan Dale, buatan asli para kurcaci.
Setelah setiap tamu
disambut dan sudah berada di dalam, mengalirlah lagu-lagu, tarian, musik,
permainan, dan tentu saja makanan dan minuman. Ada tiga tahap hidangan resmi:
makan siang, minum teh, dan makan malam (atau makan larut malam). Makan siang
dan minum tell ditandai terutama oleh berkumpulnya para tamu untuk duduk dan
makan bersama. Di luar acara tersebut, orang-orang makan dan minum begitu
saja-secara beruntun sejak jam sebelasan hingga jam enam tiga puluh, ketika
acara kembang api dimulai.
Kembang api itu diciptakan
oleh Gandalf: bukan hanya dibawa olehnya, tetapi dirancang dan dibuat olehnya;
efek-efek khusus, rangkuman potongan, dan formasi roket dinyalakan sendiri
olehnya. Tetapi juga banyak petasan, model obor, model lilin kurcaci, ragam air
mancur peri, petasan jembalang, dan petasan halilintar. Semuanya istimewa.
Kepiawaian Gandalf semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Ada roket-roket yang meluncur seperti
rangkaian burung gemilang bernyanyi dengan suara lembut. Ada pohon-pohon hijau dengan batang-batang
asap gelap: daun-daunnya merekah seperti sumber air yang dalam sekejap
tersingkap, dan dahan-dahannya yang berkilauan menjatuhkan kembang gemerlap ke
atas para hobbit yang tercengang, lalu menghilang dengan wewangian harum tepat
sebelum menyentuh wajah mereka yang menengadah. Ada air mancur kupu-kupu yang
terbang dalam kerlap-kerlip kemilau ke dalam pohon-pohon; ada tiang-tiang api
berwarna yang naik dan berubah menjadi elang, atau kapal layar, atau sekelompok
angsa terbang; ada badai petir merah dan curah hujan kuning; ada belantara
tombak perak yang mendadak melompat ke angkasa dengan bunyi teriakan seperti
laskar yang berperang, dan jatuh kembali ke dalam air dengan bunyi desis
ratusan ular membara. Dan ada kejutan terakhir, sebagai penghormatan kepada
Bilbo, dan yang sangat mengejutkan kaum hobbit, seperti telah direncanakan
Gandalf. Lampu-lampu padam. Asap tebal naik, membentuk wujud gunung di kejauhan,
dan mulai menyala di puncaknya. Ia memuntahkan nyala api hijau dan
merah. Seekor naga merah keemasan terbang keluar dari sana—tidak seukuran sebenarnya, tapi
kelihatan sangat hidup: api keluar dari rahangnya, matanya melotot; terdengar
raungan, dan ia mendesis tiga kali di alas kerumunan kepala para hobbit. Mereka
semua membungkuk, dan banyak yang jatuh tertelungkup. Naga itu berlalu bagai
kereta api ekspres, jungkir-balik, lalu meledak di alas Bywater dengan bunyi
memekakkan.
"Itu tanda untuk
makan malam!" kata Bilbo. Rasa ngeri dan kecemasan langsung sirna, dan
para hobbit yang tiarap meloncat berdiri. Hidangan makan malam istimewa
tersedia untuk semuanya; semuanya, kecuali mereka yang khusus diundang untuk
pesta makan malam keluarga. Ini berlangsung di paviliun besar di mana terdapat
pohon itu. Undangannya terbatas hanya dua belas lusin (angka yang disebut saw
Gross oleh para hobbit, meski sebutan itu dianggap tidak sopan untuk menunjuk
orang); dan tamunya dipilih dari mereka yang bertalian keluarga dengan Bilbo
dan Frodo, ditambah beberapa teman yang bukan keluarga (seperti Gandalf).
Banyak hobbit muda termasuk di dalamnya, dan hadir atas izin orangtua mereka;
kaum hobbit cukup bijak dalam membiarkan anak-anak mereka bangun sampai malam,
terutama bila ada kesempatan mendapat makanan gratis. Membesarkan hobbit-hobbit
kecil membutuhkan banyak makanan.
Banyak anggota keluarga
Baggins dan Boffin, juga banyak anggota keluarga Took dan Brandybuck; ada
beberapa Grubb (keluarga nenek Bilbo Baggins), dan beberapa Chubb (keluarga
kakek Bilbo dari marga Took); dan beberapa dari keluarga Burrows, Bolger,
Bracegirdle, Brockhouse, Goodbody, Hornblower, dan Proudfoot. Beberapa di
antara mereka hanya kerabat jauh Bilbo, dan beberapa bahkan belum pernah ke
Hobbiton, karena mereka tinggal di daerah-daerah terpencil di Shire. Keluarga
Sackville-Baggins tidak dilupakan. Otho dan istrinya Lobelia hadir juga. Mereka
tidak menyukai Bilbo dan membenci Frodo, tetapi kartu undangannya begitu indah,
ditulis dengan tinta emas, sampai mereka merasa tak mampu menolak. Lagi pula,
sepupu mereka, Bilbo, sudah bertahun-tahun mengkhususkan diri dalam hal
makanan, dan hidangan-hidangannya sudah terkenal lezat.
Keseratus empat puluh
empat tamu itu mengharapkan pesta yang menyenangkan, walau mereka agak takut
pada pidato sang man rumah sesudahnya (acara yang tak terelakkan). Ia suka
bertele-tele memasukkan bagian yang disebutnya puisi; dan kadang-kadang,
setelah minum segelas dua gelas, ia akan menyinggung petualangan tak masuk akal
dari perjalanannya yang misterius. Tamu-tamu tidak kecewa: mereka menikmati
pesta yang sangat menyenangkan, bahkan hiburan yang sangat memukau: mewah,
berlimpah-limpah, beraneka ragam, dan berkepanjangan. Selama minggu-minggu
berikutnya, hampir tidak ada sama sekali pembelian makanan di wilayah itu; tapi
berhubung hidangan makanan Bilbo sudah menghabiskan persediaan hampir semua
toko, gudang bawah tanah, dan gudang-gudang sejauh bermil-mil di sekitarnya,
maka hal itu tidak menjadi masalah.
Setelah pesta
(kurang-lebih), menyusullah pidato. Meski begitu, kebanyakan kelompok itu kini
sudah bersuasana hati toleran, dalam tahap yang mereka sebut "mengisi
pojok-pojok". Mereka meneguk minuman favorit mereka, menggigit makanan
lezat kesukaan mereka, dan kecemasan mereka terlupakan. Mereka sudah siap
mendengarkan apa pun, dan bersorak-sorai pada setiap akhir kalimat.
Hadirin yang baik, Bilbo
memulai, bangkit berdiri di tempatnya. "Dengar! Dengar! Dengar!"
mereka berteriak, dan terus mengulanginya bersamaan, meski tampaknya enggan
mengikuti anjuran mereka sendiri. Bilbo meninggalkan tempatnya dan berdiri di
atas sebuah kursi, di bawah pohon yang diterangi. Cahaya lentera jatuh di
wajahnya yang berseri-seri; kancing-kancing emas berkilauan di rompi sutranya
yang bersulam. Mereka semua bisa melihatnya berdiri, melambaikan satu tangan di
udara, tangan satunya ada di saku celananya.
Para Baggins dan Boffin
yang budiman, ia mulai lagi, dan para Took dan Brandybuck, dan Grubb, dan
Chubb, dan Burrows, dan Hornblower, dan Bolger, Bracegirdle, Goodbody,
Brockhouse, dan Proudfoot. "ProudFEET!" teriak seorang hobbit tua
dari bagian belakang paviliun. Tentu saja namanya Proudfoot, dan nama itu pas
sekali; kakinya besar, berbulu sangat lebat, dan keduanya diangkat di atas
meja.
Proudfoot, ulang Bilbo.
Juga keluarga Sackville-Baggins yang baik, yang akhirnya kusambut kembali ke
Bag End. Hari ini hari ulang tahunku yang keseratus sebelas; usiaku sebelas
puluh satu hari ini! "Hura! Hura! Panjang Umur!" teriak mereka, dan
dengan gembira mereka memukul-mukul meja-meja. Bilbo hebat sekali. Inilah jenis
pidato yang mereka sukai: pendek dan jelas.
Kuharap kalian semua
bergembira, seperti aku sendiri. Sorak memekakkan. Seruan Ya (dan Tidak). Bunyi
berisik terompet, seruling, dan alat musik lainnya terdengar. Seperti sudah
diceritakan tadi, banyak sekali anak muda hobbit yang hadir. Ratusan petasan
sudah diledakkan. Kebanyakan bertanda DALE; kebanyakan hobbit tidak memahami
maksudnya, tapi mereka semua setuju petasannya luar biasa bagus.
Petasan-petasan itu berisi alat-alat musik, kecil, tapi buatannya sempurna dan
mengeluarkan bunyi-bunyian memukau. Bahkan di salah satu pojok beberapa Took
dan Brandybuck muda, yang menyangka Paman Bilbo sudah selesai (karena jelas ia
sudah mengucapkan semua yang penting), sekarang membentuk orkes dadakan, dan
memulai irama dansa ceria. Master Everard Took dan Miss Melilot Brandybuck naik
ke atas meja, dan dengan lonceng di tangan mereka mulai menari Springle-ring:
sebuah tarian manis, tetapi agak dahsyat.
Tetapi Bilbo belum selesai. Ia merebut terompet dari seorang anak muda di dekatnya, dan membunyikannya
tiga kali dengan keras. Suara berisik mereda. Aku tidak akan lama, teriak
Bilbo. Teriakan riuh dari semuanya. Aku memanggil kalian semua ke sini untuk
Tujuan Tertentu. Ada
sesuatu dalam caranya mengatakan itu, yang membuat orang-orang terkesan.
Keadaan hampir senyap, dan satu-dua kaum Took memasang telinga.
Bahkan untuk Tiga Tujuan!
Pertama, untuk menyampaikan bahwa aku sangat menyayangi kalian semua, dan
sebelas puluh satu tahun adalah waktu yang terlalu pendek untuk hidup di antara
hobbit-hobbit yang begitu istimewa dan mengagumkan. Ledakan seruan setuju yang
hebat.
Sebagian dari kalian tidak
aku kenal sebaik yang kuinginkan, dan aku menyukai kurang dari separuh dari
kalian sebesar separuh dari yang pantas kalian peroleh. Ini agak tak terduga
dan rumit kedengarannya. Ada
bunyi tepuk tangan di sana-sini, tapi kebanyakan dari mereka berusaha memikirkan
ucapan Bilbo tadi, dan mereka-reka apakah itu suatu pujian.
Kedua, untuk merayakan
ulang tahunku. Sorak-sorai lagi. Seharusnya kukatakan: ulang tahun KAMI.
Karena, tentu saja, ini juga ulang tahun ahli waris dan keponakanku, Frodo. Dia
menjadi dewasa dan menerima warisannya hari ini. Beberapa tepuk tangan acuh tak
acuh dari kaum tua, dan beberapa teriakan keras "Frodo! Frodo! Frodo yang
Baik," dari para pemuda. Keluarga Sackville-Baggins mengerutkan dahi, dan
bertanya dalam hati, apa artinya "menerima warisannya".
Berdua jumlah usia kami
seratus empat puluh empat. Jumlah kalian dipilih sesuai dengan angka ini: Satu
Gross, kalau aku boleh memakai istilah ini. Tidak ada sorak-sorai. Ini konyol.
Kebanyakan tamu, terutama kaum Sackville-Baggins, merasa tersinggung, karena
merasa yakin mereka diundang hanya untuk melengkapi jumlah yang dibutuhkan,
seperti barang-barang dalam paket. "Satu Gross, yang benar saja! Ungkapan
yang kasar."
Hari ini juga, kalau aku
boleh menunjuk pada sejarah kuno, adalah ulang tahun kedatanganku naik tong di
Esgaroth di Danau Panjang; meski waktu itu aku tidak ingat bahwa hari itu hari
ulang tahunku. Saat itu aku baru lima puluh satu tahun, dan ulang tahun rasanya
tidak terlalu penting. Perjamuannya sangat istimewa, meski aku pilek berat saat
itu, seingatku, dan hanya bisa mengatakan "Teriba kasih bajak".
Sekarang aku mengulanginya dengan benar: Terima kasih banyak atas kedatangan
kalian ke pestaku. Para tamu masih tetap diam. Mereka semua cemas sebuah lagu
atau puisi akan muncul, dan mereka mulai jemu. Kenapa Bilbo tidak berhenti
bicara dan membiarkan mereka minum demi kesehatannya? Tetapi Bilbo tidak
menyanyi atau membacakan puisi. Ia diam sejenak.
Ketiga dan yang terakhir,
kata Bilbo, aku ingin memberikan PENGUMUMAN. Ia mengucapkan kata terakhir ini
begitu keras dan mendadak, sampai semua yang masih mampu, duduk tegak. Aku
menyesal harus mengumuhkan bahwa—meski, seperti tadi sudah kukatakan sebelas
puluh satu. tahun adalah waktu yang terlalu singkat untuk dilewatkan di tengah
kalian—inilah AKHIRnya. Aku akan pergi. Aku akan berangkat SEKARANG. SELAMAT
TINGGAL!
Ia melangkah turun dan lenyap. Ada
kilatan cahaya yang sangat menyilaukan, dan semua tamu mengedipkan mata. Ketika
mereka membuka mata, Bilbo tidak tampak di mana pun. Seratus empat puluh empat
hobbit ternganga keheranan, duduk bersandar membisu. Odo Proudfoot tua
memindahkan kakinya dari atas meja dan mengentakkannya. Lalu ada keheningan
sempurna, sampai tiba-tiba, setelah beberapa tarikan napas dalam, setiap
Baggins, Boffin, Took, Brandybuck, Grubb, Chubb, Burrows, Bolger, Bracegirdle,
Brockhouse, Goodbody, Hornblower; dan Proudfoot berbicara bersamaan.
Secara umum disepakati
bahwa kelakar itu berselera rendah, dan dibutuhkan lebih banyak makanan dan
minuman untuk menyembuhkan para tamu dari perasaan terkejut dan jengkel.
"Dia sinting. Aku sudah sering bilang." Mungkin komentar itulah yang
paling banyak dilontarkan. Bahkan kaum Took (dengan beberapa pengecualian)
menganggap tingkah laku Bilbo tak masuk akal. Untuk sementara, kebanyakan
menganggap lenyapnya Bilbo hanya olok-olok konyol.
Tetapi Rory Brandybuck tua
tidak begitu yakin. Baik usia maupun hidangan melimpah tidak membuat ia dan
istrinya kabur ingatan, dan ia mengatakan kepada putrinya, Esmeralda, "Ada sesuatu yang
mencurigakan di sini, Sayang! Kuduga si Baggins gila itu sudah pergi lagi. Si
tolol tua konyol.--Tapi kenapa harus khawatir? Dia tidak membawa
bahan makanan bersamanya." Dengan keras ia memanggil Frodo untuk
membagikan anggur lagi.
Frodo satu-satunya yang
tidak mengatakan apa pun. Untuk beberapa saat ia duduk di samping kursi Bilbo
yang kosong, tidak menghiraukan semua pertanyaan dan komentar. Ia menikmati olok-olok itu, tentu saja, meski ia sudah tahu sebelumnya. Ia sulit menahan diri untuk tidak tertawa melihat kedongkolan tamu-tamu yang
terkejut. Tapi sekaligus ia merasa sangat cemas: tiba-tiba ia menyadari bahwa
ia sangat menyayangi hobbit tua itu. Kebanyakan tamu meneruskan makanminum dan
membahas keanehan Bilbo Baggins, di masa lalu maupun sekarang, tapi keluarga
Sackville-Baggins sudah pergi dengan gusar. Frodo tak ingin lagi mengikuti
pesta itu. Ia menyuruh menghidangkan lebih banyak anggur, dan menghabiskan anggur dalam
gelasnya demi kesehatan Bilbo, lalu menyelinap keluar dari paviliun.
Sedangkan Bilbo Baggins, sementara mengucapkan pidatonya ia sudah
memegang-megang cincin emas di sakunya: cincin ajaib yang sudah bertahun-tahun
dirahasiakannya. Saat melangkah turun ia menyelipkan cincin itu di jarinya, dan
setelah itu ia tak pernah terlihat lagi oleh satu hobbit pun.
Ia berjalan cepat kembali
ke lubangnya, dan sejenak berdiri sambil tersenyum, mendengarkan bunyi riuh di
paviliun dan suasana gembira di bagian-bagian lain di lapangan. Lalu ia masuk.
Ia melepaskan pakaian pestanya, melipat dan membungkus rompi sutra bersulamnya
dalam kertas tisu, dan menyimpannya. Lalu dengan cepat ia mengenakan beberapa
pakaian lama yang kusut, dan mengikatkan sebuah sabuk kulit yang sudah usang di
pinggangnya. Di situ ia menggantungkan sebilah pedang pendek dalam sebuah
sarung pedang Wit hitam yang lusuh. Dari sebuah laci terkunci, yang berbau bola
kamper, ia mengeluarkan sehelai jubah lama dan kerudung. Benda-benda itu
disimpan seolah sangat berharga, tapi mereka sudah begitu penuh tambalan dan
pudar, sampai warnanya yang asli hampir tidak kelihatan lagi: mungkin saja dulu
warnanya hijau tua. Pakaian itu agak kebesaran untuk Bilbo. Kemudian ia masuk
ke ruang kerjanya, dan dari lemari besi ia mengeluarkan sebuah bungkusan kain
lama, sebuah naskah bersampul kulit, dan sebuah amplop yang besar sekali. Buku
dan bungkusan dimasukkannya ke dalam tas berat yang ada di situ, yang sudah
hampir penuh. Ke dalam amplop ia menyelipkan cincin emasnya, serta rantainya
yang halus, kemudian menutupnya dan mengalamatkannya pada Frodo. Mula-mula ia
meletakkannya di atas perapian, tapi mendadak ia mengambilnya dan memasukkannya
ke saku celananya. Saat itu pintu terbuka dan Gandalf masuk dengan cepat.
"Halo!" kata
Bilbo. "Aku sudah bertanya-tanya, apakah kau akan datang."
"Aku senang
menjumpaimu dalam keadaan kasat mata," kata penyihir itu, sambil duduk di
kursi. "Aku ingin menjumpaimu dan mengungkapkan hal-hal terakhir. Kuduga
kau merasa semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana?"
"Ya, memang,"
kata Bilbo. "Meskipun kilatan cahaya itu mengejutkan sekali: aku saja
kaget, apalagi yang lain. Tambahan kecil darimu, kuduga?"
"Memang. Kau sudah
dengan bijak merahasiakan cincin itu selama inn, dan aku merasa perlu
memberikan sesuatu yang lain kepada para tamu, sesuatu yang bisa menjelaskan
menghilangnya dirimu dengan mendadak."
"Dan akan merusak
olok-olokku. Kau orang tua yang suka ikut campur urusan orang lain," tawa
Bilbo, "tapi kuduga kau lebih tahu, seperti biasanya."
"Memang begitu kalau
aku tahu sesuatu. Tapi aku belum terlalu yakin atas masalah ini. Sekarang
masalah ini sudah mencapai titik akhirnya. Kau sudah menikmati kelakarmu,
membuat cemas atau menyinggung sebagian besar kerabatmu, dan memberikan bahan
omongan pada seluruh Shire untuk dibahas selama sembilan hari, atau sembilan
puluh sembilan hari mungkin lebih tepat. Apa kau akan melanjutkannya?"
"Ya. Aku merasa butuh
liburan, liburan panjang sekali, seperti sudah kukatakan padamu. Mungkin
liburan untuk selamanya: aku tidak memperkirakan akan kembali lagi. Bahkan
sebenarnya aku tidak bermaksud untuk kembali, dan aku sudah mengatur semuanya.
"Aku sudah tua,
Gandalf. Mungkin dari luar tidak kelihatan, tapi aku sudah mulai merasakannya
jauh di dalam hatiku. Awet muda!" dengus Bilbo. "Bah, aku merasa
tipis sekali, seperti terulur, kalau kau mengerti maksudku: seperti mentega
yang dioleskan pada terlalu banyak roti. Itu pasti tidak baik. Aku butuh
perubahan, atau semacarnnya."
Gandalf menatapnya dengan
aneh dan tajam. "Tidak, memang kelihatannya tidak baik," katanya
sambil merenung. "Tidak, bagaimanapun kupikir rencanamu mungkin yang
terbaik."
"Well, bagaimanapun
aku sudah mengambil keputusan. Aku ingin melihat gunung-gunung lagi, Gandalf
gunung-gunung; lalu menemukan tempat untuk aku bisa beristirahat. Dalam
kedamaian dan ketenangan, tanpa banyak keluarga berkeliaran sambil
mengorek-ngorek, dan rangkaian tamu terkutuk yang memencet bel. Mungkin aku
bisa menemukan tempat untuk menyelesaikan bukuku. Aku sudah memikirkan akhir
yang bahagia untuknya: dan dia hidup bahagia sampai akhir hayatnya."
Gandalf tertawa.
"Kuharap begitu. Tapi takkan ada yang membaca buku itu, bagaimanapun akhir
kisahnya."
"Ah, mungkin akan
dibaca, di tahun-tahun mendatang. Frodo sudah membaca sebagian, sampai sejauh
yang sudah kutulis. Kau akan mengawasi Frodo, bukan?"
"Ya, akan kulakukan‑bila
perlu kuawasi berlipat ganda sebisa mungkin."
"Tentu dia akan ikut
aku, kalau aku memintanya. Bahkan dia mengusulkannya satu kali, tepat sebelum
pesta. Tapi dia sebenarnya belum benar-benar ingin. Aku ingin melihat alam liar
lagi sebelum aku mati, dan Gunung-Gunung; tapi Frodo masih mencintai Shire,
dengan hutan-hutan, padang rumput, dan sungai-sungai kecilnya. Dia akan lebih
nyaman di sini. Aku mewariskan semuanya kepadanya, tentu, kecuali beberapa hal.
Kuharap dia bahagia, bila sudah terbiasa sendirian. Sudah saatnya dia menjalani
hidupnya sendiri sekarang."
"Semuanya?" kata
Gandalf. "Cincin itu juga? Kau sepakat tentang itu, ingat itu." "Well, ya, mungkin begitu," kata
Bilbo terbata-bata.
"Di mana cincin
itu?"
"Di dalam amplop,
kalau kau man tahu," kata Bilbo tak sabar. "Di sana, di atas
perapian. Oh tidak! Ada di sini, di saku bajuku!" ia ragu. "Bukankah
aneh rasanya sekarang?" kata Bilbo perlahan kepada dirinya sendiri.
"Ya, bagaimanapun, kenapa tidak? Kenapa cincin ini tidak tetap di sini
saja?"
Gandalf menatap Bilbo
dengan tajam, ada kilauan di matanya. "Menurutku, Bilbo," katanya
tenang, "sebaiknya cincin itu kautinggalkan di sini. Apa kau tidak
ingin?"
"Well, ya dan tidak.
Kini, setelah tiba saatnya, aku tak senang berpisah dengannya. Dan aku tidak
tahu kenapa aku harus. Kenapa kau ingin aku meninggalkannya?" tanya Bilbo,
ada perubahan aneh dalam suaranya. Tajam oleh kecurigaan dan kejengkelan.
"Kau selalu mendesakku tentang cincinku, tapi kau tak pernah
mempermasalahkan benda-benda lain yang kuperoleh dalam perjalananku."
"Tidak, tapi aku
terpaksa mendesakmu," kata Gandalf. "Aku ingin kebenarannya. Itu
penting. Cincin ajaib memang... yah, ajaib; dan mereka langka dan aneh. Secara
profesional aku tertarik pada cincinmu, boleh dikatakan begitu; dan aku masih
tertarik. Aku ingin tahu di mana cincin itu, kalau kau mengembara lagi. Juga
menurutku kau sudah memilikinya cukup lama. Kau tidak membutuhkannya lagi,
Bilbo, kecuali kalau aku salah."
Wajah Bilbo memerah, dalam
matanya ada kilatan cahaya amarah. Wajahnya yang ramah berubah keras.
"Kenapa tidak?" teriaknya. "Dan apa urusanmu ingin tahu apa yang
kulakukan dengan barang-barangku sendiri? Cincin itu milikku. Aku yang
menemukannya. Dia datang padaku."
"Ya, ya," kata
Gandalf. "Tapi tidak perlu marah begitu."
"Kalau aku marah, itu
salahmu," kata Bilbo. "Sudah kubilang cincin itu milikku. Milikku.
Kesayanganku. Ya, kesayanganku."
Wajah sang penyihir tetap
suram dan penuh perhatian, dan hanya sedikit kilatan dalam matanya menunjukkan
bahwa ia kaget, dan bahkan cemas. "Pernah ada yang berkata begitu,"
kata Gandalf, "tapi bukan kau."
"Tapi kini aku yang
mengatakannya. Dan mengapa tidak? Meski dulu Gollum juga pernah berkata begitu,
sekarang cincin ini bukan miliknya, tapi milikku. Dan aku akan menyimpannya,
kataku."
Gandalf berdiri. Ia berbicara dengan tegas. "Kau bodoh kalau begitu, Bilbo,"
katanya. "Semakin jelas dengan setiap kata yang kauucapkan. Cincin itu
sudah terlalu jauh menguasai dirimu. Lepaskanlah! Lalu kau bisa pergi, dan
bebas."
"Aku akan berbuat
sesuka hatiku dan pergi semauku," kata Bilbo keras kepala.
"Ayo, ayo, hobbit-ku
sayang!" kata Gandalf. "Kita sudah lama bersahabat, dan kau berutang
padaku. Ayolah! Lakukan seperti yang sudah kaujanjikan: lepaskan!"
"Well, kalau kau
sendiri menginginkan cincinku, katakan saja!" seru Bilbo. "Tapi kau
takkan mendapatkannya. Aku tidak akan memberikan barang kesayanganku, camkan
itu." Tangan Bilbo mendekati pangkal pedang kecilnya.
Mata Gandalf berkilauan.
"Sebentar lagi giliranku untuk marah," katanya. "Kalau kau
mengucapkan itu lagi, aku akan marah. Lalu kau akan melihat Gandalf tanpa
jubah." ia maju selangkah ke arah Bilbo, dan tampaknya ia menjadi lebih
tinggi dan mengancam; bayangannya memenuhi seluruh ruangan itu.
Bilbo mundur ke dinding,
terengah-engah, tangannya mencengkeram saku celananya. Untuk beberapa saat
mereka berdiri berhadapan, dan udara di ruangan itu menggelenyar. Mata Gandalf
tetap terarah pada Bilbo. Perlahan tangan Bilbo mengendur, dan ia mulai
gemetar.
"Entah kenapa kau
ini,-.Gandalf," kata Bilbo. "Kau belum pernah seperti ini. Apa sih
masalahnya? Cincin ini kan milikku. Aku menemukannya, dan Gollum akan
membunuhku seandainya aku tidak tetap memegangnya. Aku bukan pencuri, apa pun
yang dikatakannya."
"Aku tidak pernah
menyebutmu pencuri," jawab Gandalf. "Dan aku juga bukan pencuri. Aku
bukan mencoba merampokmu, tapi membantumu. Kuharap kau mempercayaiku, seperti
biasanya." Gandalf membalikkan tubuh, dan bayangan itu lenyap. Ia seolah mengerut kembali menjadi pria tua kelabu, bungkuk dan sedih.
Bilbo menyapukan tangan ke
matanya. "Aku minta maaf," katanya. "Tapi perasaanku aneh
sekali. Meski begitu, aku akan lega sekali kalau tidak diganggu oleh cincin itu
lagi. Akhir-akhir ini cincin itu memenuhi benakku. Kadang-kadang aku merasa
seperti ada mata yang memandangku. Aku selalu ingin memakainya dan menghilang,
atau bertanya-tanya apakah dia aman, dan mengeluarkannya agar yakin. Aku
mencoba menyimpannya di tempat terkunci, tapi ternyata aku tak bisa tenang
kalau dia tidak berada di saku celanaku. Aku tidak tahu kenapa. Dan
kelihatannya aku tak bisa mengambil keputusan."
"Kalau begitu,
percayalah padaku," kata Gandalf. "Kau sudah membuat keputusan.
Pergilah dan tinggalkan cincin itu. Berhentilah memilikinya. Berikan pada
Frodo, dan aku akan mengawasinya."
Sejenak Bilbo berdiri
tegang, tak bisa memutuskan. Akhirnya ia mendesah. "Baiklah," katanya
dengan enggan. "Akan kulakukan." Lalu ia angkat bahu dan tersenyum
agak sedih. "Bagaimanapun, memang itulah tujuan pesta INI sebenarnya:
untuk memberikan banyak hadiah ulang tahun, sekaligus supaya lebih mudah
melepaskan cincin itu. Ternyata tetap saja tidak menjadi lebih mudah, tapi akan
sayang sekali semua persiapanku. Akan merusak kelakarku."
"Memang, tujuan utama
seluruh kegiatan ini jadi sia-sia," kata Gandalf.
"Baiklah," kata
Bilbo, "cincin akan beralih pada Frodo dengan semua barang lain." ia
menarik napas panjang. "Dan sekarang aku benar-benar harus pergi, atau
akan ada yang memergoki aku. Aku sudah mengucapkan selamat tinggal, dan aku
tidak tahan kalau harus mengulanginya lagi." ia mengangkat tasnya dan
beranjak ke pintu.
"Cincin itu masih ada
di saku celanamu," kata Gandalf.
"Well, memang!"
seru Bilbo. "Juga surat wasiatku dan semua dokumen lainnya. Sebaiknya kau
mengambilnya dan menyerahkannya untukku. Itu paling aman."
"Tidak, jangan
berikan cincin itu padaku," kata Gandalf. "Letakkan di atas perapian.
Akan cukup aman di sana, sampai Frodo datang. Aku akan menunggunya."
Bilbo mengeluarkan
amplopnya. Tapi tepat ketika ia akan meletakkannya di dekat jam, tangannya
tersentak ke belakang, dan bungkusan itu jatuh ke lantai. Sebelum Bilbo bisa
memungutnya, Gandalf sudah membungkuk dan mengambil amplop itu, lalu
meletakkannya di tempatnya. Wajah Bilbo sekejap mengejang penuh kemarahan. Tapi
mendadak kemarahannya lenyap dan wajahnya berubah penuh kelegaan dan tawa
gembira.
"Well, sudah
beres," kata Bilbo. "Sekarang aku berangkat!"
Mereka keluar ke lorong.
Bilbo memilih tongkat kesukaannya dari tempat penyimpanannya, lalu ia bersiul.
Tiga orang kerdil muncul dari ruang-ruang berlainan, di mana mereka sibuk
selama ini.
"Sudah siapkah
semuanya?" tanya Bilbo. "Semua sudah dikemas dan diberi label?"
"Semuanya
sudah," jawab mereka.
"Kalau begitu, mari
kita berangkat!" Bilbo keluar dari pintu depan.
Malam itu cuaca cerah,
langit hitam dihiasi bintang-bintang. Bilbo menengadah, menghirup udara luar.
"Menyenangkan sekali! Sangat menyenangkan bisa pergi lagi, berada di Jalan
dengan para kurcaci! Inilah yang kudambakan selama bertahun-tahun! Selamat
tinggal!" kata Bilbo, memandang rumahnya dan membungkuk kepada pintunya.
"Selamat tinggal, Gandalf!"
"Selamat jalan, untuk
sementara, Bilbo. Jaga dirimu sendiri! Kau sudah cukup tua, dan mungkin cukup
bijaksana."
"Jaga diri! Aku tak
peduli. Kau jangan cemas tentang aku! Belum pernah aku sebahagia sekarang, dan
itu sangat besar artinya. Tapi saatnya sudah tiba. Akhirnya aku bisa
pergi," tambah Bilbo, lalu dengan suara rendah, seolah hanya kepada
dirinya sendiri, ia bernyanyi perlahan dalam kegelapan:
Jalan ini tak ada habisnya
Dari pintu tempat ia bermula.
Terbentang hingga di kejauhan sana,
Mesti kujalani sedapat aku bisa,
Kaki letih tapi kuberjalan juga,
Sampai kudapati jalan yang lebih lega
Di mana ban yak jalur dan urusan bertemu.
Lalu ke mana? Tak tahulah aku
Bilbo berhenti, diam
sejenak. Lalu tanpa sepatah kata lagi ia membalikkan badannya dari lampu-lampu
dan suara-suara di lapangan dan tenda, dan diikuti ketiga pendampingnya ia
berjalan memutar di kebunnya, berderap menuruni jalan panjang yang curam.
Setiba di bawah, ia melompati pagar semak di bagian yang rendah, lalu berjalan
ke arah padang rumput, menghilang ke dalam kegelapan malam, bagai desiran angin
di tengah rerumputan.
Untuk beberapa saat
Gandalf tetap berdiri di sana,
memandang ke dalam kegelapan. "Selamat jalan, Bilbo yang baik—sampai
pertemuan kita berikutnya!" katanya perlahan, lalu ia masuk kembali.
Tak lama kemudian Frodo masuk, dan menemukan Gandalf duduk dalam kegelapan,
sedang merenung. "Apa dia sudah pergi?" tanya Frodo.
"Ya," jawab
Gandalf, "akhirnya dia pergi."
"Seandainya saja...
maksudku, sampai tadi sore aku masih berharap bahwa ini hanya olok-olok
saja," kata Frodo. "Tapi dalam hati aku tahu dia memang berniat
pergi. Dia selalu berkelakar tentang hal-hal yang serius. Coba aku kembali
lebih awal, biar bisa melihatnya pergi."
"Kurasa dia lebih
suka menyelinap pergi diam-diam," kata Gandalf. "Jangan terlalu
cemas. Dia akan baik-baik saja sekarang. Dia meninggalkan bingkisan untukmu.
Itu, di sana!"
Frodo mengambil amplop
dari atas perapian, dan melihatnya sekilas, tapi tidak membukanya.
"Kau akan menemukan surat wasiatnya dan semua
dokumen lain, di dalamnya, kukira," kata penyihir itu. "Kini kaulah
penguasa Bag End. Dan kau akan menemukan cincin emas juga di dalam amplop
itu."
"Cincin itu!"
seru Frodo. "Dia meninggalkannya untukku? Aneh, kenapa? Tapi mungkin
cincin itu bisa bermanfaat."
"Mungkin ya, mungkin
tidak," kata Gandalf. "Sebaiknya tidak digunakan, kalau aku jadi kau.
Tapi rahasiakan terus, dan simpanlah dengan aman! Sekarang aku mau tidur."
Sebagai tuan rumah Bag End, Frodo merasa wajib berpamitan dengan para tamu,
meskipun ia enggan. Selentingan tentang peristiwa-peristiwa ajaib sekarang
sudah menyebar di seantero lapangan, tapi Frodo hanya mau mengatakan pasti
semuanya akan beres besok pagi. Sekitar tengah malam, kereta-kereta berdatangan
menjemput orang-orang penting. Satu demi satu kereta itu bergulir menghilang,
penuh penumpang hobbit yang kenyang tapi tak puas. Tukang-tukang kebun yang
sudah dipesan berdatangan, dan dengan gerobak dorong memulangkan mereka yang
tak sengaja tertinggal.
Malam berlalu lamban.
Matahari terbit. Para hobbit bangun agak lebih
siang. Pagi terus merayap. Orang-orang datang dan mulai (atas perintah)
membongkar paviliun dan meja-meja serta kursi, sendok-sendok, pisau, botol dan
piring, lentera-lentera, serta semak-semak berbunga dalam kotak-kotak,
remah-remah dan kertas petasan, kantong-kantong yang terlupakan, sarung tangan
dan saputangan, dan hidangan yang tidak termakan (hanya sedikit sekali). Lalu
sejumlah orang lain datang (tanpa disuruh): dari keluarga Baggins, Boffin,
Bolger, Took, dan tamu-tamu lain yang tinggal di dekat situ. Tengah hari,
ketika orang-orang yang sudah kenyang sekalipun telah berkeliaran lagi, ada
kerumunan besar di Bag End. tak diundang tapi bukan tak terduga.
Frodo menunggu di anak
tangga, tersenyum, tapi kelihatan agak letih dan cemas. Ia menyambut semua pengunjung, tapi tak bisa menyampaikan lebih banyak
daripada sebelumnya. Jawabannya atas semua pertanyaan hanya ini, "Mr.
Bilbo Baggins sudah pergi; sejauh yang kuketahui, untuk selamanya."
Beberapa tamu dipersilakannya masuk, karena Bilbo meninggalkan
"pesan" untuk mereka.
Di koridor ada tumpukan
besar berbagai bingkisan, paket, dan perabot rumah kecil. Setiap benda
dipasangi label. Ada beberapa label semacam ini:
Untuk ADELARD TOOK, untuk
DIRINYA SENDIRI, dari Bilbo; pada sebuah payung. Adelard sudah sering membawa
pergi payung Bilbo tanpa label.
Untuk DORA BAGGINS, untuk
mengenang surat-menyurat yang PANJANG, teriring kasih sayang dari Bilbo; pada
sebuah keranjang sampah besar. Dora adik perempuan Drogo dan saudara wanita
tertua Bilbo dan Frodo yang masih hidup; usianya sembilan puluh sembilan, dan
ia sudah menulis berlembar-lembar kertas penuh nasihat bagus selama lebih dari
separuh abad.
Untuk MILO BURROWS,
mudah-mudahan akan bermanfaat, dari B.B.; pada sebuah pena emas beserta botol
tinta. Milo tak pernah membalas surat.
Untuk dipakai ANGELICA,
dari Paman Bilbo; pada sebuah cermin bulat cembung. Ia seorang remaja Baggins, dan jelas menganggap wajahnya sendiri cantik.
Untuk koleksi HUGO
BRACEGIRDLE, dari seorang penyumbang; pada sebuah rak buku (kosong). Hugo
sering meminjam buku, dan jarang, bahkan tidak pernah, mengembalikannya.
Untuk LOBELIA
SACKVILLE-BAGGINS, sebagai HADIAH; pada sebuah kotak berisi sendok-sendok
perak. Bilbo yakin Lobelia mengambil banyak sendoknya ketika ia sedang pergi
mengembara dulu. Lobelia tahu betul itu. Ketika ia datang agak siang hari itu,
ia langsung memahaminya, tapi ia tetap mengambil sendok-sendok itu.
Itu hanya sebagian kecil dari kumpulan hadiah tersebut. Rumah Bilbo sudah
agak kacau dengan barang-barang yang dikumpulkannya sepanjang hidupnya. Memang
lubang hobbit cenderung penuh sesak: penyebab utama adalah kebiasaan memberikan
hadiah ulang tahun. Tentu saja tidak semua hadiah ulang tahun selalu baru; ada
satu-dua mathom yang gunanya sudah terlupakan, yang sudah berkeliling di
seluruh wilayah; tapi Bilbo biasanya memberikan hadiah baru. Dan menyimpan
hadiah yang diterimanya. Lubang lama sekarang agak dikosongkan.
Setiap hadiah perpisahan
diberi label, yang ditulis secara pribadi oleh Bilbo, dan beberapa mempunyai
maksud tertentu, atau merupakan kelakar. Tapi tentu saja kebanyakan hadiah
diberikan pada orang-orang yang memang menginginkannya dan menyambutnya dengan
baik. Kaum hobbit miskin, terutama mereka yang tinggal di Bagshot Row, bernasib
cukup baik. Gaffer Gamgee tua mendapat dua karung kentang, sekop baru, rompi
wol, dan sebotol minyak gosok untuk sendi-sendi yang gemerutuk. Sebagai balasan
atas keramahannya menerima kunjungan Bilbo, Rory Brandybuck tua mendapat
selusin botol Old Winyards: anggur merah keras dari Wilayah Selatan, yang kini
sudah cukup matang, karena dulu disimpan ayah Bilbo. Rory memaafkan Bilbo, dan
menyebutnya orang baik sekali setelah ia menghabiskan botol pertama.
Banyak sekali yang
ditinggalkan untuk Frodo. Dan tentu saja, semua harta utama, serta buku-buku,
gambar, dan banyak sekali perabot rumah, menjadi milik Frodo. Namun tak ada
tanda-tanda atau berita tentang uang atau perhiasan: tak ada satu penny pun
atau manik-manik kaca yang dibagikan.
Siang itu melelahkan sekali untuk Frodo. Desas-desus keliru bahwa seluruh
isi rumah itu akan dibagikan gratis menyebar sangat cepat, dan dalam sekejap
rumah itu penuh sesak dengan orang-orang yang sebenarnya tidak punya urusan di
sana, tapi tak bisa ditolak. Labellabel mulai terlepas dan tercampur aduk, dan
timbul pertengkaran. Beberapa orang mencoba melakukan pertukaran dan transaksi
di koridor; yang lain mencoba mengambil benda-benda kecil yang tidak
dimaksudkan untuk mereka, atau barang apa saja yang tampaknya tidak dibutuhkan
atau dijaga. Jalan ke gerbang tertutup oleh gerobak dan kereta.
Di tengah keruwetan itu
muncul keluarga Sackville-Baggins: Frodo sedang istirahat sejenak, dan
membiarkan sahabatnya Merry Brandybuck mengawasi keadaan. Ketika Otho dengan
nyaring menuntut bertemu dengan Frodo, Merry membungkuk sopan.
"Dia tidak
bisa," kata Merry. "Dia sedang istirahat."
"Bersembunyi,
maksudmu," kata Lobelia. "Pokoknya kami mau bertemu dengannya, dan
itu tekad kami. Pergi dan beritahu dia!"
Merry meninggalkan mereka
lama sekali di koridor, dan mereka sempat menemukan hadiah perpisahan mereka
yang berupa sendok-sendok. Hal itu tidak membuat suasana hati mereka jadi lebih
baik. Akhirnya mereka dibawa ke ruang kerja. Frodo sedang duduk di belakang
meja, dengan banyak sekali berkas di depannya. Ia kelihatan
enggan untuk menemui pasangan Sackville-Baggins, dan ia bangkit berdiri sambil
memegang-megang sesuatu dengan gelisah di dalam saku bajunya. Tapi ia berbicara
dengan sangat sopan.
Pasangan Sackville-Baggins
agak kurang sopan. Mereka mulai dengan menawar murah (seperti di antara
teman-teman) berbagai benda berharga yang tidak ada labelnya. Ketika Frodo
menjawab bahwa hanya barang-barang yang khusus ditunjuk Bilbo yang
dibagi-bagikan, mereka mengatakan seluruh kegiatan itu mencurigakan.
"Hanya satu hal yang
jelas bagiku," kata Otho, "yaitu bahwa kau menarik keuntungan besar
sekali dari semua ini. Aku menuntut melihat surat wasiatnya."
Sebenarnya Otho-lah yang
akan menjadi ahli waris, jika Frodo tidak diadopsi sebagai anak oleh Bilbo.
Otho membaca surat
wasiat tersebut dengan saksama dan mendengus. Sayang sekali, surat wasiat itu sangat jelas dan benar
(menurut kebiasaan hukum para hobbit, yang antara lain mensyaratkan tujuh tanda
tangan saksi, memakai tinta merah).
"Gagal lagi!"
kata Otho kepada istrinya. "Setelah menunggu enam puluh tahun.
Sendok-sendok? Omong kosong!" ia menjentikkan jarinya di bawah hidung
Frodo dan pergi. Tapi Lobelia tidak begitu mudah disingkirkan. Sejenak
kemudian, Frodo keluar dari ruang kerja untuk melihat keadaan, dan menemukan
Lobelia masih berkeliaran di rumah itu, memeriksa sudut-sudut dan pojok-pojok
dan mengetuk-ngetuk lantai. Frodo dengan tegas menuntunnya keluar dari rumah,
setelah mengambil kembali beberapa benda kecil (tapi berharga) yang entah
bagaimana sudah jatuh ke dalam payung Lobelia. Ekspresi wajah wanita itu
menyiratkan ia sedang memikirkan komentar perpisahan yang pedas; tapi, sambil
membalikkan badannya di tangga, ia hanya bisa mengatakan,
"Kau akan menyesal,
anak muda! Kenapa kau tidak pergi juga? Kau tidak berhak berada di sini; kau
bukan Baggins-kau... kau... seorang Brandybuck!"
"Kaudengar itu,
Merry? Itu sebuah penghinaan," kata Frodo sambil menutup pintu di belakang
Lobelia.
"Itu justru
pujian," kata Merry Brandybuck, "dan karenanya, tentu, tidak benar."
***
Lalu mereka berkeliling di lubang itu, dan mengusir tiga anak muda hobbit
(dua Boffin dan satu Bolger) yang sedang menggedor dinding, membuat lubang di
salah satu gudang bawah tanah. Frodo juga bergumul dengan Sancho Proudfoot muda
(cucu Odo Proudfoot tua), yang sudah memulai penggalian di dapur besar, karena
mengira mendengar bunyi gema di sana. Legenda tentang emas Bilbo menimbulkan
harapan dan perasaan ingin tahu; karena emas yang sudah menjadi legenda (yang
diperoleh secara misterius, atau bahkan secara tidak wajar) secara umum menjadi
milik siapa pun yang menemukannya—kecuali bila pencariannya terhalang.
Ketika Frodo sudah
berhasil mengatasi Sancho dan mendorongnya keluar, ia jatuh terkulai di kursi
di koridor. "Sudah saatnya menyudahi kegiatan, Merry," katanya.
"Kuncilah pintu, dan jangan buka untuk siapa pun lagi hari ini, meski
mereka membawa palu godam." Lalu ia pergi menyegarkan diri dengan
secangkir teh yang sudah dingin.
Baru saja ia duduk,
terdengar ketukan pelan di pintu depan. "Paling-paling Lobelia lagi,"
pikir Frodo. "Pasti dia sudah memikirkan sesuatu yang sangat keji, dan
kembali untuk mengucapkannya. Biar saja dia menunggu.
Ia melanjutkan minum teh.
Ketukan itu berulang, lebih keras, tapi Frodo tidak mengacuhkapnya. Tiba-tiba
kepala Gandalf si penyihir muncul di jendela.
"Kalau kau tidak
membiarkan aku masuk, Frodo, akan kudobrak pintumu sampai menembus rumahmu dan
keluar ke bukit," katanya.
"Gandalf-ku yang
baik! Sebentar!" seru Frodo, lalu ia lari keluar ruangan, menuju pintu.
"Masuk! Masuk! Kukira kau Lobelia."
"Kalau begitu, aku
memaafkanmu. Tapi beberapa saat yang lalu aku melihatnya, mengendarai kereta
kuda menuju Bywater dengan ekspresi yang bisa membuat susu segar
mengental."
"Dia hampir saja
membuatku mengental. Benar, aku sudah hampir mencoba memakai cincin Bilbo. Aku
ingin sekali menghilang."
"Jangan lakukan
aku!" kata Gandalf sambil duduk. "Berhati-hatilah dengan cincin itu,
Frodo! Malah sebenarnya sebagian alasanku datang kemari karena aku ingin
menyampaikan sesuatu."
"Jadi, kenapa?"
"Apa yang sudah
kauketahui?"
"Hanya yang
diceritakan Bilbo. Aku sudah mendengar ceritanya: bagaimana dia menemukan
cincin itu dan bagaimana dia menggunakannya; dalam pengembaraannya,
maksudku."
"Kisah yang mana, aku
ingin tahu," kata Gandalf.
"Oh, bukan yang
diceritakannya pada orang-orang kerdil dan yang ditulisnya dalam bukunya,"
kata Frodo. "Dia menceritakan kisah sebenarnya, tak lama setelah aku mulai
tinggal di sini. Katanya kau mendesaknya terus sampai dia menceritakannya padamu,
jadi sebaiknya aku juga tahu. 'Tak ada rahasia di antara kita, Frodo,' kata
Bilbo, 'tapi cerita itu tak boleh diteruskan. Bagaimanapun, cincin itu
milikku.’”
"Itu menarik
sekali," kata Gandalf "Well, bagaimana menurutmu?"
"Kalau maksudmu
isapan jempol tentang cincin yang katanya diberikan sebagai 'hadiah' itu, yah,
menurutku kisah sebenarnya jauh lebih masuk akal, dan aku tidak mengerti
mengapa harus diubah. Sangat di luar kebiasaan Bilbo, dan menurutku itu agak
aneh."
"Aku juga berpendapat
begitu. Tapi hal-hal aneh memang bisa terjadi pada orang-orang yang memiliki
harta seperti itu-kalau mereka menggunakannya. Biarlah ini menjadi peringatan
untukmu agar berhati-hati dengannya. Mungkin cincin itu mempunyai
kekuatan-kekuatan lain, bukan sekadar membuatmu menghilang sesuka hatimu."
"Aku tidak
mengerti," kata Frodo.
"Aku juga
tidak," jawab Gandalf. "Tapi aku mulai bertanya-tanya tentang cincin
itu, terutama sejak tadi malam. Kau tak perlu khawatir. Tapi kalau kau mau
memperhatikan nasihatku, gunakan sesekali saja, atau bahkan tidak sama sekali.
Setidaknya kumohon kau jangan menggunakannya dengan cara apa pun yang bakal
menimbulkan desas-desus atau kecurigaan. Kukatakan sekali lagi: simpanlah
dengan aman, dan rahasiakan!"
"Kau misterius
sekali! Apa yang kautakutkan?"
"Aku tidak yakin,
maka aku tidak akan mengatakan lebih banyak. Mungkin aku bisa menceritakan
sesuatu padamu kalau aku sudah kembali. Aku akan segera pergi: jadi, selamat
tinggal untuk sementara ini." ia bangkit berdiri.
"Segera!" seru Frodo.
"Wah, kukira kau akan tinggal sedikitnya seminggu. Aku sudah mengharapkan
bantuanmu."
"Memang sebenarnya
maksudku begitu, tapi aku terpaksa mengubah niatku. Mungkin aku akan pergi
cukup lama; tapi aku akan datang dan menemuimu lagi, sesegera mungkin.
Tunggulah aku! Aku akan menyelinap- diam-diam. Aku tidak akan sering-sering
lagi berkunjung secara terbuka ke Shire. Tampaknya aku sudah mulai tidak
disukai. Katanya aku mengganggu dan merusak kedamaian. Bahkan beberapa orang
menuduhku mendorong Bilbo pergi, atau lebih buruk dari itu. Kalau man tahu,
katanya ada persekongkolan antara kau dan aku untuk memperoleh harta
Bilbo."
"Keterlaluan!"
seru Frodo. "Maksudmu Otho dan Lobelia. Jahat sekali! Aku mau memberikan
Bag End dan semuanya pada mereka, asal aku bisa mendapatkan Bilbo kembali dan
bisa mengembara bersamanya. Aku cinta Shire, tapi entah mengapa, aku mulai
berharap aku juga bisa pergi. Aku bertanya-tanya, apakah aku masih akan bertemu
lagi dengannya."
"Aku juga
begitu," kata Gandalf. "Dan aku bertanya-tanya tentang banyak hal
lain. Selamat tinggal! Jaga dirimu sendiri! Tunggulah aku, terutama pada
saat-saat tak terduga! Selamat tin-gall"
Frodo mengantar Gandalf
sampai ke pintu. Gandalf melambaikan tangannya untuk terakhir kali, dan
berjalan sangat cepat; tapi, menurut Frodo, penyihir itu berjalan bungkuk
sekali, tidak seperti biasanya, seolah ia mengangkat beban yang sangat berat.
Malam mulai turun, dan sosok Gandalf yang berjubah dengan cepat lenyap ditelan
senja. Frodo tidak bertemu lagi dengannya untuk waktu yang sangat lama.
0 komentar:
:ilovekaskus :iloveindonesia :kiss :maho
:najis :nosara :marah :berduka
:malu: :ngakak :repost: :repost2:
:sup2: :cendolbig :batabig :recsel
:takut :ngacir2: :shakehand2: :bingung
:cekpm :cd :hammer :peluk
:toast :hoax: :cystg :dp
:selamat :thumbup :2thumbup :angel
:matabelo :mewek: :request :babyboy:
:babyboy1: :babymaho :babyboy2: :babygirl
:sorry :kr: :travel :nohope
:kimpoi :ngacir: :ultah :salahkamar
:rate5 :cool :bola
by Pakto
:mewek2: :rate-5 :supermaho :4L4Y
:hoax2: :nyimak :hotrit :sungkem
:cektkp :hope :Pertamax :thxmomod
:laper :siul :2malu: :ngintip
:hny :cendolnya
by misterdarvus
:maintenis: :maintenis2: :soccer :devil
:kr2: :sunny
Posting Komentar