BAB 3
TIGA MENJADI ROMBONGAN
"Kau harus pergi diam-diam,
dengan segera," kata Gandalf. Sudah dua atau tiga minggu berlalu, dan
Frodo masih belum menunjukkan tanda-tanda akan pergi.
"Aku
tahu. Tapi sangat sulit melakukan keduanya," keluhnya. "Kalau aku
menghilang seperti Bilbo, kisah itu akan menyebar sangat cepat di seluruh
Shire."
"Tentu
saja kau jangan menghilang!" kata Gandalf. "Itu sama sekali tidak
baik! Aku tadi bilang segera, bukan dalam sekejap. Kalau kau bisa menemukan
cara untuk menyelinap keluar dari Shire tanpa diketahui secara luas, maka
bolehlah kau menunda sebentar. Tapi jangan menunda terlalu lama."
"Bagaimana
kalau musim gugur, pada atau setelah Ulang Tahun kami?" tanya Frodo.
"Mungkin aku sudah siap saat itu."
Sejujurnya,
Frodo enggan berangkat, setelah tiba saatnya kini. Bag End terasa jauh lebih
nyaman daripada yang dirasakannya selama bertahun-tahun ini, dan ia ingin
mengecap sebanyak mungkin musim panasnya yang terakhir di Shire. Saat musim
gugur datang, ia tahu bahwa sebagian hatinya setidaknya akan lebih siap
mengembara, seperti selalu terjadi di musim itu. Bahkan dalam hati ia sudah
memutuskan akan pergi pada ulang tahunnya yang kelima puluh: bersamaan dengan
ulang tahun Bilbo yang keseratus dua puluh delapan. Rasanya itu hari yang
pantas untuk berangkat mengikutinya. Yang utama dalam benak Frodo adalah
mengikuti Bilbo; itu satu-satunya yang membuat pikiran untuk meninggalkan Shire
bisa ditanggungnya. Ia berpikir
sesedikit mungkin tentang Cincin itu, dan ke mana benda itu akan menuntunnya.
Tapi tidak semua pikirannya ia ceritakan pada Gandalf. Sulit menebak apa yang
diduga oleh penyihir itu.
Gandalf
memandang Frodo dan tersenyum. "Baiklah," katanya. "Kurasa itu
cukup—tapi jangan lebih lama lagi. Aku sudah sangat cemas. Sementara itu,
berhati-hatilah, dan jangan sampai membocorkan satu petunjuk pun ke mana kau
akan pergi! Dan awasi Sam Gamgee agar dia tidak berbicara. Kalau sampai dia
buka mulut, aku benar-benar akan mengubahnya menjadi kodok."
"Tentang
ke mana aku pergi," kata Frodo, "ihl akan sulit dibocorkan, karena
aku sendiri belum punya rencana jelas."
"Jangan
bodoh begitu!" kata Gandalf. "Aku bukan memperingatkanmu agar tidak
meninggalkan alamat di kantor pos! Tapi kau akan meninggalkan Shire-dan itu
sebaiknya tidak diketahui, sampai kau sudah jauh. Dan kau harus pergi, atau
setidaknya berangkat, entah ke Utara, Selatan, Barat, atau Timur dan arah itu
benar-benar tidak boleh ketahuan."
"Aku
sudah began asyik memikirkan akan meninggalkan Bag End, dan tentang berpamitan,
sampai-sampai aku tidak mempertimbangkan arah kepergianku," kata Frodo.
"Sebab ke mana aku harus pergi? Dan berdasarkan apa aku harus menentukan
arah? Apa yang harus kucari? Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali;
tapi aku pergi untuk membuang sebuah harta, dan tidak kembali, sejauh yang bisa
kupahami."
"Tapi
kau tidak tahu apa yang bakal terjadi," kata Gandalf. "Begitu pula
aku. Mungkin saja tugasmulah untuk menemukan Celah Ajal itu; tapi pencarian itu
bisa juga untuk orang lain: aku tidak tahu. Setidaknya kau belum siap untuk
jalan panjang itu."
"Memang
belum!" kata Frodo. "Tapi, sementara itu, arah mana yang harus
kuambil?"
"Menuju
bahaya; tapi jangan gegabah, maupun terlalu langsung," jawab sang penyihir.
"Kalau kau ingin nasihatku, pergilah ke Rivendell. Perjalanan itu tidak
akan terlalu berbahaya, meski Jalan ke sana tidak semudah dulu, dan akan
semakin buruk pada penghujung tahun."
"Rivendell!"
kata Frodo. "Baiklah: aku akan ke timur, dan aku akan menuju Rivendell.
Aku akan membawa Sam untuk melihat para Peri; dia pasti senang sekali."
Frodo berbicara dengan ringan, tapi hatinya tiba-tiba tergerak oleh hasrat
besar untuk melihat rumah Elrond Halfelven, dan menghirup udara lembah dalam
itu, di mana banyak bangsa Peri masih hidup dalam damai.
Suatu senja di musim panas, sebuah
berita mengejutkan sampai di Semak Ivy dan Naga Hijau. Raksasa-raksasa dan
tanda-tanda lain di Perbatasan Shire dilupakan untuk hal-hal yang lebih
penting: Mr. Frodo akan menjual Bag End, bahkan ia sudah menjualnya—pada
keluarga Sackville-Baggins!
"Dengan
harga pantas pula," kata beberapa orang. "Dengan harga murah
sekali," kata yang lain, "dan itu mungkin sekali kalau pembelinya
Mistress Lobelia." (Otho sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, pada
usia 102 yang matang tapi penuh kekecewaan.)
Alasan
Mr. Frodo menjual Bag End bahkan lebih banyak menimbulkan perdebatan daripada
soal harganya. Beberapa memegang —didukung oleh anggukan dan gelagat tersamar
dari Mr. Baggins sendiri—bahwa uang Frodo mulai habis: ia akan meninggalkan
Hobbiton dan hidup sederhana dengan hasil penjualan rumahnya, di Buckland, di
tengah saudara-saudaranya dan keluarga Brandybuck. "Sejauh mungkin dari
keluarga Sackville-Baggins," tambah beberapa orang. Tetapi gagasan tentang
kekayaan tak terhingga keluarga Baggins dari Bag End sudah begitu berakar,
sehingga kebanyakan orang sulit mempercayai hal ini, lebih sulit daripada
alasan atau bukan alasan yang bisa ditawarkan khayalan mereka: kebanyakan orang
menganggap itu merupakan petunjuk tentang rencana terselubung Gandalf. Meski
Gandalf diam-diam saja dan tidak berkeliaran di siang hari, umum sudah tahu
bahwa ia sedang "bersembunyi di Bag End". Tapi entah apa pun kaitan
kepindahan ini dengan rencana-rencana sihir Gandalf, satu hal sudah jelas:
Frodo Baggins akan kembali ke Buckland.
"Ya,
aku akan pindah musim gugur ini," kata Frodo. "Merry Brandybuck
sedang mencarikan lubang kecil yang nyaman untukku, atau mungkin sebuah rumah
kecil."
Sebenarnya
dengan bantuan Merry ia sudah memilih dan membeli sebuah rumah kecil di
Crickhollow, di daerah luar Bucklebury. Pada semua orang, kecuali Sam, ia
berpura-pura akan tinggal di sana untuk seterusnya. Keputusan untuk pergi ke
timur telah menimbulkan gagasan tersebut; karena Buckland ada di perbatasan
timur Shire, dan karena semasa kanak-kanak ia tinggal di sana, tidak akan
terlalu mencurigakan seandainya ia mengatakan akan kembali ke sana.
Gandalf tinggal di Shire selama
lebih dari dua bulan. Lalu suatu sore, di akhir Juni, segera setelah rencana
Frodo diatur, mendadak ia mengumumkan bahwa ia akan pergi lagi pagi berikutnya.
"Hanya sebentar, kuharap," katanya. "Tapi aku akan keluar dari
perbatasan selatan untuk mencari berita, kalau bisa. Aku sudah terlalu lama
memangur.”
Ia
berbicara dengan ringan, tapi menurut Frodo ia kelihatan agak cemas. "Ada
sesuatu?" tanyanya.
"Tidak;
tapi aku mendengar sesuatu yang membuatku cemas dan perlu diselidiki. Kalau aku
merasa kau perlu segera berangkat, aku akan cepat-cepat kembali, atau setidaknya
mengirimkan pesan. Sementara itu, tetaplah pada rencanamu; tapi tingkatkan
kewaspadaanmu, terutama dengan Cincin itu. Aku ingin menekankan sekali lagi:
jangan gunakan!"'
Gandalf
pergi saat fajar. "Aku akan kembali sewaktu-waktu," katanya.
"Paling lambat aku akan kembali untuk pesta perpisahanmu. Kupikir mungkin
kau akan membutuhkan aku untuk mendampingimu di Jalan."
Mulanya
Frodo resah sekali, dan sering bertanya dalam hati, apa yang sudah didengar
Gandalf; tapi kemudian kegelisahannya mereda, dan cuaca bagus membuat ia lupa
sejenak akan kesulitannya. Shire belum pernah mengalami musim panas begitu
indah, atau musim gugur yang begitu kaya: pohon-pohon sarat buah-buahan, madu
menetes dari sarang lebah, dan tanaman jagung tinggi dan penuh.
Musim
gugur sudah berlangsung lama ketika Frodo mulai cemas lagi tentang Gandalf.
September sedang berlalu, dan masih belum ada berita darinya. Hari Ulang Tahun
dan kepindahannya semakin dekat, dan Gandalf belum datang juga, atau
mengirimkan pesan. Bag End mulai sibuk. Beberapa sahabat Frodo datang untuk
tin-gal dan membantunya mengepak barang-barang: ada Fredegar Bolger dan Folco
Boffin, dan tentu sahabat-sahabat dekatnya Pippin Took dan Merry Brandybuck.
Bersama-sama mereka memporak-porandakan seluruh rumah itu.
Tanggal
20 September, dua kereta tertutup penuh muatan berangkat ke Buckland, mengantar
perabot dan barang-barang yang tidak dijual oleh Frodo, ke rumahnya yang baru.
Hari berikutnya Frodo benar-benar cemas, dan terus-menerus menunggu Gandalf.
Kamis, pagi hari Ulang tahunnya, merekah dengan jernih dan indah seperti lama
berselang, pada pesta besar Bilbo. Gandalf belum juga muncul. Senja hari itu
Frodo mengadakan pesta perpisahannya: sederhana sekali, hanya makan malam untuk
dirinya sendiri beserta keempat sahabatnya; tapi ia gelisah dan suasana hatinya
tidak mendukung. Hatinya sangat susah, karena ia harus segera berpisah dengan
sahabat-sahabat muda-nya. Ia
bertanya-tanya bagaimana harus memberitahu mereka.
Namun
keempat hobbit muda itu gembira sekali, dan pesta itu segera terasa meriah,
meski Gandalf tidak hadir. Ruang makan kosong, hanya ada satu meja dan
kursi-kursi, tapi hidangannya lezat, dan ada anggur bagus: anggur Frodo tidak
termasuk barang yang dijual pada keluarga Sackville-Baggins.
"Apa
pun yang terjadi dengan sisa barang-barangku, bila keluarga S.-Bs. sudah
mencengkeramnya, setidaknya aku sudah menemukan rumah yang bagus untuk
ini!" kata Frodo sambil mengosongkan gelasnya. Tetes terakhir Old
Winyards.
Setelah
menyanyikan banyak lagu, dan membahas banyak hat yang pernah mereka lakukan
bersama, mereka bersulang untuk ulang tahun Bilbo, dan minum demi kesehatannya
dan kesehatan Frodo, menurut kebiasaan Frodo. Lalu mereka keluar untuk
menghirup udara segar dan melihat bintang-bintang, dan setelah itu pergi tidur.
Pesta Frodo sudah berakhir, dan Gandalf belum datang juga.
Pagi berikutnya mereka sibuk
mengisi sebuah kereta lain dengan sisa muatan. Merry mengawasi, dan pergi
bersama Fatty (Fredegar Bolger). "Mesti ada yang berangkat lebih dulu,
untuk menyiapkan rumah itu sebelum kau datang," kata Merry. "Nah,
sampai ketemu—lusa, kalau kau tidak tidur di jalan!"
Setelah
makan siang Folco pulang, tapi Pippin tetap tinggal Frodo resah dan gelisah,
sia-sia menunggu kedatangan Gandalf. Ia memutuskan menunggu sampai malam tiba.
Setelah itu, kalau Gandalf ingin segera menemuinya, ia akan ke Crickhollow, dan
mungkin ia akan sampai lebih dulu di sana. Karena Frodo akan berjalan kaki.
Rencananya—dengan alasan untuk bersenang-senang dan karena ingin melihat
Hobbiton untuk terakhir kali, serta banyak alasan lain-adalah berjalan kaki
dari Hobbiton ke Bucklebury Ferry, sambil bersantai.
"Sekalian
berlatih," kata Frodo, sambil memandang dirinya sendiri di cermin berdebu,
di koridor yang sudah setengah kosong. Ia
sudah cukup lama tidak berjalan-jalan jauh, dan bayangannya di cermin kelihatan
agak lembek, pikirnya.
Setelah
makan siang, keluarga Sackville-Baggins datang—Lobelia dan Lotho, putranya yang
berambut warna pasir. Frodo jengkel sekali. "Akhirnya rumah ini menjadi
milik kami!" kata Lobelia ketika masuk. Sikapnya tidak sopan; juga tidak
seluruhnya benar, karena penjualan Bag End baru berlaku efektif setelah tengah
malam. Tapi mungkin Lobelia bisa dimaafkan: ia sudah menunggu tujuh puluh tujuh
tahun lebih lama dari yang diharapkannya untuk mendapatkan Bag End, dan kini ia
sudah berusia seratus tahun. Pokoknya ia datang untuk mengawasi bahwa semua
barang yang sudah dibayarnya ada di situ, tidak dibawa pergi; dan ia ingin
mengambil kunci-kuncinya. Makan waktu cukup lama untuk memuaskannya, karena ia
membawa daftar lengkap dan memeriksa semuanya. Akhirnya ia pergi bersama Lotho
dan kunci cadangan, dengan janji bahwa kunci yang lain akan dititipkan di rumah
keluarga Gamgee di Bagshot Row. Lobelia mendengus, sikapnya jelas-jelas
menunjukkan bahwa menurut pendapatnya, keluarga Gamgee bisa saja merampok habis
rumah itu di malam hari. Frodo tidak menawarinya teh.
Ia
minum teh sendiri bersama Pippin dan Sam Gamgee di dapur. Sudah diumumkan
secara resmi bahwa Sam akan ikut ke Buckland "untuk membantu Mr. Frodo dan
merawat kebunnya"; si Gaffer setuju, meski ia tidak began senang
membayangkan dirinya bertetangga dengan Lobelia.
"Hidangan
terakhir kita di Bag End!" kata Frodo, sambil mendorong kursinya ke
belakang. Mereka meninggalkan piring-piring kotor untuk dicuci Lobelia. Pippin
dan Sam mengikat ketiga ransel dan menumpuknya di teras. Lalu Pippin pergi
berjalan-jalan di kebun. Sam menghilang.
Matahari terbenam. Bag End tampak
sedih dan suram, dan tidak rapi. Frodo mengelilingi ruangan-ruangan yang sudah
dikenalnya, melihat cahaya matahari terbenam memudar pada dinding-dinding, dan
bayang-bayang merangkak keluar dari sudut-sudut. Di dalam rumah, kegelapan mulai
menebar. Ia keluar dan melangkah ke gerbang di
ujung jalan, lalu menapaki jalan pendek melewati Jalan Bukit. Ia setengah
berharap akan melihat Gandalf muncul dari balik cahaya senja.
Langit
jernih dan bintang-bintang bersinar terang. "Malam ini akan cerah,"
ia berkata keras-keras. "Bagus untuk sebuah awal. Aku merasa ingin
berjalan. Aku sudah tidak tahan tetap di sini. Aku akan . berangkat dan Gandalf
terpaksa mengikuti aku." ia membalikkan badannya untuk kembali, lalu berhenti,
karena ia mendengar suara-suara, tepat di tikungan di ujung Bagshot Row. Satu
suara jelas suara Gaffer tua; yang lainnya suara asing dan agak tidak menyenangkan. Ia tak bisa mendengar apa
yang dikatakannya, tapi ia mendengar jawaban si Gaffer yang terdengar agak
melengking. Kedengarannya Pria tua itu kesal.
"Tidak,
Mr. Baggins sudah pergi. Dia pergi pagi tadi, dan Sam-ku pergi bersamanya:
pokoknya seluruh barangnya juga dibawa. Ya, sudah dijual dan dia pergi, kubilang.
Kenapa? Wah, itu bukan urusanku atau urusanmu. Ke mana? Itu bukan rahasia. Dia
pindah ke Bucklebury atau tempat semacamnya, jauh di sana. Ya... cukup jauh.
Aku sendiri belum pernah pergi sejauh itu; banyak orang aneh di Buckland.
Tidak, aku tidak bisa memberikan pesan. Selamat malam!"
Terdengar
langkah kaki menuruni Bukit. Frodo agak heran, mengapa ia merasa sangat lega
bahwa langkah-langkah itu tidak mendaki Bukit. "Mungkin aku sudah muak
atas segala rasa ingin tahu orang tentang sepak terjangku," pikirnya.
"Mereka semua begitu ingin tahu!" ia hampir saja mendatangi si Gaffer
dan menanyakan siapa orang tadi; tapi ia membatalkan niatnya dan membalikkan
badan, lalu dengan cepat berjalan kembali ke Bag End.
Pippin
sedang duduk di atas ranselnya di teras. Sam tidak ada di sana. Frodo masuk ke
dalam pintu yang gelap. "Sam!" panggilnya. "Sam': Sudah
waktunya!"
"Datang,
Sir!" terdengar jawaban dari dalam, lalu Sam muncul sambil menyeka mulutnya. Ia sudah berpamitan dengan tong bir
di gudang bawah tanah.
"Semua
sudah naik, Sam?" tanya Frodo.
"Ya,
Sir. Sekarang aku pasti tahan, Sir."
Frodo
menutup dan mengunci pintu yang bundar, lalu memberikan' kuncinya pada Sam.
"Lari dan bawa ini ke rumahmu, Sam!" kata Frodo. "Lalu potong
jalan lewat Row dan jumpai kami secepat mungkin, di gerbang di jalan luar
padang rumput. Kita tidak akan melewati desa malam ini. Terlalu banyak telinga
menguping dan mata mengintai." Sam lari kencang sekali.
"Nah,
akhirnya kita berangkat!" kata Frodo. Mereka memanggul ransel dan meraih
tongkat, dan berbelok menuju sisi barat Bag End. "Selamat tinggal!"
kata Frodo, sambil memandang jendela-jendela yang gelap dan kosong. Ia melambaikan tangan, lalu berbalik
dan (persis seperti Bilbo, seandainya ia tahu) bergegas mengikuti Peregrin,
melewati jalan kebun. Mereka melompati tempat yang rendah di pagar semak di
ujung dan berjalan ke padang rumput, masuk ke dalam kegelapan, bagai bunyi
desir angin di rumput.
Di sisi barat kaki Bukit, mereka
menjumpai gerbang yang membuka ke jalan sempit. Di sana mereka berhenti untuk
menyetel tali ransel. Tak lama kemudian Sam muncul, berlari cepat
terengah-engah; ranselnya yang berat diangkat tinggi di pundaknya, dan di
kepalanya bertengger kantong tinggi tak berbentuk dari kain lakan, yang
disebutnya topi. Dalam keremangan ia mirip sekali dengan Kurcaci.
"Aku
yakin kau memasukkan barang-barang yang paling berat di ranselku," kata
Frodo. "Aku kasihan kepada siput, dan semua yang memanggul rumah mereka di
punggung."
"Aku
masih bisa mengangkat lebih banyak, Sir. Ranselku cukup ringan," kata Sam
dengan gagah berani dan tidak jujur.
"Tidak,
kau tidak bisa, Sam!" kata Pippin. "Ini bagus untuknya. Ranselnya
hanya berisi apa-apa yang dia suruh kita masukkan ke dalamnya. Akhir-akhir ini
dia agak lamban, dan beban itu tidak akan terlalu berat baginya kalau dia sudah
berjalan cukup jauh."
"Kalian
mesti ramah pada hobbit tua ini!" tawa Frodo. "Aku akan setipis
tongkat kayu willow sebelum sampai di Buckland. Tapi aku cuma bercanda tadi.
Kurasa bebanmu memang terlalu berat, Sam. Akan kupertimbangkan nanti, saat
mengepak lagi." Frodo memungut tongkatnya lagi. "Well, kita semua
senang berjalan dalam gelap," katanya, "jadi marilah kita berjalan
beberapa mil sebelum tidur."
Untuk
beberapa saat mereka mengikuti jalan ke arah barat, kemudian meninggalkannya
dan diam-diam masuk ke padang rumput ia-i. Me reka berbaris satu-satu melewati
pagar-pagar tanaman dan deretan semak-semak rendah; malam gelap menyelimuti.
Dalam jubah gelap mereka, ketiganya tidak kelihatan, seolah mereka semua
mempunyai cincin sihir. Karena mereka semua hobbit, dan berusaha untuk diam,
mereka tidak menimbulkan bunyi berisik yang bisa didengar para hobbit
sekalipun. Bahkan binatang-binatang di padang dan hutan hampir tidak tahu
mereka sedang lewat.
Setelah
beberapa saat, mereka menyeberangi Air, sebelah barat Hobbiton, melalui
jembatan papan sempit. Aliran sungai di tempat itu tidak lebih dari pita hitam
yang berkelok-kelok, dibatasi pepohonan alder yang merunduk. Satu-dua mil lebih
jauh ke selatan, mereka tergesa-gesa menyeberangi jalan besar dari Jembatan
Brandywine; sekarang mereka berada di Tookland dan berbelok ke tenggara, menuju
Green Hill Country. Saat mulai mendaki lereng-lerengnya yang pertama, mereka
menoleh dan melihat lampu-lampu di Hobbiton berkelap-kelip di kejauhan, di
lembah Air. Segera lembah itu lenyap di dalam lipatan tanah yang gelap, diikuti
oleh Bywater di sebelah telaganya yang kelabu. Ketika cahaya dari pertanian
terakhir sudah jauh di belakang, sambil mengintip dari antara pepohonan, Frodo
membalikkan badan dan melambaikan tangan untuk berpamitan.
"Akan
pernahkah aku memandang lembah itu lagi?" kata Frodo tenang.
Setelah
berjalan kira-kira tiga jam, mereka beristirahat. Malam cerah>
sejuk, dan berbintang, tetapi gumpalan-gumpalan kabut seperti asap merangkak ke
atas lereng bukit dari sungai dan padang rumput. Pohon-pohon birch kurus yang
bergoyang dalam angin sepoi di atas kepala mereka membentuk jaring hitam pada
latar langit yang pucat. Mereka menyantap makan malam yang sangat sederhana
(untuk ukuran hobbit), lalu meneruskan perjalanan. Segera mereka tiba di jalan
sempit yang turun-naik, memudar kelabu di kegelapan di depan: jalan ke Woodhall
dan Stock, dan Bucklebury Ferry. Jalan itu mendaki dari jalan utama di lembah
Air, dan memutar menyusuri hamparan Green Hills, menuju Woody End, sudut liar
Wilayah Timur.
Setelah
beberapa saat, mereka terjun ke jalan setapak di antara pohon-pohon tinggi yang
menggemersikkan daun-daun kering mereka di malam hari. Gelap sekali. Mula-mula
mereka bercakap-cakap, atau menyenandungkan sebuah lagu bersama-sama, karena
sekarang mereka sudah jauh dari telinga-telinga yang ingin tahu. Lalu mereka
berjalan terus dalam keheningan, dan Pippin mulai tertinggal. Akhirnya, saat
mereka mulai mendaki lereng terjal, ia berhenti dan menguap.
"Aku
mengantuk sekali," katanya, "kurasa sebentar lagi aku bisa jatuh di
jalan. Apa kalian akan tidur sambil jalan? Sudah hampir tengah malam."
"Kupikir
kau suka berjalan dalam gelap," kata Frodo. "Tapi tak perlu
terburu-buru. Merry menunggu kedatangan kita sekitar lusa; tapi itu berarti
kita masih punya waktu hampir dua hari lagi. Kita akan berhenti di tempat
pertama yang memungkinkan."
"Angin
ada di Barat," kata Sam. "Kalau kita sampai di sisi lain bukit ini,
kita akan menemukan tempat yang cukup terlindung dan hangat, Sir. Ada hutan
cemara kering di depan sana, seingatku." Sam kenal baik wilayah dalam
jarak dua puluh mil dari Hobbiton, tapi hanya sebatas itu pengetahuan ilmu
buminya.
Sedikit
melewati puncak bukit, mereka sampai di petak pepohonan cemara. Setelah
meninggalkan jalan, mereka masuk ke dalam kegelapan pekat pepohonan yang berbau
resin, dan mengumpulkan ranting-ranting mati serta buah cemara untuk membuat
api. Tak lama kemudian, mereka sudah menyalakan api yang berderak ramai di kaki
pohon cemara besar. Ketiganya duduk mengelilingi api untuk beberapa saat,
sampai kepala mereka mengangguk-angguk. Lalu masing-masing meringkuk di sebuah
lekukan akar pohon besar itu, dalam jubah dan selimut mereka, dan tak lama
kemudian mereka sudah tertidur lelap. Mereka tidak berjaga; bahkan Frodo belum
cemas akan bahaya, karena mereka masih berada di jantung Shire. Beberapa
makhluk datang memandang mereka ketika api sudah padam. Seekor rubah yang
sedang melintasi hutan berhenti sejenak untuk mengendus mereka.
"Hobbit!"
pikirnya. "Hmm, apa lagi berikutnya? Aku sudah mendengar hal-hal aneh di
negeri ini, tapi aku jarang mendengar ada hobbit tidur di luar, di bawah pohon.
Tiga hobbit, lagi! Past' ada yang aneh di balik ini." ia benar sekali,
tapi ia tak pernah tahu lebih dari itu.
Pagi datang, pucat dan lembap.
Frodo bangun lebih dulu, dan menemukan punggung bajunya berlubang oleh akar
pohon, dan lehernya kaku. "Berjalan demi kesenangan! Kenapa aku tidak
memakai kereta saja?" pikirnya, seperti yang selalu dilakukannya pada awal
perjalanan. "Dan semua tempat tidur buluku yang indah sudah dijual pada
keluarga Sackville-Baggins! Akar-akar pohon ini pantas untuk mereka!" Ia
meregangkan badannya. "Bangun, hobbit-hobbit!" teriaknya. "Ini
pagi yang indah."
"Apanya
yang indah?" kata Pippin, sambil mengintip dari balik selimutnya dengan
satu mata. "Sam! Siapkan sarapan untuk jam setengah sepuluh! Apa kau sudah
menghangatkan air mandi?"
Sam
melompat bangun, matanya masih mengantuk. "Tidak, Sir, belum, Sir!"
katanya.
Frodo
menyentakkan selimut dari tubuh Pippin dan menggulingkannya, lalu ia berjalan
ke pinggir hutan. Di sebelah timur, matahari sedang terbit merah dari balik
kabut tebal yang menyelimuti dunia. Pohon-pohon musim gugur yang mendapat
sentuhan merah keemasan bagaikan berlayar tanpa akar di lautan remang-remang.
Sedikit di bawah Frodo, agak ke kiri, jalanan menurun curam masuk ke cekungan
dan lenyap.
Ketika
Frodo kembali, Sam dan Pippin sudah menyalakan api. "Air!" teriak
Pippin. "Mana airnya?"
"Aku
tidak menyimpan air di kantongku," kata Frodo.
"Kami
pikir kau pergi mencari air," kata Pippin, yang sibuk menyusun makanan dan
cangkir. "Sebaiknya kau pergi sekarang."
"Kau
bisa ikut juga," kata Frodo, "dan membawa semua botol air." Ada
sungai kecil di kaki bukit. Mereka mengisi botol-botol dan ceret kecil mereka
di sebuah air terjun kecil yang airnya jatuh beberapa meter dari atas bebatuan
kelabu yang menonjol. Dingin sekali, seperti es; mereka merepet dan
terengah-engah saat membasuh wajah dan tangan.
Sudah
lewat jam sepuluh ketika mereka selesai sarapan dan telah mengikat kembali
ransel-ransel. Cuaca hari itu mulai bagus dan panas. Mereka melangkah menuruni
lereng, dan menyeberangi aliran sungai yang masuk ke bawah jalan, lalu menaiki
lereng berikutnya, dan turun-naik punggung bukit lain; saat itu jubah, selimut,
air, makanan, dan perlengkapan lainnya sudah terasa berat membebani.
Perjalanan
hari itu kelihatannya akan panas dan melelahkan. Namun setelah beberapa mil
jalanan itu tidak lagi naik-turun: ia mendaki berkelok-kelok sampai ke puncak
tebing, lalu siap turun untuk terakhir kali. Di depan mereka terlihat dataran
rendah dengan bercak-bercak kecil pepohonan, yang di kejauhan melebur menjadi
kabut hutan kecokelatan. Mereka memandang ke seberang Woody End, ke arah Sungai
Brandywine. Jalanan di depan mereka berkelok-kelok seperti seutas tali.
"Jalanan
ini seperti tak ada habisnya," kata Pippin, "tapi aku bakal habis
kalau tidak istirahat. Sudah waktunya makan siang." ia duduk di tebing
sisi jalan dan memandang ke timur, ke dalam keremangan tempat Sungai berada,
dan ujung Shire tempat ia menghabiskan seluruh hidupnya. Sam berdiri di
dekatnya. Matanya yang bulat terbuka lebar, karena ia memandangi negeri yang
belum pernah dilihatnya, sampai ke ufuk baru.
"Apa
kaum Peri tinggal di dalam hutan itu?" tanyanya.
"Aku
belum pernah dengar itu," kata Pippin. Frodo diam. Ia
juga sedang menatap ke arah timur, sepanjang jalan, seolah ia belum pernah
melihatnya. Tiba-tiba ia berbicara dengan suara keras, tapi seolah hanya untuk
dirinya sendiri, mengatakan perlahan-lahan,
Jalan ini tak ada habisnya
Dari pintu ternpat ia bermula.
Terbentang hingga di kejauhan sana,
Mesti kujalani sedapat aku bisa,
Kaki letih, tapi kuberjalan juga,
Sampai kudapati jalan yang lebih
lega,
Di mana banyak jalur dan urusan
bertemu.
Lalu ke mana? Tak tahulah aku.
"Itu
seperti sajak Bilbo," kata Pippin. "Atau itu salah satu tiruanmu? Kedengarannya
tidak terlalu membangkitkan semangat."
"Aku
tidak tahu," kata Frodo. "Sajak itu datang padaku seolah aku yang
menciptakannya; tapi mungkin dulu aku pernah mendengarnya. Memang
sajak itu sangat mengingatkanku pada Bilbo di tahun-tahun terakhir sebelum dia
pergi. Dia sering mengatakan bahwa hanya ada satu Jalan; bahwa jalan itu
seperti sebuah sungai besar: mata airnya ada di setiap ambang pintu, dan setiap
jalan adalah anak sungainya. 'Berbahaya sekali, Frodo, kalau keluar pintu,'
begitu dia biasa berkata. 'Kalau kau masuk ke Jalan itu, dan kau tak bisa
mengendalikan kakimu, tak bisa dipastikan ke mana kau akan digiringnya.
Sadarkah kau, bahwa jalan ini melewati Mirkwood, dan bila kaubiarkan, dia akan
menuntunmu sampai ke Gunung Sunyi, atau bahkan ke tempat-tempat yang lebih jauh
dan buruk?' Dia sering mengatakan itu di jalan luar pintu depan Bag End,
terutama kalau dia habis berjalan-jalan jauh."
"Hmm,
jalan ini tidak akan menyapuku ke mana pun, setidaknya selama satu jam,"
kata Pippin sambil melepas ikatan ranselnya. Yang lain mengikuti, menyandarkan
ransel mereka pada tebing, dan menjulurkan kaki ke arah jalan. Setelah
beristirahat, mereka makan siang, lalu istirahat lagi.
Matahari mulai rendah, dan cahaya
senja sudah muncul ketika mereka menuruni bukit. Sejauh itu mereka tidak
bertemu seorang pun di jalan. Jalan ini tidak banyak digunakan, karena hampir
tidak cocok untuk kereta, dan hanya sedikit lalu lintas ke Woody End. Setelah
berjalan lagi selama kurang-lebih satu jam, Sam berhenti sejenak, seolah sedang
mendengarkan. Mereka sekarang sudah berada di tanah datar; setelah melalui
banyak belokan, jalan itu mengarah lurus ke depan, melewati tanah berumput
dengan pepohonan tinggi di sana-sini, membentuk pinggiran hutan yang semakin
dekat.
"Aku
bisa mendengar suara tapak kaki kuda di belakang sana," kata Sam.
Mereka
menoleh, tapi tikungan jalan menghalangi pandangan mereka. "Gandalf-kah
itu yang menyusul kita?" kata Frodo; tapi saat mengatakan itu pun ia
merasa bahwa yang datang itu bukan Gandalf, dan mendadak muncul hasrat untuk
bersembunyi dari pandangan penunggang kuda itu.
"Mungkin
ini tidak begitu penting," kata Frodo meminta maaf, tapi aku lebih senang
tidak kelihatan di jalan-oleh siapa pun. Aku sudah muak kelakuanku diperhatikan
dan dibahas. Dan kalau itu memang Gandalf," tambahnya setelah
berpikir-pikir, "kita bisa memberinya sedikit kejutan, untuk membalasnya
karena dia terlambat. Ayo kita bersembunyi !"
Kedua
pendampingnya lari cepat ke kiri, dan masuk ke sebuah cekungan tak jauh dari jalan.
Di sana mereka tengkurap rata ke tanah. Frodo agak ragu: rasa ingin tahu, atau
suatu perasaan lain, bertempur dengan keinginannya bersembunyi. Bunyi langkah
kuda semakin dekat. Tepat pada waktunya ia menjatuhkan diri ke dalam rumpun
alang-alang tinggi, di batik sebatang pohon yang bayangannya menutupi jalan.
Lalu ia mengangkat kepala dan mengintip dengan hati-hati dari atas salah satu
akar besar.
Dari
batik tikungan datang seekor kuda hitam; bukan kuda hobbit, tapi kuda ukuran
normal; di atasnya duduk seorang laki-laki besar; ia seperti meringkuk di atas
pelana, terbungkus jubah hitam lebar dan kerudung, hingga yang tampak di
bawahnya hanya sepatu botnya di sanggurdi yang tinggi; wajahnya tidak tampak,
karena tertutup bayang-bayang.
Ketika
mencapai pohon dan sejajar dengan Frodo, kuda itu berhenti. Penunggangnya duduk
diam dengan kepala menunduk, seolah sedang mendengarkan. Dari batik kerudung
muncul suara mendengus, seperti orang sedang berusaha mengendus ban yang sukar
ditangkap; kepala orang itu bergerak dari sisi ke sisi jalan.
Mendadak
perasaan takut ketahuan menyelimuti Frodo, dan ia ingat Cincin-nya. Ia hampir
tidak berani bernapas, namun hasrat untuk mengeluarkan cincin itu dari sakunya
jadi begitu kuat, sampai ia perlahan-lahan mulai menggerakkan tangannya. Ia merasa ia hanya perlu memasang
cincin itu di jarinya, lain ia akan selamat. Nasihat Gandalf terasa tak masuk
akal. Bilbo juga sudah pernah menggunakan Cincin itu. "Dan aku masih
berada di Shire," pikirnya ketika tangannya menyentuh rantai pengikat
cincin. Tepat pada saat itu si penunggang kuda duduk tegak dan menggoyangkan
tali kekang. Kudanya melangkah maju, mula-mula perlahan-lahan, lain menderap
cepat.
Frodo
merangkak ke tepi jalan, memperhatikan si penunggang kuda sampai menghilang di kejauhan. Ia tidak begitu yakin, tapi
kelihatannya sebelum menghilang dari pandangan, kuda itu mendadak membelok
masuk ke pepohonan di sebelah kanan.
"Yah,
menurutku itu aneh sekali, dan cukup meresahkan," kata Frodo pada dirinya
sendiri, sambil berjalan menghampiri teman temannya. Pippin dan Sam tetap
tiarap di tengah rerumputan tinggi, dan tidak melihat apa pun; maka Frodo
menguraikan tentang penunggang tadi dan tingkah lakunya yang aneh.
"Aku
tak bisa bilang kenapa, tapi aku yakin dia mencari atau mengendus-endus
mencariku; dan aku juga yakin tak ingin ditemukan olehnya. Aku belum pernah
melihat atau merasakan yang semacam itu di Shire."
"Tapi
apa urusan Makhluk Besar dengan kita?" kata Pippin. "Dan apa yang
dilakukannya di bagian dunia ini?"
"Ada
beberapa Manusia berkeliaran," kata Frodo. "Penduduk di Wilayah
Selatan bermasalah dengan Makhluk-Makhluk Besar. Kalau tak salah. Tapi aku
belum pernah mendengar tentang penunggang kuda ini. Aku heran dia datang dari
mana."
"Maaf,"
kata Sam tiba-tiba. "Aku tahu dari mana dia datang. Dia datang dari
Hobbiton, kecuali ada lebih dari satu penunggang kuda. Dan aku tahu ke mana dia
akan pergi."
"Apa
maksudmu?" kata Frodo tajam, menatap Sam dengan tercengang. "Kenapa
tadi kau tidak bicara?"
"Aku
baru ingat, Sir. Begini, ketika aku pulang ke rumahku tadi malam dengan membawa
kunci, ayahku bilang padaku, Halo, Sam! katanya. Kukira kau sudah pergi tadi
pagi bersama Mr Frodo. Ada orang aneh menanyakan Mr. Baggins dari Bag End, dan
dia baru saja pergi. Aku sudah menyuruhnya pergi ke Bucklebury. Aku tidak
begitu suka padanya. Dia kelihatan sangat kecewa, ketika kukatakan bahwa Mr.
Baggins sudah meninggalkan rumahnya selamanya. Dia mendesis padaku. Membuatku
merinding. Orang macam apa dia? kataku pada ayahku. Aku tidak tahu, katanya,
tapi dia bukan hobbit. Dia tinggi dan kehitaman, dan dia membungkuk di depanku.
Kuduga dia salah satu Makhluk Besar dari wilayah asing. Cara bicaranya aneh.
"Aku
tidak bisa tin-gal untuk mendengarkan lebih banyak, Sir, karena Anda sudah
menungguku; aku sendiri tidak begitu memedulikannya. Ayahku sudah mulai tua,
dan sudah sangat rabun; pasti sudah hampir gelap ketika orang ini datang
mendaki Bukit dan menemukan ayahku sedang menghirup udara di ujung Row kita.
Kuharap dia atau aku tidak menyebabkan masalah, Sir."
"Bagaimanapun,
Gaffer tak bisa disalahkan," kata Frodo. "Sebenarnya aku mendengar
dia berbicara dengan orang asing, yang rupanya menanyakanku. Aku hampir saja
menemuinya, untuk menanyakan siapa dia. Seandainya aku melakukan itu, atau kau
menceritakannya padaku. Aku mungkin akan lebih berhati-hati di jalan."
"Tapi
mungkin tidak ada hubungan antara penunggang kuda ini dengan orang asing yang
menanyai Gaffer," kata Pippin. "Kita meninggalkan Hobbiton dengan
diam-diam, dan menurutku dia tak mungkin mengikuti kita."
"Bagaimana
tentang caranya mengendus-endus itu, Sir?" kata Sam. "Dan ayahku
bilang dia orang hitam."
"Aku
menyesal tidak menunggu Gandalf," gumam Frodo. "Tapi mungkin itu
hanya akan memperburuk masalah."
"Kalau
begun, kau tahu atau menduga sesuatu tentang penunggang kuda ini?" kata
Pippin, yang menangkap kata-kata yang digumamkannya.
"Aku
tidak tahu, dan rasanya lebih baik aku tidak menduga-duga," kata Frodo.
"Baiklah,
Sepupu Frodo. Kau bisa menyimpan rahasiamu untuk sementara, kalau kau ingin
misterius. Sementara itu, apa yang harus kita lakukan? Aku ingin makan sedikit
sup, tapi entah mengapa aku merasa sebaiknya kita pergi dan sini. Omonganmu
tentang penunggang yang mengendus-endus dengan hidung tak tampak itu membuatku
cemas."
"Ya,
sebaiknya kita jalan terus sekarang," kata Frodo, "tapi jangan di
tengah jalan-siapa tahu penunggang kuda itu kembali, atau yang lain
menyusulnya. Kita harus berjalan cukup jauh hari ini. Buckland masih bermil-mil
jauhnya."
Bayang-bayang pepohonan sudah
panjang dan tipis di atas rumput, ketika mereka berangkat lagi. Kini mereka
berjalan pada jarak selemparan batu di sebelah kiri jalan, dan sedapat mungkin
menghindari terlihat. Tapi ini justru jadi menghambat; karena rumputnya tebal
dan rapat, tanahnya tidak rata, dan pepohonan mulai merapat menjadi belukar.
Matahari
sudah terbenam merah di balik bukit-bukit di belakang mereka, dan senja mulai
turun sebelum mereka kembali ke jalan, di ujung jalur panjang yang menggaris
lurus sepanjang beberapa mil. Pada titik tersebut, jalanan itu berbelok dan
masuk ke dataran rendah Yale, menuju Stock; tapi ada jalan setapak yang
bercabang ke kanan, berkelok-kelok melalui hutan pohon ek kuno, menuju
Woodhall. "Kita lewat sana," kata Frodo.
Tak
jauh dari pertemuan jalan tadi, mereka sampai di seba-tang pohon besar yang
masih hidup; ranting-ranting kecil yang tumbuh di sekeliling dahan-dahannya
yang patah dan sudah lama jatuh masih berdaun, tapi batangnya kosong dan bisa
dimasuki melalui sebuah celah besar di sisi yang jauh dari jalan. Hobbit-hobbit
itu merangkak masuk, duduk di tumpukan dedaunan dan kayu busuk. Mereka
beristirahat dan makan ringan, bercakap-cakap pelan dan sesekali mendengarkan.
Sudah
senja ketika mereka merangkak kembali ke jalan. Angin Barat mendesah di
dahan-dahan. Dedaunan berbisik. Tak lama kemudian, perlahan tapi pasti, jalan
itu mulai diselimuti keremangan senja. Sebuah bintang muncul di atas pepohonan,
di Timur yang mulai menggelap di depan mereka. Mereka berjalan berjajar dengan
langkah seirama, agar tetap bersemangat. Setelah beberapa saat, ketika
bintang-bintang semakin rapat dan terang, perasaan gelisah pun hilang, dan
mereka tidak lagi mendengarkan bunyi derap langkah kuda. Mereka mulai
bersenandung pelan, sebagaimana biasa dilakukan para hobbit kalau sedang
berjalan, terutama kalau sudah mendekati rumah di malam hari. Kebanyakan hobbit
biasanya menyanyikan lagu makan malam atau lagu tidur, tetapi hobbit-hobbit ini
menyenandungkan lagu perjalanan (meski, tentu saja, bukan tanpa menyebut makan
malam dan tidur). Bilbo Baggins yang mengarang sajaknya, mengikuti lagu yang
sudah setua bukit-bukit; ia mengajarkannya pada Frodo saat mereka
berjalan-jalan di lembah Air dan berbincang-bincang tentang Petualangan.
Api pendiangan menyala merah,
Ada tempat tidur di dalam rumah;
Tetapi belum lelah kaki kita,
Di balik tikungan masih ada
Pohon atau batu berdiri tiba-tiba
Yang belum dilihat orang, kecuali
kita.
Daun dan rumput, pohon dan bunga,
Biarkan saja! Biarkan saja!
Bukit dan air luas terbentang,
Lewati saja, walau mengundang!
Di balik tikungan mungkin menunggu
Get-bang rahasia atau
jalan baru,
Meski hari ini kita lewati,
Esok mungkin kita kembali
Menapaki jalan tersembunyi
Menuju Bulan atau Matahari.
Apel dan duri, kacang dan
stroberi,
Biarkan pergi! Biarkan pergi!
Pasir dan batu, telaga dan lembah,
Selamat berpisah! Selamat
berpisah!
Rumah ada di belakang, dunia di
depan,
Kita menapaki begitu banyak jalan
Lewat bayang-bayang, sampai ke
ujung malam,
Dan semua bintang menyala temaram.
Maka dunia di belakang dan rumah
di depan,
Kita kembali ke rumah, dan ke
peraduan.
Kabut dan senja, awan dan
bayangan,
Akan terlupakan! Akan terlupakan!
Api dan lampu, daging dan roti,
Sekarang tidur! Tidur bermimpi!
Lagu
itu berakhir. "Dan sekarang tidur! Dan sekarang tidur!" nyanyi Pippin
dengan suara nyaring.
"Ssstt!"
kata Frodo. "Rasanya aku mendengar derap kaki kuda lagi."
Mereka
berhenti mendadak, berdiri diam seperti bayangan pohon, sambil mendengarkan.
Memang ada bunyi derap kaki kuda di jalan, agak di belakang, datang menunggang
angin, perlahan dan jelas. Dengan cepat dan diam-diam mereka keluar dari jalan,
lari ke dalam bayangan yang lebih gelap di bawah pohon-pohon ek.
"Jangan
terlalu jauh!" kata Frodo. "Aku tak ingin terlihat, tapi aku ingin
melihat, apakah itu Penunggang Hitam lain."
"Baiklah!"
kata Pippin. "Tapi jangan lupa, dia suka mengendus-endus!"
Derap
langkah kuda semakin dekat. Mereka tak punya waktu untuk menemukan tempat
persembunyian yang lebih bagus daripada kegelapan menyeluruh di bawah
pepohonan; Sam dan Pippin membungkuk di belakang batang pohon besar, sementara
Frodo merangkak kembali beberapa meter ke arah jalan. Jalan itu terlihat kelabu
pucat, bagai sebuah garis cahaya yang memudar melewati hutan. Di atasnya
bintang-bintang bertebaran di langit yang redup, tapi tak ada bulan.
Bunyi
langkah kuda berhenti. Frodo melihat sesuatu yang gelap melewati tempat yang
agak terang di antara dua pohon, kemudian berhenti. Kelihatannya seperti
bayangan hitam seekor kuda yang dituntun suatu bayangan hitam yang lebih kecil.
Bayangan gelap itu berdiri dekat tempat mereka meninggalkan jalan, dan ia
bergoyang ke kiri ke kanan. Frodo merasa mendengar bunyi mendengus. Bayangan
itu membungkuk ke tanah, lalu mulai merangkak ke arahnya.
Sekali
lagi hasrat untuk memakai Cincin menyergap Frodo; kali ini lebih kuat daripada
sebelumnya. Begitu kuat, sampai-sampai tangannya sudah masuk ke dalam saku,
nyaris sebelum ia menyadari apa yang dilakukannya. Tapi pada saat itu terdengar
bunyi seperti campuran nyanyian dan tawa. Suara-suara jernih naik-turun di
udara berbintang. Bayangan gelap itu menegakkan diri dan pergi. Ia memanjat kudanya yang gelap, dan seolah
lenyap ke dalam kegelapan di seberang. Frodo bernapas kembali.
"Peri-peri!"
seru Sam dengan bisikan parau. "Peri, Sir!" ia pasti sudah lari
keluar dari balik pepohonan, menghampiri suara-suara itu, seandainya mereka
tidak menahannya.
"Ya,
mereka Peri," kata Frodo. "Kadang-kadang kita bisa bertemu mereka di
Woody End. Mereka tidak tinggal di Shire, tapi di musim Semi dan Gugur mereka
mengembara ke Shire, keluar dari negeri mereka sendiri, jauh di luar
Bukit-Bukit Menara. Aku bersyukur mereka datang! Kalian tidak melihat, tapi
Penunggang Hitam itu berhenti di sin, dan sudah mulai merangkak ke
arah kita ketika terdengar nyanyian mereka. Begitu mendengar suara mereka, dia
menyelinap pergi."
"Bagaimana
dengan para Peri itu?" kata Sam, terlalu bergairah, sampai tak peduli
tentang penunggang kuda tadi. "Tidak bisakah kita pergi melihat
mereka?"
"Dengar!
Mereka sedang menuju kemari," kata Frodo. "Kita tunggu saja di
sini."
Suara
nyanyian semakin dekat. Satu suara jernih terdengar lebih jelas di antara yang lain. Ia menyanyi dalam bahasa Peri, yang hanya
sedikit dikenal Frodo, dan sama sekali tidak dikenal oleh yang lainnya. Paduan
suara dan irama itu meresap ke dalam pikiran mereka, membentuk diri menjadi
kata-kata yang hanya sebagian mereka pahami. Beginilah lagu yang didengar
Frodo:
Putih-salju! Putih-salju! Oh
wanita jelita!
Oh Ratu di seberang Samudra Barat!
Oh Cahaya 'tuk kami yang
mengembara
Di tengah pohon yang berderet
rapat!
Gilthoniel! Oh Elbereth!
Jernih matamu, terang napasmu!
Putih-salju! Putih-salju! Kami
bernyanyi untukmu
Di negeri jauh, seberang Samudra
itu,
Oh bintang-bintang di tahun nan
gelap
Ditebar oleh tangannya yang
bercahaya,
Di padang berangin yang terang
gemerlap
Bunga-bunga perakmu meliuk
berdansa!
Oh Elbereth! Gilthoniel!
kami masih ingat, kami yang
tinggal
Di negeri jauh di bawah pepohonan
rapat,
Cahaya bintangmu di atas Samudra
Barat.
Lagu
itu berakhir. "Mereka itu Peri-Peri Bangsawan! Mereka menyebut nama Elbereth!" kata Frodo heran.
"Jarang sekali kaum Peri tertinggi itu terlihat di Shire. Tak banyak yang
tersisa di Dunia Tengah, sebelah timur
Samudra Besar. Ini benar-benar suatu kebetulan aneh!"
Hobbit-hobbit itu duduk dalam bayang-bayang di tepi jalan. Tak lama kemudian, para Peri datang
melewati jalan, menuju lembah. Mereka
lewat sangat perlahan, dan para hobbit bisa melihat cahaya bintang berkilauan di atas
rambut mereka dan di dalam mata mereka. Mereka tidak membawa lampu, namun saat mereka berjalan, suatu cahaya gemerlap seolah jatuh di sekitar kaki
mereka, seperti sinar bulan yang
sedang terbit di atas punggung bukit. Mereka sekarang diam, dan ketika Peri terakhir lewat, la menoleh
memandang para hobbit, dan tertawa.
"Hidup,
Frodo!" serunya. "Kau masih di luar, malam-malam begini. Atau kau tersesat?" Lalu la memanggil yang
lain dengan nyaring, dan seluruh rombongan berhenti dan berkumpul.
"Ini benar-benar ajaib!" kata mereka.
"Tiga hobbit di hutan, di malam hari! Kami belum pernah
menyaksikan hal seperti ini sejak Bilbo pergi.
Apa artinya ini?"
"Artinya," kata Frodo, "kelihatannya kami
berjalan searah dengan kalian. Aku senang berjalan di bawah
bintang-bintang. Tapi aku akan lebih senang bila didampingi rombonganmu."
"Tapi kami tidak butuh didampingi, lagi pula hobbit-hobbit menjemukan
sekali," tawa mereka. "Selain itu, bagaimana kau tahu kami juga menuju arah yang sama denganmu? Kau tidak
tahu ke mana kami akan pergi."
"Dan bagaimana kau tahu namaku?" Frodo balik
bertanya.
"Kami tahu banyak hal," kata mereka. "Kami
sering melihatmu bersama Bilbo sebelum ini, meski kau belum tentu melihat kami."
"Siapa kau, dan siapa rajamu?" tanya Frodo.
"Aku Gildor," jawab pemimpin mereka, Peri yang
pertama memanggilnya.
"Gildor Inglorion dan Rumah Finrod. Kami Orang Buangan, dan kebanyakan bangsa kami
sudah pergi lama sekali. Kami pun hanya sementara berlama-lama di sini, sebelum
kembali menyeberangi Samudra Besar. Tetapi beberapa saudara kami masih
tinggal dalam damai di Rivendell. Ayo, Frodo, ceritakan pada kami, apa yang sedang kaulakukan? Karena kami
melihat bayangan ketakutan menyelimuti kalian."
"Oh, Orang-Orang Bijak!" sela Pippin dengan
bergairah. “Ceritakan pada
kami tentang para Penunggang Hitam!"
"Penunggang Hitam?" mereka berkata dengan suara
berbisik. "Mengapa kau bertanya tentang Penunggang Hitam?"
"Karena dua Penunggang Hitam menyusul kami hari ini,
atau satu penunggang melakukan itu dua kali," kata Pippin, "baru saja
dia pergi, ketika kalian
mendekat."
Para Peri tidak langsung menjawab, tetapi berbicara di
antara mereka
sendiri dengan pelan-pelan, dalam bahasa mereka. Akhirnya Gildor berbicara kepada para hobbit. "Kami tidak akan
membicarakannya di
sini," katanya. "Menurut kami, sebaiknya kalian ikut kami sekarang. Ini bukan kebiasaan kami, tapi untuk
kali ini kami akan membawa kalian
dalam perjalanan kami, dan kalian akan tidur bersama kami malam ini, kalau kalian mau."
"Oh,
Bangsa Elok! Ini sungguh keberuntungan tak terduga," kata Pippin. Sam tak mampu berbicara.
"Aku
berterima kasih padamu, Gildor Inglorion," kata Frodo sambil membungkuk. "Elen sila lumenn' ornentielvo, sebuah bintang bersinar pada
jam pertemuan kita," tambahnya dalam bahasa tinggi kaum Peri.
"Hati-hati,
teman-teman!" seru Gildor sambil tertawa. "Jangan bicarakan hal-hal rahasia! Dia mengerti Bahasa Kuno.
Bilbo memang guru yang balk. Hidup,
sahabat kaum Peri!" katanya, sambil membungkuk di depan Frodo. "Mari, sekarang kau dan kawan-kawanmu bergabung dengan rombonganku! Sebaiknya kalian
berjalan di tengah, supaya tidak
tersesat. Kau mungkin akan lelah sebelum kami berhenti."
"Mengapa? Ke mana kalian akan pergi?" tanya
Frodo.
"Malam ini kami akan ke hutan di bukit-bukit di atas
Woodhall. Jaraknya beberapa mil, tapi di akhir perjalanan kalian akan
beristirahat, dan
ini akan mempersingkat perjalanan kalian besok."
Mereka berjalan lagi dalam keheningan, berlalu bagai
bayangan dan cahaya samar-samar: karena para Peri (melebihi kaum hobbit) bisa berjalan tanpa suara atau bunyi
langkah kaki, bila mereka mau.
Pippin segera merasa mengantuk, dan
terhuyung-huyung sekali-dua kali; tapi seorang Peri jangkung di sampingnya
selalu mengulurkan tangan dan
menyelamatkannya agar tidak jatuh. Sam berjalan di sisi Frodo, seolah dalam mimpi, dengan ekspresi
setengah ketakutan dan setengah
gembira, penuh keheranan.
Hutan-hutan di kedua sisi semakin rapat; pohon-pohon
lebih muda dan tebal; jalanan pun semakin menurun, masuk ke sebuah lipatan perbukitan, dengan banyak
sekali tanah rendah bersemak hazel
di tebing-tebing di kedua sisinya.
Akhirnya para Peri membelok dari jalan. Suatu jalur hijau untuk berkuda terbentang
hampir tak kelihatan di antara semak-semak di sebelah kanan; mereka mengikuti
jalur ini, yang membelok naik ke tebing berhutan, sampai ke puncak bahu bukit
yang menonjol di dataran rendah dari lembah sungai. Mendadak mereka keluar dari
bawah bayang-bayang pohon, dan di depan mereka terhampar padang rumput luas,
kelabu di bawah langit malam. Padang rumput itu diapit hutan di ketiga sisinya;
tetapi di sebelah timur, tanah menurun curam, dan di bawah kaki mereka tampak
puncak-puncak pohon gelap yang tumbuh di dasar lembah. Di seberang, dataran
rendah terhampar samar-samar dan rata di bawah bintang-bintang. Lebih dekat
dengan mereka, beberapa lampu berkelap-kelip di desa Woodhall.
Para
Peri duduk di rumput dan bercakap-cakap perlahan; mereka seolah tidak
memperhatikan para hobbit lagi. Frodo dan teman-temannya membungkus diri dengan
mantel dan selimut, dan mereka langsung mengantuk. Malam berlanjut, dan
cahaya-cahaya di lembah mulai padam. Pippin tertidur, berbantalkan bukit kecil
hijau.
Jauh
di Timur tergantung Remmirath, Bintang Jala, dan perlahan di atas kabut, Borgil
merah terbit, menyala bagai berlian api. Lalu seembus udara menyingkap seluruh
kabut itu, bagai menyibakkan kerudung, dan di sana Ksatria Pedang Langit
bersandar, merayap perlahan memanjat ujung dunia—Menelvagor dengan ikat
pinggangnya yang kemilau.- Para Peri mulai bernyanyi. Tiba-tiba di bawah
pepohonan muncul nyala api dengan cahaya merah.
"Mari!"
para Peri memanggil hobbit-hobbit. "Mari! Sekarang saatnya mengobrol dan
bersuka ria!"
Pippin
bangkit duduk dan menggosok matanya. Ia
menggigil. "Ada api di balairung, dan makanan untuk tamu yang lapar,"
kata seorang Peri yang berdiri di depannya.
Di
ujung selatan padang rumput itu ada tempat terbuka. Di sana hamparan rumput
hijau berlanjut ke dalam hutan, membentuk ruangan luas seperti balairung,
beratapkan cabang-cabang pohon. Batang-batang pohon tegak bagaikan tiang di
kedua sisinya. Di tengah ada api unggun menyala, dan di atas tiang-tiang pohon,
obor-obor bercahaya emas dan perak menyala tenang. Peri-peri duduk mengelilingi
api, di rumput atau di tunggul-tunggul kayu pohon tua yang digergaji. Beberapa
berjalan kian kemari, membawa cangkir dan menuangkan minuman; yang lain membawa
makanan di piring-piring dan nampan-nampan.
"Makanan
ini hanya sekadarnya," kata mereka kepada para hobbit, "karena kita
menginap di hutan kayu, jauh dari balairung-balairung kami. Kalausuatu waktu
kalian menjadi tamu di rumah kami, kami akan menghidangkan yang lebih
baik."
"Ini
pun sudah cukup meriah, seperti pesta ulang tahun," kata Frodo.
Setelahnya
Pippin hanya ingat sedikit sekali tentang makanan dan minuman yang dihidangkan,
karena pikirannya dipenuhi cahaya pada wajah kaum peri, serta suara-suara yang
begitu beragam dan indah, yang membuatnya merasa bak bermimpi dalam keadaan
terjaga. Tapi ia ingat ada roti yang rasanya melebihi kelezatan roti tawar
putih bagi orang yang hampir mati kelaparan; buah-buahan semanis buah berry
liar, dan lebih kaya daripada buah-buahan yang dirawat di kebun-kebun; ia
menghabiskan secangkir cairan wangi yang sejuk bagai air mancur jernih, dan
keemasan bagai siang musim panas.
Sam
tak pernah bisa menjelaskan dengan kata-kata, maupun menggambarkan kepada
dirinya sendiri, apa yang dirasakan atau dipikirkannya malam itu, meski
peristiwa itu terpatri dalam ingatannya sebagai salah satu kejadian besar dalam
hidupnya. Paling-paling ia hanya bisa mengatakan, "Wah, Sir, kalau aku
bisa menumbuhkan apel seperti itu, baru aku akan menyebut diriku tukang kebun.
Tapi sebenarnya nyanyiannya yang menyentuh hatiku, kalau Anda paham
maksudku."
Frodo
duduk, makan, minum, dan bercakap-cakap dengan riang; namun pikirannya terutama
tertuju kepada kata-kata yang diucapkan. Ia
tahu sedikit bahasa Peri, dan ia mendengarkan dengan penuh gairah. Sesekali ia
berbicara pada mereka yang melayaninya, dan mengucapkan terima kasih dalam
bahasa mereka. Mereka tersenyum kepadanya dan sambil tertawa berkata, "Ini
dia permata di antara para hobbit."
Setelah
beberapa saat, Pippin tertidur; ia diangkat dan dibawa ke sebuah punjung di
bawah pepohonan; di sana ia diletakkan di ranjang empuk, dan ia tidur sepanjang
malam. Sam menolak meninggalkan majikannya. Ketika Pippin sudah-pergi, ia
datang dan duduk meringkuk dekat kaki Frodo, di mana akhirnya ia
mengangguk-angguk dan memejamkan matanya. Frodo masih lama terjaga sambil
bercakap-cakap dengan Gildor.
Mereka
membicarakan banyak hat, lama dan baru, dan Frodo banyak bertanya pada Gildor
tentang kejadian-kejadian di dunia luas di luar Shire. Berita-beritanya
kebanyakan sedih dan mengancam: tentang kegelapan yang semakin meluas,
perang-perang Manusia, dan pelarian kaum Peri. Akhirnya Frodo mengajukan
pertanyaan yang paling dekat di hatinya,
"Katakan,
Gildor, apa kau pernah bertemu Bilbo sejak dia meninggalkan kami?"
Gildor
tersenyum. "Ya," jawabnya. "Dua kali. Dia berpamitan dengan
kami, persis di tempat ini. Tapi aku bertemu lagi dengannya. satu kali, jauh
dari sini." ia tak mau mengatakan lebih banyak tentang Bilbo, dan Frodo
terdiam.
"Kau
tidak banyak bertanya atau bercerita tentang hal-hal yang menyangkut dirimu
sendiri, Frodo," kata Gildor. "Tapi aku sudah tahu sedikit, dan aku
bisa membaca lebih banyak di wajahmu, dan dalam apa yang tersirat di balik
pertanyaan-pertanyaanmu. Kau meninggalkan Shire, tapi kau ragu akan menemukan
apa yang kaucari, atau berhasil melakukan niatmu, atau apakah kau akan pernah
kembali. Bukankah begitu?"
"Memang,"
kata Frodo, "tapi kusangka kepergianku adalah rahasia yang hanya diketahui
Gandalf dan Sam yang setia." ia memandang Sam yang mendengkur pelan.
"Rahasia
ini tidak akan sampai ke telinga Musuh melalui kami," kata Gildor.
"Musuh?"
kata Frodo. "Kalau begitu, kau tahu mengapa aku meninggalkan Shire?"
"Aku
tidak tahu alasan Musuh mengejarmu," jawab Gildor, "tapi aku merasa
memang itulah yang terjadi—meski ini terasa aneh bagiku. Aku ingin
memperingatkanmu bahwa bahaya ada di depan maupun di belakangmu, dan di kedua
sisi."
"Maksudmu
para Penunggang itu? Aku sudah cemas bahwa mereka adalah pengabdi Musuh. Siapa
sebenarnya para Penunggang Hitam itu?"
"Apakah
Gandalf tidak menceritakan apa pun padamu?"
"Tidak
tentang makhluk semacam itu."
"Kalau
begitu, tidak pada tempatnya kalau aku mengatakan lebih banyak jangan-jangan
nanti perasaan takut membuatmu tidak berani melanjutkan perjalanan. Menurutku
kau berangkat tepat pada waktunya, kalau bisa dikatakan belum terlambat.
Sekarang kau hams bergegas, dan jangan tinggal atau kembali; karena Shire bukan
lagi tempat perlindungan yang aman bagimu."
"Tak
bisa kubayangkan penjelasan apa lagi yang lebih mengerikan daripada
petunjuk-petunjuk dan peringatanmu," seru Frodo. "Aku tahu ada bahaya
di depanku, tapi aku tak menduga akan menemukannya di dalam Shire kami sendiri.
Tak bisakah seorang hobbit berjalan dari Air ke Sungai dengan tenteram?"
"Tapi
ini bukan Shire-mu sendiri," kata Gildor. "Ada makhluk-makhluk lain
yang tinggal di sini sebelum hobbit; dan makhluk-makhluk lain pula yang akan
menetap di sini kalau hobbit sudah musnah. Dunia luas terbentang di sekitarmu:
kau bisa memagari dirimu, tapi kau tak bisa selamanya menahan dunia di
luar."
"Aku
tahu-tapi selama ini Shire selalu terasa aman dan akrab.
Apa
yang bisa kulakukan sekarang? Rencanaku adalah meninggalkan Shire diam-diam,
dan pergi ke Rivendell; tapi sekarang langkahku mantap, bahkan sebelum aku
sampai di Buckland."
"Kupikir
kau harus tetap mengikuti rencanamu," kata Gildor. "Menurutku Jalan
ini tidak akan terlalu sulit untuk keberanianmu. Tapi kalau kau mengharapkan
nasihat lebih jelas, kau harus bertanya pada Gandalf. Aku tidak tahu alasan
pelarianmu, karena itu aku tidak tahu dengan cara apa pengejarmu akan
menyerangmu. Gandalf pasti tahu hal-hal ini. Kurasa kau akan bertemu dengannya
sebelum meninggalkan Shire?"
"Kuharap
begitu. Tapi aku cemas. Aku sudah berhari-hari menunggu Gandalf. Seharusnya dia
datang ke Hobbiton paling lambat dua malam yang lalu; tapi dia sama sekali
tidak muncul. Sekarang aku bertanya-tanya, apa yang terjadi. Haruskah aku
menunggunya'?"
Gildor
diam sejenak. "Aku tidak senang mendengar ini," akhirnya ia berkata.
"Keterlambatan Gandalf itu pertanda kurang baik. Tapi kata pepatah: jangan
mencampuri urusan para Penyihir, karena mereka halus dan cepat marah.
Pilihannya ada padamu: pergi atau menunggu."
"Ada
pepatah lain," jawab Frodo, "Jangan minta nasihat pada kaum Peri,
karena mereka akan mengatakan ya maupun tidak."
"Begitukah?"
tawa Gildor. "Kaum Peri jarang memberikan nasihat begitu saja, karena
nasihat adalah pemberian berbahaya, walau datangnya dari yang bijak dan untuk
yang bijak pula; salah-salah segala sesuatunya bisa berakibat buruk. Tapi apa
yang kauinginkan? Kau belum banyak bercerita tentang dirimu sendiri, jadi
bagaimana aku bisa memilih lebih baik daripadamu? Tapi kalau kau meminta
nasihat, demi persahabatan aku akan memberikannya. Menurutku kau harus pergi
sekarang juga, tanpa ditunda; dan kalau Gandalf tidak datang sebelum kau
berangkat, maka kusarankan jangan pergi sendirian. Bawalah teman-teman yang
bersedia ikut dan bisa dipercaya. Sekarang kau hams bersyukur, karena aku tidak
memberikan nasihat ini dengan senang hati. Kaum Peri punya pekerjaan dan
masalah sendiri, dan mereka tak peduli dengan kehidupan kaum hobbit atau
makhluk-makhluk lain di bumi. Jalan kami jarang bersilangan dengan Plan mereka,
baik secara kebetulan atau sengaja. Pertemuan kita ini mungkin bukan sekadar
kebetulan, tapi tujuannya tidak jelas untukku, dan aku takut bicara terlalu
banyak."
"Aku
sangat bersyukur," kata Frodo, "tapi aku berharap kau mau mengatakan
padaku, siapa sebenarnya Penunggang Hitam itu. Kalau aku menuruti nasihatmu,
mungkin untuk waktu lama aku tidak akan bertemu Gandalf, dan aku perlu tahu
bahaya apa yang mengejarku."
"Tidak
cukupkah mengetahui bahwa mereka adalah pengabdi Musuh?" jawab Gildor.
"Larilah dari mereka! Jangan bicara dengan mereka! Mereka mematikan.
Jangan tanya lebih banyak padaku! Tapi aku punya firasat bahwa, sebelum
semuanya berakhir, kau, Frodo putra Drogo, akan mengetahui lebih banyak tentang
hal-hal jahat ini daripada Gildor Inglorion. Semoga Elbereth
melindungimu!"
"Tapi
di mana aku harus menemukan keberanian itu?" tanya Frodo. "Itu yang
terutama kubutuhkan."
"Keberanian
bisa ditemukan di tempat-tempat tak terduga," kata Gildor.
"Berharaplah! Sekarang tidurlah! Besok pagi kami sudah akan pergi; tapi
kami akan mengirimkan pesan-pesan ke seluruh pelosok negeri. Rombongan
Pengembara akan tahu tentang perjalananmu, dan mereka yang memiliki kekuatan
untuk kebaikan akan berjaga-jaga. Akan kusebut kau sahabat Peri; semoga
bintang-bintang bersinar pada ujung jalanmu! Jarang kami begitu senang bertemu
orang asing, dan indah sekali mendengar kata-kata Bahasa Kuno itu dari bibir
para pengembara lain di dunia."
Frodo
mulai mengantuk, sementara Gildor baru selesai berbicara. "Aku akan tidur
sekarang," katanya. Peri itu menuntunnya ke sebuah punjung di sebelah
Pippin. Frodo mengempaskan tubuh ke sebuah ranjang, dan langsung tertidur lelap
tanpa mimpi.
BAB 4
JALAN PINTAS MENUJU JAMUR
Pagi harinya Frodo bangun dengan
perasaan segar. Ia berbaring di sebuah punjung yang terbentuk dari sebatang pohon hidup,
dengan dahan-dahan saling berjalin dan menjuntai sampai ke tanah; ranjangnya
terbuat dari pakis dan rumput, tebal lembut dan wanginya aneh. Matahari
bersinar dari antara dedaunan hijau yang bergoyang-goyang dan masih melekat
pada pohon. Ia melompat dan keluar.
Sam duduk di rumput dekat
pinggir hutan. Pippin sedang berdiri memperhatikan langit dan cuaca. Tak ada
tanda-tanda kehadiran para Peri.
"Mereka meninggalkan
buah-buahan dan minuman untuk kita, juga roti," kata Pippin. "Ayo
sarapan dulu. Rotinya lezat seperti tadi malam. Aku tak mau menyisakannya
untukmu, tapi Sam memaksaku."
Frodo duduk di samping Sam
dan mulai makan. "Apa rencana untuk hari ini?" tanya Pippin.
"Berjalan secepat
mungkin ke Bucklebury," jawab Frodo, lalu memusatkan perhatian pada
makanannya.
"Apa menurutmu kita
masih akan bertemu Penunggang-Penunggang itu?" tanya Pippin riang. Di
bawah matahari pagi, kemungkinan melihat sepasukan penunggang kuda itu rasanya
tidak terlalu menakutkan baginya.
"Ya, mungkin,"
kata Frodo, tak senang diingatkan. "Tapi kuharap kita bisa menyeberangi
sungai tanpa terlihat oleh mereka."
"Kau sudah tahu sesuatu
tentang mereka dari Gildor?"
"Tidak banyak-hanya
petunjuk samar dan teka-teki," kata Frodo mengelak.
"Apa kau bertanya
tentang caranya mengendus-endus?"
"Kami tidak
membahasnya," kata Frodo dengan mulut penuh.
"Seharusnya
kautanyakan. Aku yakin itu penting sekali."
"Kalau begitu, aku
yakin Gildor menolak menjelaskannya," kata Frodo tajam. "Dan sekarang
biarkan aku tenang sebentar! Aku tidak mau menjawab serentetan pertanyaan
sementara sedang makan. Aku ingin berpikir!"
"Ya ampun!" kata
Pippin. "Di waktu sarapan?" ia berjalan ke arah tepian rumput.
Pagi yang cerah
itu-terlalu cerah malah—tak bisa melenyapkan ketakutan Frodo kalau—kalau mereka
dikejar; dan ia merenungkan kata-kata Gildor. Suara riang Pippin terdengar
olehnya. Pippin sedang berlari di bentangan rumput dan bernyanyi.
"Tidak! Aku tak
bisa!" kata Frodo pada dirinya sendiri. "Ini tak bisa disamakan.
Membawa teman-temanku yang masih muda berjalan-jalan di Shire sampai kami lapar
dan lelah, hingga makanan dan ranjang terasa enak setelah pulang, itu tak
apa-apa. Tapi membawa mereka ke dalam pengasingan, di mana kelaparan dan
keletihan mungkin tak ada obatnya, sungguh merupakan tanggung jawab berat,
walau mereka bersedia ikut. Ini urusanku sendiri. Kurasa Sam pun tak boleh
kubawa." ia memandang Sam Gamgee, dan melihat Sam sedang memperhatikannya.
"Well, Sam!"
kata Frodo. "Bagaimana? Aku akan meninggalkan Shire sesegera mungkin
bahkan aku sudah mengambil keputusan untuk tidak menunggu sehari pun di
Crickhollow, kalau bisa."
"Baik, Sir!"
"Kau masih bertekad
ikut aku?"
"Ya."
"Akan sangat
berbahaya, Sam. Bahkan sekarang pun sudah berbahaya. Besar kemungkinan kita
berdua tidak akan kembali."
"Kalau Anda tidak
kembali, Sir, aku juga tidak, itu pasti," kata Sam. "Jangan
tinggalkan dia! kata mereka padaku: Meninggalkan dial kataku. Takkan pernah.
Aku akan ikut bersamanya, kalau dia memanjat Bulan; dan kalau ada di antara
para Penunggang itu berusaha menghentikannya, mereka akan berurusan dengan Sam
Gamgee, kataku. Mereka tertawa."
"Siapa mereka, dan
apa yang kaubicarakan?"
"Para
Peri, Sir. Kami bercakap-cakap sedikit tadi malam, Sir; dan rupanya mereka tahu
Anda akan pergi, jadi menurutku tidak ada gunanya membantah itu. Makhluk yang
hebat, Sir, para Peri itu! Hebat!"
"Memang," kata
Frodo. "Apa kau masih menyukai mereka, setelah memandang mereka dari
dekat?"
"Kelihatannya mereka
berada di atas rasa suka dan tidak sukaku, bisa dikatakan begitu," jawab
Sam perlahan. "Tidak penting apa yang kupikirkan tentang mereka. Mereka
sangat berbeda dari yang kusangka—begitu tua dan muda, begitu riang dan sedih,
begitulah kira-kira."
Frodo menatap Sam dengan
kaget, setengah berharap melihat tanda luar yang menunjukkan perubahan aneh
yang rupanya terjadi pada dirinya. Suaranya tidak seperti suara Sam Gamgee yang
selama ini ia kenal. Tapi sosok yang duduk di sana itu masih seperti Sam Gamgee yang biasa,
hanya saja wajahnya tampak merenung, tidak seperti biasanya.
"Apa kau masih merasa
ingin meninggalkan Shire sekarang, setelah keinginanmu bertemu dengan mereka
terwujud?" tanya Frodo.
"Ya, Sir. Aku tak
tahu bagaimana mengatakannya, tapi setelah tadi malam aku merasa berbeda.
Seolah aku bisa melihat ke masa depan, semacam itulah. Aku tahu kita akan
meniti jalan panjang sekali ke dalam kegelapan; tapi aku tahu aku tak bisa
kembali. Sekarang yang kau inginkan bukanlah melihat Peri, bukan juga naga,
atau pegunungan aku tidak tahu persis apa yang kuinginkan, tapi aku harus
melakukan, sesuatu sebelum akhir itu tiba, dan sesuatu itu ada di depan sana, bukan di Shire. Aku
hams mengatasinya, Sir, kalau Anda paham maksudku."
"Aku sama sekali
tidak mengerti. Tapi aku mengerti bahwa Gandalf telah memilihkanku seorang
pendamping yang baik. Aku puas. Kita akan pergi bersama."
Frodo menghabiskan
sarapannya dengan diam. Lalu sambil berdiri ia menatap pemandangan di depan,
dan memanggil Pippin.
"Sudah siap
berangkat?" katanya kepada Pippin yang datang berlari. "Kita harus
segera berangkat. Kita sudah bangun kesiangan, dan masih jauh sekali jarak yang
harus kita tempuh."
"Kau yang kesiangan
bangun, maksudmu," kata Pippin. "Aku sudah bangun lama sebelumnya;
dan kami hanya menunggumu menyelesaikan sarapan dan berpikir."
"Aku sudah
menyelesaikan keduanya sekarang. Dan aku akan berjalan ke Bucklebury Ferry
secepat mungkin. Aku tidak akan menyimpang dari sini, kembali ke jalan yang
kita tinggalkan tadi malam: aku akan memotong langsung lewat pedalaman dari
slim."
"Kalau begitu, kau
mesti terbang," kata Pippin. "Kau tidak bisa memotong lurus lewat
pedalaman dari sini."
"Setidaknya kita bisa
memotong lebih lurus daripada jalan raya," Jawab Frodo. "Ferry ada di
sebelah timur Woodhall, tapi jalan raya membelok ke kiri—kau bisa lihat
belokannya di sana,
di sebelah utara. Dia melingkari ujung utara Marish, bergabung dengan jalan
lintasan tinggi dari Jembatan di atas Stock. Tapi itu bermil-mil di luar arah
kita. Kita bisa menghemat seperempat jarak kalau kita berjalan mengikuti garis
lurus ke arah Ferry dari tempat kita berdiri."
"Potong jalan
menimbulkan penundaan lama," debat Pippin. "Pedalaman di sini kasar
sekali, ada tanah berlumpur dan segala macam kesulitan di daerah Marish—aku
kenal wilayah ini. Dan kalau kau cemas berpapasan dengan para Penunggang Hitam,
menurutku bertemu mereka di jalan sama saja dengan bertemu di hutan atau padang rumput."
"Lebih sulit
menemukan orang di dalam hutan atau di padang,"
jawab Frodo. "Dan kalau orang menduga kita berada di jalan, ada
kemungkinan kita akan dicari di jalan, bukan di luarnya."
"Baiklah!" kata
Pippin. "Aku akan mengikutimu ke setiap tanah berlumpur dan parit. Tapi
akan sulit sekah ! Aku sudah berharap melewati Persinggahan Emas di Stock
sebelum gelap. Di situ ada bir paling enak di seluruh Wilayah Timur. Sudah lama
aku tidak mencicipinya."
"Jadilah kalau
begitu," kata Frodo. "Mengambil jalan pintas bisa-bisa malah
menghambat, tapi tempat-tempat minum bakal lebih menghambat lagi. Pokoknya kau
tidak boleh dekat-dekat Persinggahan Emas. Kita mesti sampai di Bucklebury
sebelum gelap. Bagaimana menurutmu, Sam?"
"Aku akan mendampingi
Anda, Mr. Frodo," kata Sam (meski dalam hati ia merasa kecewa dan menyesal
tidak bisa mencicipi bir terbaik di Wilayah Timur).
"Kalau begitu, jika
kita mesti susah payah melewati tanah berlumpur dan semak-semak berduri, ayo
berangkat sekarang!" kata Pippin.
Cuaca sudah hampir sama panasnya seperti kemarin; tapi awan-awan mulai
muncul dari sebelah Barat. Kelihatannya sangat mungkin hujan akan turun. Para hobbit berjuang menuruni sebuah tebing hijau, dan
meloncat ke dalam pepohonan lebat di bawah. Jalur yang mereka pilih itu
meninggalkan Woodhall di sebelah kiri, dan memotong miring melewati hutan yang
bergerombol sepanjang sisi timur bukit, sampai mencapai tanah datar di
seberang. Setelah itu mereka bisa berjalan lurus ke arah Ferry, melewati daerah
terbuka, kecuali beberapa parit dan pagar. Frodo memperkirakan garis lurus yang
harus mereka lalui panjangnya delapan belas mil.
Segera ia menyadari bahwa
semak-semak itu lebih rapat dan lebih kusut daripada kelihatannya. Tak ada
jalan di dalam belukar, dan mereka tak bisa maju dengan cepat. Ketika sudah
berjuang keras untuk mencapai dasar tebing, mereka menemukan sebuah sungai
mengalir tunin dari bukit-bukit di belakang, ke dalam dasar yang sangat dalam,
dengan tepi-tepi curam yang licin dan dipenuhi tanaman berduri. Sungai itu
memotong garis arah yang sudah mereka pilih. Mereka tak bisa melompatinya,
maupun menyeberanginya, tanpa menjadi basah kuyup, tergores-gores, dan
berlumpur. Mereka berhenti, bertanya-tanya apa yang harus dilakukan.
"Hambatan pertama!" kata Pippin sambil tersenyum murung.
Sam Gamgee menoleh ke
belakang. Melalui bukaan di antara pepohonan, ia melihat sekilas puncak tebing
hijau yang telah mereka turuni.
"Lihat!"
katanya, mencengkeram tangan Frodo. Mereka semua memandang, dan di punggung
tebing jauh di atas mereka, berlatar belakang Ian-it, berdiri seekor kuda. Di
sampingnya membungkuk sebuah sosok hitam.
Seketika mereka
membatalkan gagasan untuk kembali. Frodo memimpin jalan, dan terjun cepat ke
dalam belukar rapat di sisi sungai. "Waduh!" katanya pada Pippin.
"Kita berdua benar! Jalan pintas itu malah membuat masalah; tapi kita
berhasil bersembunyi tepat pada waktunya. Pendengaranmu tajam, Sam; bisakah kau
mendengar sesuatu datang?"
Mereka berdiri diam,
hampir menahan napas sambil mendengarkan; tapi tidak terdengar bunyi
pengejaran. "Rasanya dia tidak akan berani mencoba membawa kudanya
menuruni tebing itu," kata Sam. "Tapi kukira dia tahu kita
menuruninya. Sebaiknya kita melanjutkan perjalanan."
Meneruskan berjalan sama
sekali tidak mudah. Ransel-ransel harus dibawa, dan semak-semak belukar enggan
membiarkan mereka lewat. Mereka terpotong dari aliran angin oleh punggung bukit
di belakang; udara pengap dan diam. Ketika akhirnya berhasil menerobos jalan
sampai ke wilayah yang lebih terbuka, mereka sudah kepanasan, lelah, dan
tergores-gores, dan sudah tidak yakin akan arah yang mereka ambil.
Tebing-tebing sungai mulai menurun, saat aliran airnya mencapai tanah datar dan
menjadi lebih lebar dan dangkal, mengalir menuju Marish dan Sungai Besar.
"Wah, ini kan Stock-brook!"
kata Pippin. "Kalau ingin mencoba kembali ke arah yang benar, kita harus
menyeberangi sungai ini segera dan berjalan ke arah kanan."
Mereka menyeberangi sungai
itu, bergegas melewati daerah terbuka yang tak berpohon dan ditumbuhi rush di
sisi seberangnya. Setelah itu mereka sampai ke serumpun pepohonan: sebagian
besar pohon ek tinggi, dengan pohon elm- atau asli di sana-sini. Tanahnya cukup
datar, dan hanya sedikit belukar, tapi pepohonan terlalu rapat, sehingga mereka
tak bisa melihat jauh ke depan. Dedaunan tertiup ke atas oleh embusan angin
mendadak, dan bercak-bercak hujan mulai turun dari langit yang mendung. Lalu
angin mereda dan hujan turun deras. Mereka berjalan dengan susah payah secepat
mungkin, melewati bidang-bidang rumput dan timbunan daun-daun tua; di sekitar
mereka hujan turun rintik-rintik. Mereka tidak berbicara, tapi sering menoleh
ke belakang, dan ke kiri-kanan.
Setelah setengah jam,
Pippin berkata, "Kuharap kita tidak terlalu banyak membelok ke arah
selatan, dan tidak berjalan ke arah panjang hutan ini! Hutan ini tidak terlalu
besar, dan seharusnya kita sudah melewatinya sekarang."
"Tak ada gunanya
mulai berjalan berliku-liku," kata Frodo. "Itu tidak akan memperbaiki
keadaan. Biarlah kita terus berjalan seperti sejak tadi! Aku belum berani
keluar ke daerah terbuka."
Mereka terus berjalan sepanjang kira-kira dua mil. Lalu matahari bersinar
lagi dari balik awan-awan, dan hujan mereda. Sekarang sudah lewat tengah hari,
dan mereka merasa sudah saatnya makan siang. Mereka berhenti di bawah pohon
elm: dedaunannya masih lebat, walau sudah mulai menguning, dan tanah di kakinya
lumayan kering dan teduh. Ketika menyiapkan makanan, baru mereka sadar bahwa
kaum Peri sudah mengisi botol-botol mereka dengan minuman jernih berwarna pucat
keemasan: aromanya seperti madu dari bermacam kembang, dan ternyata sangat
menyegarkan. Tak lama kemudian, mereka sudah tertawa-tawa dan menceklikkan jari
kepada hujan, dan kepada para Penunggang Hitam. Beberapa mil terakhir rasanya
akan segera selesai ditempuh.
Frodo bersandar ke batang
pohon, dan memejamkan mata. Sam dan Pippin duduk di dekatnya, dan mereka mulai
bersenandung, lalu bernyanyi perlahan:
Ho! Ho! Ho! Kepada botol aku pergi
Membenamkan sedih dan menyembuhkan hati.
Hujan boleh turun, angin pun berembus,
Masih jauh jarak yang harus ditembus,
Tapi di bawah pohon tinggi aku berbaring,
Membiarkan awan-awan lewat beriring.
Ho! Ho! Ho! mereka mulai
lagi lebih keras. Tapi tiba-tiba mereka berhenti. Frodo melompat berdiri.
Sebuah raungan panjang datang menunggang angin, seperti teriakan makhluk jahat
dan kesepian. Raungan itu naik-turun, dan berakhir pada nada tinggi tajam.
Sementara mereka duduk dan berdiri, seolah membeku mendadak, raungan itu
dibalas teriakan lain, lebih lemah dan jauh, tapi tak kurang mengerikan. Lain
menyusul keheningan yang dipatahkan hanya oleh bunyi angin di dedaunan.
"Apa itu
menurutmu?" tanya Pippin akhirnya, berusaha berbicara ringan, tapi agak
gemetar. "Kalau itu burung, belum pernah aku mendengar yang seperti itu di
Shire."
"Itu bukan burung
atau binatang," kata Frodo. "Itu panggilan, atau tanda-ada kata-kata
dalam teriakan itu, meski aku tak bisa menangkapnya. Tapi tidak ada hobbit yang
mempunyai suara semacam itu."
Mereka tidak membahasnya
lagi. Mereka semua memikirkan para Penunggang Hitam itu, tapi tidak
membicarakannya. Kini mereka enggan untuk tetap tinggal maupun berjalan terus;
tapi cepat atau lambat mereka harus menyeberangi pedalaman terbuka untuk ke
Ferry, dan sebaiknya mereka pergi segera, selagi masih terang. Dalam sekejap
mereka sudah memanggul ransel dan berangkat.
Tak lama kemudian, hutan mendadak berakhir. Padang-padang rumput luas
terhampar di depan mereka. Sekarang baru terlihat bahwa sebenarnya mereka sudah
terlalu banyak membelok ke selatan. Jauh di sana, di seberang dataran rendah, tampak
sekilas bukit rendah Bucklebury di seberang Sungai, tapi kini bukit itu ada di
sebelah kiri mereka. Sambil merangkak perlahan dari balik pepohonan, mereka
berjalan secepat mungkin melintasi wilayah terbuka itu.
Mulanya mereka merasa
takut; karena jauh dari perlindungan hutan. Jauh di belakang sana tampak tempat tinggi di mana mereka tadi
sarapan. Frodo setengah menduga akan melihat di kejauhan sosok kecil pengendara
kuda di atas punggung bukit, berlatar belakang langit; tapi tak ada tanda-tanda
sama sekali. Matahari yang melepaskan diri dari awan-awan yang memecah, sambil
turun ke arah bukit-bukit yang telah mereka tinggalkan, kini bersinar terang
kembali. Rasa takut hilang dari hati mereka, meski perasaan kurang nyaman itu
masih ada. Tetapi lingkungan sekitar semakin lama semakin jinak dan teratur.
Tak lama kemudian, mereka sampai di ladang-ladang yang terawat baik dan padang rumput: ada
pagar-pagar dan gerbang, serta bendungan-bendungan untuk pengairan. Semuanya
tampak tenang dan damai, pemandangan khas di Shire. Semangat mereka semakin
membesar seiring setiap langkah. Garis Sungai semakin dekat, dan para
Penunggang Hitam mulai tampak seperti hantu-hantu hutan yang sekarang sudah
tertinggal jauh di belakang.
Mereka melewati ping,-Iran ladang
lobak yang luas, dan sampai ke sebuah gerbang kokoh. Sesudah gerbang terdapat
jalan penuh jejak roda yang diapit pagar-pagar tanaman rendah yang teratur
rapi, menuju segerombolan pohon di kejauhan. Pippin berhenti.
"Aku kenal ladang dan
gerbang ini!" katanya. "Ini Bamfurlong; tanah Maggot tua si petani.
Itu tempat pertaniannya di sana,
di pepohonan itu."
"Masalah datang
susul-menyusul!" kata Frodo; ia tampak sangat gelisah, seolah Pippin
mengumumkan bahwa jalan itu celah menuju sarang naga. Yang lain memandangnya
dengan heran.
"Apa yang salah
dengan si Maggot tua?" tanya Pippin. "Dia berteman baik dengan semua
kaum Brandybuck. Memang dia menakutkan bagi orang-orang yang melanggar
wilayahnya, dan dia memelihara anjing-anjing galak-tapi bagaimanapun penduduk
di sini lebih dekat ke perbatasan, dan perlu lebih waspada."
"Aku tahu," kata
Frodo. Lalu ia menambahkan dengan tawa malu-malu, "Tapi pokoknya aku takut
padanya dan anjing-anjingnya. Aku sudah bertahun-tahun menghindari
pertaniannya. Dia pernah menangkapku beberapa kali, ketika aku masuk tanpa izin
untuk mengambil jamur, sewaktu aku masih remaja di Brandy Hall. Pada kesempatan
terakhir, dia memukulku, lalu membawaku dan menunjukkanku pada
anjing-anjingnya. 'Lihat, anak-anak,' katanya, 'lain kali, kalau bajingan kecil
ini menginjak tanahku, kalian boleh makan dia. Sekarang usir dia!' Mereka
mengejarku sepanjang jalan, sampai ke Ferry. Aku tak pernah lupa
ketakutanku—meski kelihatannya hewan-hewan itu tahu betul tugas mereka dan
tidak akan benar-benar menyentuhku."
Pippin tertawa.
"Well, sudah saatnya kau memperbaikinya. Terutama bila kau kembali tinggal
di Buckland. Maggot sebenarnya baik-kalau kau tidak menyentuh jamurnya. Mari
kita masuk ke jalan ini, supaya kita tidak melanggar wilayahnya. Kalau kita
bertemu dengannya, aku yang akan bicara. Dia teman Merry, dan aku sering datang
ke sini bersamanya."
Mereka menyususuri jalan itu, sampai melihat atap jerami sebuah rumah besar
dan bangunan-bangunan pertanian mengintip dari antara pohon-pohon di depan.
Para Maggot dan Puddifoot dari Stock, dan kebanyakan penduduk Marish, tinggal
di rumah-rumah; tempat pertanian Maggot dibangun dari bata kokoh dan mempunyai
tembok tinggi di sekelilingnya. Ada
gerbang kayu lebar membuka dari tembok ke jalan.
Mendadak, ketika mereka
semakin dekat, terdengar salakan dan gonggongan mengerikan, dan sebuah suara
nyaring berteriak, "Grip! Fang! Wolf! Ayo, anak-anak!"
Frodo dan Sam langsung
berhenti, tapi Pippin maju beberapa langkah. Gerbang terbuka dan tiga anjing
besar menghambur ke jalan, berlari ke arah rombongan mereka, sambil
menggonggong galak. Mereka tidak memperhatikan Pippin, tapi Sam mengerut ke
dinding, sementara dua anjing yang mirip serigala mengendus-endusnya curiga,
dan menggertaknya kalau ia bergerak. Yang paling besar dan galak di antara
ketiganya berhenti di depan Frodo sambil menggeram, bulu-bulunya meremang.
Melalui gerbang muncul
seorang hobbit lebar gemuk dengan wajah bulat merah. "Halo! Halo! Siapa
kalian, dan apa yang kalian perlukan?" tanyanya.
"Selamat siang, Mr.
Maggot!" kata Pippin.
Petani itu mengamatinya
lebih cermat. "Wah, ternyata Master Pippin—Mr. Peregrin Took, mestinya
kukatakan!" serunya, kerutan dahinya berubah menjadi senyuman. "Sudah
lama sekali aku tidak melihatmu. Untung aku kenal kau. Aku baru saja akan
menyuruh anjingku menyerang pendatang asing. Banyak hal aneh terjadi belakangan
ini. Kadang-kadang ada orang-orang aneh berkeliaran di wilayah ini. Terlalu
dekat ke Sungai," katanya sambil menggelengkan kepala. "Tapi ini
orang paling aneh yang pernah kulihat. Dia tidak bakal melintasi tanahku tanpa
izin untuk kedua kalinya, tidak kalau aku bisa menghalanginya."
"Orang apa maksud
Anda?" tanya Pippin.
"Kalau begitu, kalian
tidak melihatnya?" kata petani itu. "Dia menuju jalan lintasan tinggi
belum lama ini. Orang aneh dan menanyakan Pertanyaan-pertanyaan aneh. Tapi
mungkin kalian sebaiknya masuk saja, kita bisa bertukar berita dengan lebih
nyaman. Aku punya bir bagus, kalau kau dan teman-temanmu berkenan, Mr. Took."
Jelas tampak bahwa petani
itu man menceritakan lebih banyak, kalau mereka membiarkannya, maka mereka
semua menerima ajakannya. "Bagaimana dengan anjing-anjing?" tanya
Frodo cemas.
Petani itu tertawa.
"Mereka tidak akan menyakitimu—kecuali aku menyuruh mereka. Sini, Grip!
Fang! Duduk!" serunya. "Duduk!
Wolf!" Dengan lega
Sam dan Frodo melihat anjing-anjing itu pergi dan membiarkan mereka bebas.
Pippin memperkenalkan
kedua temannya pada petani itu. "Mr. Frodo Baggins," katanya.
"Mungkin Anda tidak ingat dia, tapi dulu dia tinggal di Brandy Hall."
Mendengar nama Baggins, petani itu tampak terkejut dan melirik tajam ke. Frodo.
Sejenak Frodo menyangka ia ingat lagi tentang jamur-jamurnya yang dulu dicuri,
dan anjing-anjing akan disuruh mengusirnya. Tapi Petani Maggot justru memegang
tangan Frodo.
"Wah, bukankah ini
semakin aneh?" serunya. "Mr. Baggins, bukan? Masuklah! Kita harus
bicara."
Mereka masuk ke dapur si
petani, dan duduk di dekat perapian lebar. Mrs. Maggot mengeluarkan bir dalam
kendi besar dan mengisi empat mug besar. Bir buatannya enak sekali, dan Pippin
merasa kekecewaannya karena tidak mampir ke Persinggahan Emas terobati Sam
meneguk birnya dengan curiga. Pada dasarnya ia tidak mempercayai penduduk di
bagian-bagian lain Shire; dan ia juga tak bisa cepat bersahabat dengan orang
yang pernah memukul majikannya, biarpun itu sudah lama berlalu.
Setelah beberapa komentar
tentang cuaca dan masa depan pertanian (yang tidak lebih jelek dari biasanya),
Petani Maggot meletakkan mug-nya dan memandang mereka masing-masing bergantian.
"Jadi, Mr.
Peregrin," katanya, "dari mana dan ke mana kau akan pergi? Apakah kau
datang untuk menjengukku? Sebab, kalau memang begitu, kau sudah melewati
gerbangku tanpa aku melihatmu."
"Well, tidak,"
jawab Pippin. "Sejujurnya, karena Anda sudah menduganya, kami masuk jalan
ini dari ujung sana:
kami datang melintasi ladang Anda. Tapi itu tanpa sengaja. Kami tersesat di
hutan, di sana
dekat Woodhall, saat mencoba memotong jalan ke Ferry."
"Kalau kalian
terburu-buru, sebenarnya lewat jalan akan lebih cepat," kata si petani.
"Tapi aku bukan cemas tentang itu. Kau kuizinkan melintasi tanahku, kalau
mau, Mr. Peregrin. Dan kau juga, Mr. Baggins—meski aku berani bilang kau masih
suka jamur." ia tertawa. "Oh ya, aku mengenali namamu. Aku ingat
waktu Frodo Baggins muda menjadi salah satu pemuda berandal paling hebat di
Buckland. Tapi bukan jamur yang kupikirkan. Aku baru saja mendengar nama
Baggins sebelum kau muncul. Kaupikir apa yang ditanyakan orang aneh itu
padaku?"
Dengan cemas mereka
menunggu petani itu melanjutkan ceritanya. "Well," lanjutnya, sengaja
berlama-lama dan menikmatinya, "dia datang menunggang kuda hitam, masuk ke
gerbang yang kebetulan terbuka dan langsung sampai ke pintuku. Dia sendiri
hitam, berjubah dan berkerudung, seolah tak ingin dikenali. 'Apa pula yang
diinginkannya di Shire?' pikirku dalam hati. Kami jarang melihat
Makhluk-Makhluk Besar di luar perbatasan, dan bagaimanapun aku belum pernah
mendengar tentang orang hitam semacam ini.
"'Selamat pagi! kataku
sambil mendekatinya. 'Jalan ini tidak ke mana-mana, dan ke mana pun tujuanmu,
jalan tercepat adalah kembali ke jalan besar.' Aku tidak menyukai
penampilannya; lalu Grip keluar, mengendusnya satu kali, dan langsung
mendengking seperti kena tusuk: dia menurunkan ekornya dan lari sambil meraung.
Orang hitam itu duduk diam saja.
"'Aku datang dari sana,' katanya, perlahan
dan kaku, sambil menunjuk ke arah barat, melewati ladangku, sialan. 'Kau
melihat Baggins?' dia bertanya dengan suara aneh, dan membungkuk ke arahku. Aku
tak bisa melihat wajahnya, karena tertutup kerudungnya; dan aku merasa
punggungku merinding. Tapi aku tidak mengerti, kenapa dia begitu berani
melintasi tanahku.
"'Pergilah!' kataku.
'Tidak ada Baggins di sini. Kau masuk di bagian Shire yang keliru. Sebaiknya
kau kembali ke Hobbiton-tapi kau bisa melewati jalan raya kali ini.'
"'Baggins sudah
pergi,' jawabnya berbisik. 'Dia akan datang. Dia tidak jauh dari sini. Aku
ingin bertemu dengannya. Kalau dia lewat, kau mau memberitahu aku? Aku akan kembali
membawa emas.'
"'Tidak, kau tidak
akan kembali kemari,' kataku. 'Kau akan kembali ke tempat asalmu, lebih cepat
lagi. Kuberi kau satu menit, sebelum kupanggil semua anjingku.'
"Dia mengeluarkan
semacam bunyi desis. Mungkin tertawa, mungkin juga tidak. Lalu dia memacu
kudanya ke arahku, dan aku melompat menghindar tepat pada waktunya. Aku
memanggil anjing-anjing, tapi dia membelok dan melaju melewati gerbang, dan
naik ke jalan lintas tinggi bagai kilatan halilintar. Bagaimana menurut kalian?"
Frodo duduk sejenak
menatap api, tapi yang ada dalam benaknya adalah bagaimana mereka bisa mencapai
Ferry. "Aku tidak tahu harus berpikir apa," katanya akhirnya.
"Kalau begitu,
izinkan aku memberi saran," kata Maggot. "Seharusnya kau jangan
bergaul dengan orang-orang Hobbiton, Mr. Frodo. Di sana banyak orang aneh." Sam bergerak di
kursinya, dan memandang petani itu dengan pandangan tidak ramah. "Tapi kau
memang Pemuda sembrono. Ketika kudengar kau meninggalkan keluarga Brandybuck
dan pergi ke Mr. Bilbo tua, aku sudah bilang kau akan menemui kesulitan.
Perhatikan omonganku, ini semua akibat kelakuan aneh Mr. Bilbo. Uangnya
diperolehnya dengan cara aneh di negeri asing, katanya. Mungkin ada yang ingin
tahu, apa yang terjadi dengan emas dan berlian yang ditanamnya di bukit di
Hobbiton, seperti yang kudengar?"
Frodo tidak mengatakan apa
pun: tebakan licin petani itu agak mengganggunya.
"Well, Mr.
Frodo," lanjut Maggot, "aku senang kau punya akal sehat untuk kembali
ke Buckland. Nasihatku adalah: tetaplah di sana! Dan jangan bergaul dengan orang-orang
aneh itu. Di sini kau akan punya teman. Kalau orang-orang hitam itu datang
mengejarmu lagi, biar aku yang menangani mereka. Akan kukatakan kau sudah mati,
atau meninggalkan Shire, atau apa pun yang kauinginkan. Dan mungkin omonganku
tidak salah; karena tampaknya Mr. Bilbo tualah yang mereka cari."
"Mungkin Anda
benar," kata Frodo, menghindari tatapan petani itu dan memandang api.
Maggot mengamatinya dengan
merenung. "Well, tampaknya kau punya gagasan-gagasan sendiri,"
katanya. "Bagiku jelas sekali bahwa bukan suatu kebetulan yang membuat kau
dan penunggang kuda itu datang ke sini pada siang yang sama; dan mungkin
beritaku sebenarnya bukan berita besar bagimu. Aku tidak minta kau menceritakan
sesuatu yang ingin kausimpan sendiri, tapi kulihat kau sedang dalam kesulitan.
Mungkin kau merasa tidak terlalu mudah pergi ke Ferry tanpa tertangkap?"
"Memang itulah yang
sedang kupikirkan," kata Frodo. "Tapi kami harus berusaha sampai ke sana; dan itu tidak akan
terjadi kalau kami cuma duduk berpikir. Jadi, aku khawatir kami harus
berangkat. Terima kasih banyak atas kebaikan hati Anda! Selama tiga puluh tahun
aku takut pada Anda dan anjing-anjing Anda, Petani Maggot, meski Anda mungkin
tertawa mendengarnya. Sayang sekali, karena selama ini aku kehilangan seorang
teman baik. Dan sekarang aku menyesal harus segera pergi. Tapi aku akan
kembali, mungkin, suatu hari-kalau ada kesempatan."
"Kau akan disambut
bila datang," kata Maggot. "Tapi sekarang aku ingin menawarkan.
Matahari hampir terbenam, dan kami akan makan malam, karena biasanya kami
langsung tidur setelah Matahari. Kalau kau dan Mr. Peregrin dan semuanya bisa
tinggal dan makan malam bersama kami, kami akan sangat senang!"
"Begitu pula
kami!" kata Frodo. "Tapi kami harus segera pergi. Sekarang saja sudah
mulai gelap, padahal kami belum sampai di Ferry."
"Ah! Tunggu dulu! Aku
baru hendak mengatakan: setelah sedikit makan malam, aku akan mengeluarkan
kereta kecil, dan akan kuantar kalian semua ke Ferry. Itu akan menghemat banyak
langkah kalian, dan mungkin juga menghindarkan kalian dari masalah lain."
Frodo menerima undangan
itu dengan bersyukur, sehingga Pippin dan Sam lega. Matahari sudah tenggelam di
belakang bukit-bukit barat, dan cahaya terangnya sudah redup. Dua putra Maggot
dan ketiga putrinya masuk, dan hidangan makan malam berlimpah disajikan di meja
besar. Dapur diterangi lilin-lilin, api di pendiangan dibesarkan. Mrs. Maggot
sibuk keluar-masuk. Satu-dua hobbit yang termasuk dalam rumah tangga pertanian
itu masuk. Dalam sekejap empat belas orang duduk makan. Bir berlimpah-limpah,
ada sebuah piring besar penuh jamur dan daging panggang, juga banyak makanan
pertanian yang lezat. Anjing-anjing berbaring dekat perapian, mengunyah kulit
dan memecah tulang.
Selesai makan, si petani
dan putra-putranya keluar membawa lentera dan menyiapkan kereta. Gelap sekali
di halaman, ketika tamu-tamu itu keluar. Mereka melemparkan ransel ke dalam
kereta, dan naik ke dalamnya. Si petani duduk di kursi kusir, dan memecut kedua
kudanya yang gagah. Istrinya berdiri dalam cahaya dari pintu yang terbuka.
"Jaga dirimu,
Maggot!" ia berteriak. "Jangan berdebat dengan orang asing, dan
langsung kembali!"
"Baik!" kata
Maggot, lalu ia melaju keluar dari gerbang. Tidak ada embusan angin; malam diam
dan tenang, dan hawa dingin. Mereka keluar tanpa lampu dan berjalan perlahan.
Setelah satu-dua mil jalan itu berakhir, melintasi pematang dalam, dan mendaki
tebing pendek menuju jalan lintas yang bertebing tinggi.
Maggot turun dan melihat
tajam ke dua arah, utara dan selatan, tapi tak ada yang terlihat dalam
kegelapan, dan tidak ada suara sama sekali dalam keheningan. Utas-utas tipis
kabut sungai menggantung di atas pematang, dan merangkak di atas ladang-ladang.
"Kabut akan semakin
tebal," kata Maggot, "tapi aku tidak akan menyalakan lenteraku sampai
aku kembali ke rumah. Kalau ada suara di jalan, kita akan mendengamya jauh
sebelum bertemu dengannya malam ini."
Dari jalan Maggot ke Ferry jaraknya lebih dari lima mil. Hobbit-hobbit itu menyelimuti diri,
tapi telinga mereka memperhatikan suara apa saja di atas bunyi deritan roda dan
derap perlahan kaki kuda. Frodo merasa kereta itu berjalan lebih lamban
daripada siput. Di sampingnya Pippin sudah mengangguk-angguk mengantuk, tapi
Sam menatap ke depan, ke dalam kabut yang sedang naik.
Akhirnya mereka mencapai
pintu masuk ke jalan Ferry. Tempat itu ditandai dengan dua tiang putih tinggi
yang tiba-tiba menjulang di sebelah kanan mereka. Petani Maggot menghentikan
kudanya, dan kereta berhenti dengan bunyi berderit. Ketika mereka hendak keluar
dari kereta, tiba-tiba terdengar suara yang sudah mereka takutkan: bunyi derap
kaki kuda di jalan di depan. Bunyi itu menuju ke arah mereka.
Maggot melompat turun dan
berdiri memegang kepala kuda-kuda, mengintai ke dalam keremangan. Klip-klop,
klip-klop bunyi penunggang yang semakin dekat. Derap kaki kuda itu terdengar
nyaring dalam keheningan udara yang berkabut.
"Sebaiknya Anda
bersembunyi, Mr. Frodo," kata Sam cemas. "Berbaringlah di kereta,
tutupi diri Anda dengan selimut, dan kami akan menangani penunggang ini!"
ia memanjat keluar dan berdiri di samping si petani. Penunggang Hitam itu harus
melindasnya bila ingin mendekati kereta.
Klop-klop, klop-klop.
Penunggang itu hampir sampai di dekat mereka.
"Halo!" teriak
Petani Maggot. Bunyi derap kuda yang menghampiri, berhenti mendadak. Mereka
merasa samar-samar bisa melihat bayangan sosok gelap berjubah di dalam kabut,
satu-dua meter di depan.
"Hei!" kata
petani itu, sambil melemparkan tali kekang kepada Sam dan melangkah maju. "Jangan
maju lagi selangkah pun! Apa yang kauinginkan, dan ke mana kau menuju?"
"Aku menginginkan Mr.
Baggins. Apa kau melihatnya?" kata sebuah suara teredam—tapi itu suara
Merry Brandybuck. Lentera gelap dibuka, dan cahayanya jatuh ke wajah sang
petani yang keheranan.
"Mr. Merry!"
teriaknya.
"Ya, tentu saja! Anda
kira siapa?" kata Merry sambil berjalan maju. Saat ia keluar dari kabut
dan ketakutan mereka hilang, sosok Merry mendadak kelihatan menyusut menjadi
ukuran hobbit biasa. Ia mengendarai seekor kuda, sehelai selendang melingkari leher dan bagian
atas dagunya, untuk menghalangi kabut.
Frodo meloncat keluar dari
kereta untuk menyalaminya. "Jadi, akhirnya kau datang!" kata Merry.
"Aku sudah mulai bertanya-tanya, apakah kau akan datang hari ini, dan aku
baru saja mau kembali untuk makan malam. Ketika cuaca mulai berkabut, aku
melintas dan naik kuda menuju Stock, untuk melihat apakah kalian jatuh ke dalam
parit. Tapi aku tak mengerti kalian lewat jalan mana. Di mana Anda menemukan
mereka, Mr. Maggot? Di kolam angsa Anda?"
"Tidak, aku menangkap
mereka memasuki tanahku tanpa izin,” kata si petani, "dan aku hampir
menyuruh anjing-anjingku menyerang mereka; tapi mereka akan menceritakan
seluruhnya padamu, aku yakin itu. Sekarang, maaf, Mr. Merry, Mr. Frodo, dan
semuanya, sebaiknya aku pulang. Mrs. Maggot akan cemas, apalagi malam berkabut
tebal begini."
Ia memundurkan keretanya
di jalan dan membalikkan arahnya. "Well, selamat malam semuanya,"
katanya. "Hari ini aneh sekali, betul-betul aneh. Tapi segala sesuatu yang
baik akan berakhir dengan baik pula; meski mungkin kita tak boleh mengatakan
begitu sebelum kita sampai di tujuan masing-masing. Kuakui, aku akan senang
kalau sudah sampai di rumahku." ia menyalakan lenteranya, dan naik ke atas
keretanya. Tiba-tiba ia mengeluarkan keranjang besar dari bawah tempat duduk.
"Hampir saja aku lupa," katanya. "Mrs. Maggot menyiapkan ini
untuk Mr. Baggins, beserta salamnya." ia menyerahkan keranjang itu dan
mulai melaju, diiringi paduan suara ucapan terima kasih dan selamat malam.
Mereka memperhatikan
lingkaran-lingkaran cahaya pucat di sekitar lenteranya, sampai lenyap ditelan
malam berkabut. Mendadak Frodo tertawa: dari keranjang tertutup yang
dipegangnya tercium aroma keharuman jamur.
0 komentar:
:ilovekaskus :iloveindonesia :kiss :maho
:najis :nosara :marah :berduka
:malu: :ngakak :repost: :repost2:
:sup2: :cendolbig :batabig :recsel
:takut :ngacir2: :shakehand2: :bingung
:cekpm :cd :hammer :peluk
:toast :hoax: :cystg :dp
:selamat :thumbup :2thumbup :angel
:matabelo :mewek: :request :babyboy:
:babyboy1: :babymaho :babyboy2: :babygirl
:sorry :kr: :travel :nohope
:kimpoi :ngacir: :ultah :salahkamar
:rate5 :cool :bola
by Pakto
:mewek2: :rate-5 :supermaho :4L4Y
:hoax2: :nyimak :hotrit :sungkem
:cektkp :hope :Pertamax :thxmomod
:laper :siul :2malu: :ngintip
:hny :cendolnya
by misterdarvus
:maintenis: :maintenis2: :soccer :devil
:kr2: :sunny
Posting Komentar