facebook

Minggu, 18 Januari 2015

tlotr buku 1 bab 5&6 (bukan untuk umum, bacaan pribadi)




BAB 5
KOMPLOTAN TERBONGKAR

            "Sekarang sebaiknya kita sendiri juga pulang," kata Merry. "Rasanya ada yang aneh tentang ini semua; tapi ini harus menunggu sampai kita masuk ke rumah."
            Mereka melangkah melewati jalan Ferry yang lurus dan terawat baik, dengan pinggiran bebatuan yang dikapur putih. Kira-kira seratus meter kemudian, mereka tiba di tepi sungai, di mana ada dermaga kayu lebar. Sebuah kapal feri datar besar tertambat di sampingnya. Tonggak-tonggak putih dekat tepi air berkilauan dalam cahaya dua buah lampu pada tiang-tiang tinggi. Di belakang mereka, kabut di ladang-ladang datar sekarang sudah melayang di atas pagar-pagar; tapi air di depan mereka gelap, dengan hanya beberapa untai nap keriting di antara rumput-rumput ilalang di tepinya. Kelihatannya di seberang sana kabut lebih tipis.

            Merry menuntun kudanya melewati jembatan ke atas feri, dan yang lainnya menyusul. Merry kemudian mendorong feri itu perlahan dengan tongkat panjang. Sungai Brandywine mengalir perlahan dan lebar di depan mereka. Di tepi sebelah sana tebingnya curam, dan sebuah jalan mendaki berkelok-kelok dari dermaganya. Lampu-lampu berkelip di sana. Di belakang menjulang Bukit Buck; dan dari situ, melalui selubung kabut sana-sini, banyak jendela bundar menyala, kuning dan merah. Itulah jendela-jendela Brandy Hall, tempat tinggal zaman kuno kaum Brandybuck.

Lama berselang Gorhendad Oldbuck, kepala keluarga Oldbuck, salah satu yang tertua di Marish atau bahkan di Shire, menyeberangi sungai yang dulu menjadi perbatasan tanah sebelah timur. Ia membangun (dan menggali) Brandy Hall, mengganti namanya menjadi Brandybuck, dan menetap serta kelak menjadi pemimpin dari sebuah negeri kecil yang merdeka. Keluarganya terus berkembang, bahkan setelah ia meninggal, sampai Brandy Hall memenuhi seluruh bukit rendah itu, dan mempunyai tiga pintu depan besar, banyak pintu samping, dan sekitar seratus jendela. Kaum Brandybuck dan para pengikut mereka yang tak, terhitung banyaknya lalu mulai menggali liang, dan di kemudian hari membangun di seluruh penjuru. Itulah asal-muasal Buckland, sebuah petak berpenduduk padat di antara sungai dengan Old Forest, semacam koloni dari Shire. Desanya yang terbesar adalah Bucklebury, bergerombol di tebing dan lereng di belakang Brandy Hall.
            Orang-orang di Marish bergaul akrab dengan kaum Buckland, dan wibawa Penguasa Hall (sebutan untuk kepala keluarga Brandybuck) masih diakui petani-petani antara Stock dan Rushey. Tapi kebanyakan orang Shire lama menganggap kaum Buckland agak aneh, bahkan setengah asing. Meski sebenarnya mereka tidak jauh berbeda dengan hobbit-hobbit lain dari Keempat Wilayah. Kecuali dalam satu hal: mereka senang perahu, dan beberapa di antara mereka bisa berenang.
            Tanah mereka pada mulanya tidak terlindung dari Timur; tapi pada sisi itu mereka telah membuat pagar tanaman: High Hay. Sudah bergenerasi-generasi yang lain mereka menanamnya; sekarang pagar itu tebal dan tinggi, karena selalu dirawat. Ia membentang mulai dari Jembatan Brandywine, membelok dalam lingkaran besar menjauh dari sungai, ke Haysend (di mana Withywindle mengalir keluar dari hutan, masuk ke Brandywine): lebih dari dua puluh mil dari ujung ke ujung. Tapi tentu saja itu bukan perlindungan yang sempurna. Di banyak tempat, hutan tumbuh rapat dengan pagar itu. Kaum Buckland mengunci pintu mereka setelah gelap, dan itu juga hal yang tidak biasa di Shire.

            Kapal feri itu bergerak perlahan di atas air. Pantai Buckland semakin dekat. Sam satu-satunya anggota rombongan yang belum pernah menyeberangi sungai itu. Suatu perasaan aneh merambati dirinya ketika aliran perlahan sungai mendeguk melewatinya; kehidupannya yang lama tertinggal di belakang, di dalam kabut, dan petualangan gelap terhampar di depan. Ia menggaruk kepalanya, dan sesaat ia menyesali kenapa Mr. Frodo tidak tetap tinggal dengan tenang di Bag End.
            Keempat hobbit itu turun dari feri. Merry menambatkannya, dan pippin sudah menuntun kuda mendaki jalan setapak, ketika Sam (yang terus menoleh ke belakang, seolah parrot kepada Shire) berkata dengan bisikan parau, "Lihat ke belakang, Mr. Frodo! Apa Anda melihat sesuatu?"
            Di atas dermaga jauh di sana, di bawah lampu-lampu, mereka bisa melihat suatu sosok: tampaknya seperti buntalan hitam gelap yang tertinggal. Tapi ketika mereka menatapnya, ia kelihatan bergerak dan bergoyang ke sana kemari, seolah mencari jejak di tanah. Lalu ia merangkak, atau pergi sambil membungkuk, kembali ke dalam keremangan di luar cahaya lampu-lampu.
            "Apa pula itu?" seru Merry.
            "Sesuatu yang mengejar kami," kata Frodo. "Tapi jangan banyak tanya dulu sekarang! Mari kita segera pergi!" Mereka bergegas mendaki jalan ke puncak tebing, tapi ketika mereka menoleh ke belakang, pantai seberang terselubung kabut, dan tak ada yang tampak.
            "Untungnya kau tidak menyimpan perahu di tebing barat!" kata Frodo. "Apa kuda bisa menyeberangi sungai?"
            "Mereka bisa berjalan dua puluh mil ke Jembatan Brandywine atau mereka bisa berenang," jawab Merry. "Meski aku belum pernah mendengar ada kuda berenang di Brandywine. Tapi apa hubungannya kuda dengan ini?"
            "Nanti akan kuceritakan. Mari kita masuk ke dalam, lalu barulah kita bicara."
            "Baiklah! Kau dan Pippin tahu jalan; jadi aku akan jalan lebih dulu dan memberitahu Fatty Bolger bahwa kau akan datang. Kami akan menyiapkan makan malam dan sebagainya."
            "Kami sudah makan malam dengan Petani Maggot," kata Frodo, "tapi kami masih bisa makan lagi."
            "Baiklah! Berikan keranjang itu!" kata Merry, lalu ia melaju di depan, memasuki kegelapan.

Dari Brandywine ke rumah Frodo yang baru di Crickhollow masih cukup jauh jaraknya. Mereka melewati Bukit Buck dan Brandy Hall di sebelah kiri mereka, dan di pinggiran Bucklebury mereka bertemu jalan raya dari Buckland yang menjalar ke selatan dari Jembatan. Setengah mil ke arah utara menyusuri jalan ini, mereka sampai ke suatu jalan di sebelah kanan. Mereka mengikuti jalan itu beberapa mil, mendaki naik-turun, masuk ke pedalaman.
            Akhirnya mereka tiba di sebuah gerbang sempit dalam sebuah pagar tebal. Tak ada yang bisa dilihat dari rumah itu dalam kegelapan: ia berdiri jauh dari jalan, di tengah halaman rumput berupa lingkaran besar, dikelilingi lajur pohon-pohon rendah di sebelah dalam pagar luar. Frodo memilihnya karena berada di sudut negeri yang jauh dari mana-mana, dan tidak ada human lain di dekatnya. Orang bisa keluar-masuk tanpa terlihat. Rumah itu sudah lama dibangun oleh kaum Brandybuck, untuk digunakan para tamu atau anggota keluarga yang ingin istirahat sementara dari kehidupan ramai di Brandy Hall. Rumah itu kuno, dan sedapat mungkin dibuat menyerupai liang tempat tinggal hobbit: panjang dan rendah, tanpa tingkat; atapnya dari lempeng tanah, jendela bundar, dan pintu bundar lebar.
            Saat mereka menapaki jalan setapak hijau dari gerbang, tidak tampak cahaya sama sekali; jendela-jendela gelap dan tertutup. Frodo mengetuk pintu, dan Fatty Bolger membukanya. Cahaya yang ramah memancar keluar. Mereka menyelinap masuk dengan cepat, dan mengurung diri sendiri serta cahaya di dalam. Mereka berada di dalam sebuah balairung, dengan pintu pada kedua sisinya; di depan mereka sebuah selasar mengarah ke belakang, melewati tengah rumah.
            "Bagaimana menurutmu?" tanya Merry yang datang dari selasar. "Kami sudah berupaya keras membuatnya tampak seperti rumah tinggal dalam waktu singkat. Bagaimanapun, Fatty dan aku baru kemarin sampai di sini dengan muatan kereta terakhir."
            Frodo melihat sekeliling. Memang tampak seperti rumah. Banyak benda kesukaannya—atau barang-barang Bilbo (barang-barang itu sangat mengingatkannya pada Bilbo)-sudah disusun semirip mungkin dengan susunan di Bag End. Tempat itu nyaman, menyenangkan, dan terasa hangat menyambut; dan Frodo berharap ia benar-benar datang ke sini untuk menetap dengan tenteram. Rasanya tidak adil sudah menyusahkan teman-temannya; ia bertanya lagi dalam hati, bagaimana harus menyampaikan pada mereka bahwa ia harus segera pergi lagi. Namun ia terpaksa mesti berpamitan, sebelum mereka semua pergi tidur.
            "Sangat menyenangkan!" katanya memaksakan diri. "Rasanya tidak seperti pindah rumah."
            Mereka menggantungkan jubah dan menumpuk ransel di lantai. Merry menuntun mereka melewati selasar, dan membuka pintu di ujung terjauh. Nyala api keluar, berikut embusan uap.            '
            "Air mandi!" seru Pippin. "Bagus sekali, Meriadoc!"
            “Siapa yang masuk lebih dulu?" tanya Frodo. "Yang paling tua dulu, atau yang paling cepat? Bagaimanapun, kau akan menjadi yang terakhir, Master Peregrin."
            "Percayalah, aku bisa mengaturnya dengan lebih baik!" kata Merry. "Kita tidak bisa mulai hidup di Crickhollow dengan bertengkar tentang mandi. Di ruangan itu ada tiga bak mandi dan satu teko penuh air mendidih. Juga ada handuk, keset, dan sabun. Masuklah, dan cepatlah mandi!"
            Merry dan Fatty masuk ke dapur yang ada di ujung lain selasar itu, dan menyibukkan diri dengan persiapan-persiapan terakhir untuk makan malam. Potongan-potongan lagu terdengar saling bersaing dari kamar mandi, bercampur dengan bunyi kecipak air dan gelak tawa. Suara Pippin tiba-tiba terdengar lebih keras dari yang lain, ketika menyanyikan salah satu lagu mandi kesukaan Bilbo.
           
Ayo nyanyi, nyanyi sambil mandi,
mandi Air Panas di penghujung hari!
Sintinglah dia yang tak mau bernyanyi:
mandi Air Panas bukankah enak sekali!

Oh! Manisnva titik rintik air hujan,
dan sungai yang melompat dari bukit ke hutan;
api mandi Air Panas jelas lebih nyaman
kepulan asapnya menyegarkan badan.

Oh! Air dingin bolehlah dituang
ke tenggorokan haus dan kita pun senang;
tapi minum Bir tentu lebih nikmat,
dan mandi Air Panas 'tuk mengusir penat.

Oh! Air jernih yang melompat menari
di bawah langit meliak-liuk tinggi;
tapi mandi Air Panas sungguh tak tertandingi
alirannya hangat di sela jari-jari kaki!

            Ada bunyi cemplungan hebat, dan teriakan Hai! dari Frodo. Kelihatannya air mandi Pippin banyak meniru air mancur dan melompat tinggi.
            Merry mendekati pintu. "Bagaimana kalau makan dan menuang bir ke tenggorokan?" serunya. Frodo keluar sambil mengeringkan rambutnya.
            "Begitu banyak air beterbangan, jadi aku man ke dapur saja untuk menyelesaikan mandiku," kata Frodo.
            "Wah-wah!" kata Merry, sambil melihat ke dalam. Lantai batu terendam air. "Kau harus mengepel lantai itu, Peregrin. Kalau tidak, kau tidak boleh makan," katanya. "Cepatlah, atau kami tidak akan menunggumu.'

Mereka makan malam di dapur, di meja dekat perapian. "Kukira kalian bertiga tidak man makan jamur lagi," kata Fredegar tanpa banyak harapan.
            "Ya, kami mau makan jamur," seru Pippin.
            "Itu punyaku!" kata Frodo. "Diberikan padaku oleh Mrs. Maggot, ratu di antara istri-istri petani. Singkirkan tanganmu yang serakah, biar aku yang membagi-bagikannya."
            Hobbit sangat suka jamur, bahkan melebihi kerakusan Makhluk Besar sekalipun. Itu sebabnya dulu Frodo suka berpetualang ke ladang-ladang tersohor di Marish, dan itu pula sebabnya Maggot merasa sangat dirugikan. Tapi pada kesempatan ini jamurnya cukup banyak untuk mereka semua, bahkan menurut ukuran hobbit sekalipun. Banyak hidangan lain menyusul, dan saat mereka selesai, bahkan Fatty Bolger menarik napas puas.- Mereka mendorong meja dan menempatkan kursi-kursi di sekeliling api.
            "Nanti saja beres-beresnya," kata Merry. "Sekarang ceritakan semuanya! Kuduga kalian mengalami petualangan, yang sebenarnya tidak adil bila tanpa aku. Aku ingin cerita lengkap; dan terutama aku ingin tahu ada apa dengan Maggot tua, dan mengapa dia bicara seperti itu padaku. Dia hampir-hampir seperti ketakutan, kalau itu mungkin."
            "Kami semua ketakutan," kata Pippin setelah hening sejenak, sementara Frodo memandangi api dan tidak berbicara. "Kau pun pasti begitu, kalau kau dikejar selama dua hari oleh para Penunggang Hitam."
            "Siapa mereka?"
            "Sosok-sosok hitam menunggang kuda hitam," jawab Pippin. "Kalau Frodo tidak man bicara, aku akan menceritakan semuanya dari awal." Lalu ia membeberkan kisah lengkap perjalanan mereka, . sejak saat mereka berangkat dari Hobbiton. Sam mengangguk-angguk dan berseru memberi dukungan sesekali. Frodo tetap diam.
            "Aku pasti akan menyangka kalian cuma mengada-ada," kata Merry, "kalau aku tidak melihat sosok hitam di dermaga itu-dan mendengar nada aneh dalam suara Maggot. Menurutmu ada apa sebenarnya, Frodo?"
            "Sepupu Frodo terus menutup mulut," kata Pippin. "Tapi sudah saatnya dia membuka diri. Sejauh ini kami hanya tahu berdasarkan tebakan Petani Maggot bahwa semua ini ada hubungannya dengan harta Bilbo."
            "Itu hanya dugaan," kata Frodo cepat. "Maggot tidak tahu apa pun."
            "Maggot tua itu cerdik sekali," kata Merry. "Dia punya banyak akal yang tidak dia tunjukkan di balik wajahnya yang bundar itu. Kudengar dulu dia sering masuk ke Old Forest, dan kabarnya dia tahu banyak hal aneh. Tapi setidaknya kau bisa menceritakan pada kami, Frodo, apakah menurutmu dugaannya benar atau salah."
            "Kupikir," jawab Frodo perlahan, "dugaannya benar, sejauh itu. Ada hubungannya dengan petualangan Bilbo di masa lalu, dan para Penunggang itu sedang mencari, atau lebih tepatnya nienehisuri, dia atau aku. Aku juga khawatir bahwa ini bukan mainmain, dan bahwa aku tidak aman di sini atau di mana pun." ia memandang ke dinding-dinding dan jendela, seolah takut tiba-tiba mereka runtuh. Yang lain menatapnya dalam diarn, dan saling bertukar pandang penuh arti.
            "Sebentar lagi dia pasti bicara," bisik Pippin pada Merry. Merry mengangguk.
            "Well!" kata Frodo akhirnya; ia menegakkan punggung, seolah sudah mengambil keputusan. "Aku tak bisa menutupinya lagi. Aku harus menceritakan sesuatu pada kalian semua. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus memulainya."
            "Kurasa aku bisa menolongmu," kata Merry tenang, "dengan menceritakan sebagian."
            "Apa maksudmu?" kata Frodo, memandang Merry dengan cemas.
            "Hanya ini, Frodo yang baik: kau sedih, karena kau tidak tahu bagaimana harus pamit. Kau sudah berniat meninggalkan Shire, tentu. Tapi bahaya lebih cepat datang daripada yang kaukira, dan kini kau memutuskan untuk segera pergi. Walau kau sebenarnya tak ingin. Kami kasihan padamu."
            Frodo membuka mulutnya, dan menutupnya lagi. Ekspresi keheranannya begitu lucu, sampai mereka semua tertawa. "Frodo yang baik!" kata Pippin. "Kaupikir kau bisa mengelabui kami semua? Kau kurang hati-hati atau kurang cerdik untuk itu! Jelas sekali selama ini kau sudah mengucapkan selamat tinggal pada semua tempat yang sering kaukunjungi sepanjang tahun ini sejak April. Kami sering sekali mendengarmu menggumam, 'Apa aku akan pernah memandang ke dalam lembah itu lagi,' dan hal-hal semacamnya. Dan kau pura-pura sudah kehabisan uang, hingga menjual Bag End tersayang pada keluarga Sackville-Baggins! Dan semua pembicaraan seriusmu itu dengan Gandalf."
            "Ya ampun!" kata Frodo. "Kupikir aku sudah cukup hati-hati dan pintar. Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan Gandalf. Kalau begitu, apakah seluruh Shire membahas kepergianku?"
            "Oh, tidak!" kata Merry. "Jangan khawatir tentang itu! Tentu saja rahasianya tak bisa ditutupi lama-lama, tapi saat ini yang tahu hanya komplotan kami, kukira. Bagaimanapun, kau harus ingat bahwa kami kenal baik denganmu, dan sering bersamamu. Kami biasanya bisa menduga apa yang kaupikirkan. Aku juga kenal Bilbo. Sejujurnya, aku sudah memperhatikanmu dengan cermat sejak Bilbo pergi. Aku sudah menduga, cepat atau lambat kau akan menyusulnya; bahkan aku menyangka kau akan pergi lebih cepat, dan akhir-akhir ini kami sudah sangat cemas. Kami takut kau akan memperdaya kami, dan mendadak pergi sendirian seperti Bilbo. Sejak musim semi ini kami membuka mata lebar-lebar, dan membuat rencana-rencana sendiri juga. Kau tidak bisa semudah itu melarikan diri!"
            "Tapi aku harus pergi," kata Frodo. "Mau tak mau, kawan-kawan yang baik. Memang sangat menyedihkan bagi kita semua, tapi tak ada gunanya mencoba menahanku di sini. Karena kalian sudah bisa menduga sejauh ini, tolonglah aku dan jangan halangi aku!"
            "Kau tidak mengerti!" kata Pippin. "Kau hams pergi, dan karenanya kami juga. Merry dan aku akan ikut bersamamu. Sam memang bisa diandalkan; dia pasti rela melompat ke dalam mulut buaya demi menyelamatkanmu, kalau dia tidak tersandung kakinya sendiri; tapi kau perlu lebih dari satu pendamping dalam petualanganmu yang penuh bahaya."
            "Hobbit-hobbit-ku tersayang!" kata Frodo dengan terharu. "Aku tak bisa mengizinkan itu. Aku sudah lama memutuskan hal ini. Kau berbicara tentang bahaya, tapi kau tidak mengerti. Ini bukan pencarian harta, bukan perjalanan ke sana lalu kembali. Aku berlari dari bahaya mematikan, masuk ke bahaya maut lain."
            "Tentu saja kami mengerti," kata Merry tegas. "Itulah sebabnya kami memutuskan untuk ikut. Kami tahu Cincin itu bukan soal mainmain, tapi kami akan berupaya sebaik mungkin untuk membantumu melawan Musuh."
            "Cincin!" kata Frodo, sekarang benar-benar kaget.
            "Ya, Cincin," kata Merry. "Hobbit-ku yang baik, kau tidak memperkirakan rasa ipgin tahu kawan-kawanmu. Aku sudah tahu keberadaan Cincin itu selama bertahun-tahun-sebelum Bilbo pergi bahkan; tapi karena kelihatannya dia menganggap itu rahasia, aku menyimpan pengetahuan itu untuk diriku sendiri, sampai kami membentuk komplotan. Tentu aku tidak kenal Bilbo sebaik aku kenal kau; aku terlalu muda, dan dia juga lebih hati-hati-tapi tidak cukup hati-hati. Kalau kau ingin tahu bagaimana aku mula-mula tahu tentang cincin itu, akan kuceritakan."
            "Ceritakanlah!" kata Frodo lemah.
            "Keluarga Sackville-Baggins-lah yang menimbulkan kejatuhannya, seperti mungkin sudah kauduga. Suatu hari, setahun sebelum Pesta, kebetulan aku sedang berjalan-jalan ketika kulihat Bilbo di depanku. Tiba-tiba di kejauhan keluarga S.-B.s muncul, berjalan ke arah kami. Bilbo memperlambat langkahnya, lalu... hai, presto! Dia lenyap. Aku begitu kaget, sampai hampir tak bisa berpikir untuk menyembunyikan diri dengan cara yang lebih wajar; maka aku menerobos pagar tanaman, dan berjalan sepanjang ladang sebelah dalam. Aku mengintip ke jalan, setelah keluarga S.-B.s lewat, dan memandang lurus ke Bilbo ketika dia mendadak muncul lagi. Aku menangkap sekilas kilatan emas saat dia memasukkan sesuatu ke dalam sakunya.
            "Setelah itu aku terus mengawasinya. Kuakui, aku memata-matainya. Tapi peristiwa itu memang sangat membuatku penasaran, dan aku masih remaja waktu itu. Pasti aku satu-satunya orang di Shire, selain kau, Frodo, yang pernah melihat buku rahasia si tua itu."
            "Kau sudah membaca bukunya?" seru Frodo. "Ya ampun! Apakah tidak ada yang aman?"
            "Tidak terlalu aman, menurutku," kata Merry. "Tapi aku hanya melihat sekilas, dan itu sulit sekali. Dia tak pernah membiarkan bukunya tergeletak di sembarang tempat. Aku ingin tahu, apa yang terjadi dengan buku itu. Aku ingin sekali melihatnya lagi. Apakah ada padamu, Frodo?"
            "Tidak. Buku itu tidak ada di Bag End. Pasti dia membawanya pergi."
            "Well, seperti kataku tadi," lanjut Merry, "aku menyimpan pengetahuanku untuk diriku sendiri, sampai saat musim Semi ini, ketika keadaan mulai gawat. Saat itu kami membentuk komplotan kami; dan karena kami serius sekali dan benar-benar mau menanganinya, maka kami tidak terlalu hati-hati dan cermat. Kau bukan teka-teki yang mudah ditebak, apalagi Gandalf. Tapi kalau kau mau diperkenalkan pada detektif utama kami, aku bisa menunjukkannya."
            "Di mana dia?" kata Frodo, melihat sekeliling, seolah berharap melihat sosok bertopeng dan menyeramkan muncul dari dalam lemari.
            "Maju ke depan, Sam!" kata Merry, dan Sam berdiri dengan wajah merah sampai ke telinganya. "Inilah sumber informasi kami! Dan dia mengumpulkan banyak sekali informasi, sebelum akhirnya tertangkap. Setelah itu, dia kelihatannya menganggap dirinya dalam pembebasan bersyarat, dan dia diam saja."
            "Sam!" seru Frodo, merasa tak bisa lebih kaget lagi, dan tidak tahu apakah ia merasa marah, geli, lega, atau hanya bodoh.
            "Ya, Sir!" kata Sam. "Minta maaf, Sir! Tapi aku bukan bermaksud jahat terhadap Anda, Mr. Frodo, maupun pada Mr. Gandalf. Dia punya akal sehat, camkan itu; dan ketika Anda bilang akan pergi sendirian, dia bilang tidak! bawalah seseorang yang bisa kaurpercayai."
            "Tapi kelihatannya aku tak bisa mempercayai siapa pun," kata Frodo.
            Sam memandangnya dengan sedih. "Itu semua tergantung apa yang kauinginkan," tambah Merry. "Kau bisa mempercayai kami untuk mendampingimu dalam semua kesulitan—sampai akhir yang pahit. Dan kau bisa mempercayai kami untuk menyimpan rahasiamu yang mana pun lebih rapat daripada kau sendiri bisa menyimpannya. Tapi kau tak bisa menyuruh kami membiarkanmu menghadapi masalahmu sendirian, dan pergi tanpa kabar. Kami sahabat-sahabatmu, Frodo. Bagaimanapun: begitulah. Kami sudah tahu sebagian besar dari apa yang diceritakan Gandalf padamu. Kami tahu cukup banyak tentang Cincin itu. Kami sangat takut, tapi kami akan mendampingimu; atau mengikutimu seperti anjing pemburu."
            "Dan bagaimanapun, Sir," tambah Sam, "Anda seharusnya mengikuti nasihat para Peri. Gildor mengatakan Anda harus mengajak mereka yang man ikut, dan aku tidak bisa Anda bantah."
            "Aku tidak membantahnya," kata Frodo, sambil memandang Sam yang sekarang nyengir. "Aku tidak membantahnya, tapi aku tidak akan pernah percaya lagi bahwa kau sedang tidur, meski kau mendengkur atau tidak. Aku akan menendangmu dengan keras, agar yakin.
            "Kalian sekelompok bajingan penipu!" katanya kepada yang lainnya. "Tapi terpujilah kalian!" tawanya sambil bangkit berdiri dan mengibaskan tan-an. "Aku menyerah. Aku akan mengikuti nasihat Gildor. Seandainya bahaya ini tidak begitu gelap, aku akan menari-nari kegirangan. Bagaimanapun, man tak man aku merasa bahagia; lebih bahagia daripada yang sudah lama kurasakan. Aku sudah ketakutan menghadapi sore ini."
            "Bagus! Sudah diputuskan. Tiga kali sorak-sorai untuk Kapten Frodo dan rombongannya!" teriak mereka; lalu mereka menari-nari mengitarinya. Merry dan Pippin memulai suatu nyanyian, yang rupanya Sudah mereka siapkan untuk kesempatan itu.
            Lagunya menuruti langgam lagu kurcaci yang dulu mengawali petualangan Bilbo, dan mengikuti irama yang sama:

Selamat tinggal rumah dan perapian!
Meski angin berembus dan turun hujan,
Kita harus pergi sebelum fajar
Jauh sekali lewat gunung dan hutan.

Ke Rivendell, tempat Peri
Di lapangan bawah bukit-bukit tinggi.
Lewat padang dan semak kami melaju,
Lalu ke mana kami tak tahu lagi.

Menerobos hutan, menyeberangi ngarai,
Di bawah langit ranjang kami,
Sampai kerja keras kami usai,
Perjalanan kami berakhir; urusan selesai.

Kami harus pergi! Kami harus pergi!
Kami melaju sebelum fajar pagi!

            "Bagus sekali!" kata Frodo. "Tapi kalau begitu banyak yang harus kita lakukan sebelum tidur—di bawah atap, setidaknya malam ini."
            "Oh! Itu kan hanya puisi!" kata Pippin. "Apa kau benar-benar berniat berangkat sebelum fajar?"
            "Aku tidak tahu," jawab Frodo. "Aku takut pada para Penunggang Hitam itu, dan aku yakin tidak aman bila terlalu lama tetap di satu tempat, terutama kalau orang-orang sudah tahu aku akan datang ke sana. Gildor juga menasihatiku agar tidak menunggu. Tapi aku ingin sekali bertemu Gandalf. Kulihat Gildor juga resah ketika tahu Gandalf belum datang. Sebenarnya tergantung dua hal. Seberapa cepat para Penunggang itu bisa sampai di Bucklebury? Dan seberapa cepat kita bisa berangkat? Itu memerlukan persiapan besar."
            "Jawaban untuk pertanyaan kedua," kata Merry, "adalah kita bisa berangkat dalam waktu satu jam. Aku sudah menyiapkan semuanya. Ada enam kuda di kandang di seberang padang; persediaan makanan dan perbekalan sudah dikemas, kecuali beberapa pakaian ekstra, dan makanan yang tidak tahan lama."
            "Rupanya komplotan kalian sangat efisien," kata Frodo. "Tapi bagaimana dengan Penunggang Hitam? Apakah aman bila kita menunggu Gandalf satu hari?"
            "Itu tergantung apa yang menurutmu akan dilakukan para Penunggang Hitam kalau mereka menemukanmu di sini," jawab Merry. "Mereka mungkin sudah sampai di sini sekarang, kalau tidak dihentikan di Gerbang Utara, di mana High Hay terbentang sampai ke tebing sungai, di sisi sebelah sini Jembatan. Para penjaga gerbang tidak akan membiarkan mereka masuk di malam hari, meski mungkin mereka akan berusaha mendobrak pagar itu. Bahkan kurasa siang hari pun para penjaga akan mencoba mencegah orang-orang itu masuk, setidaknya sampai mereka telah memberitahu Penguasa Hall-mereka pasti tidak menyukai penampilan para Penunggang itu, dan pasti ketakutan melihat mereka. Tapi tentu saja Buckland tidak bakal bisa menolak serangan gencar untuk waktu lama. Dan mungkin saja di pagi hari mereka akan membiarkan masuk seorang Penunggang Hitam yang datang menanyakan Mr. Baggins. Sudah banyak yang tahu bahwa kau akan datang untuk tinggal di Crickhollow."

Frodo duduk merenung beberapa saat. "Aku sudah mengambil keputusan," akhirnya ia berkata. "Aku akan berangkat besok, begitu hari terang. Tapi aku tidak akan melewati jalan: lebih aman menunggu di sini daripada berada di jalan. Kalau aku pergi melalui Gerbang Utara, kepergianku dari Buckland akan segera ketahuan, padahal mestinya bisa dirahasiakan selama beberapa hari. Terlebih lagi, Jembatan dan Jalan Timur dekat perbatasan pasti akan diawasi, entah ada Penunggang yang masuk ke Buckland atau tidak. Kita tidak tahu berapa Penunggang yang ada; tapi setidaknya ada dua, dan mungkin lebih. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah pergi ke arah yang sangat tak terduga."
            "Tapi itu berarti masuk ke Old Forest!" kata Fredegar ketakutan. "Kau tidak berniat melakukan itu, kan? Itu sama berbahayanya dengan Penunggang Hitam."
            "Tidak persis sama," kata Merry. "Kedengarannya memang nekat sekali, tapi aku yakin Frodo benar. Itu satu-satunya jalan untuk berangkat tanpa segera dikuntit. Kalau beruntung, kita bisa cukup jauh mendahului mereka."
            "Tapi kau tidak akan beruntung di dalam Old Forest," bantah Fredegar. "Tidak ada yang pernah beruntung di dalam sana. Kau akan tersesat. Orang-orang tidak berani masuk ke sana."
            "Oh, mereka masuk!" kata Merry. "Para Brandybuck sering masuk bila sedang ingin. Kami punya jalan masuk pribadi. Frodo pernah masuk, sudah lama sekali. Aku juga pernah masuk beberapa kali; biasanya siang hari, tentu, bila pepohonan sedang mengantuk dan suasananya cukup tenang."
            "Well, lakukanlah yang terbaik menurutmu!" kata Fredegar. "Aku lebih takut pada Old Forest daripada apa pun: cerita-cerita tentangnya seperti mimpi buruk; tapi suaraku tidak bisa masuk hitungan, karma aku tidak akan ikut dalam perjalanan. Meski begitu, aku sangat senang masih ada yang tinggal, untuk menceritakan pada Gandalf apa yang kalian lakukan, kalau dia datang; dan aku yakin tak lama lagi dia akan datang.
            Meski Fatty Bolger sangat menyayangi Frodo, ia tak ingin meninggalkan Shire, juga tak ingin melihat apa yang ada di luarnya. Keluarganya berasal dari Wilayah Timur, dari Budgeford di Bridgefields sebenarnya, tapi ia belum pernah melintasi Jembatan Brandywine. Tugasnya, sesuai rencana semula komplotan itu, adalah tetap tinggal di sana untuk menangani orang-orang yang ingin tahu, dan untuk selama mungkin berpura-pura bahwa Mr. Baggins masih tinggal di Crickhollow. Ia bahkan membawa beberapa pakaian lama Frodo untuk membantunya memainkan peran itu. Mereka sama sekali tak menduga peran itu akan terbukti sangat berbahaya.
            "Bagus!" kata Frodo setelah memahami rencana mereka. "Kalau tidak, kita tak bisa meninggalkan pesan untuk Gandalf. Aku tidak tahu apakah para Penunggang ini bisa membaca atau tidak, tapi aku tidak akan berani mengambil risiko meninggalkan pesan tertulis, seandainya mereka masuk dan menggeledah rumah ini. Tapi kalau Fatty bersedia mempertahankan benteng, dan aku bisa yakin Gandalf tahu ke mana kita pergi, aku jadi lebih mantap. Aku akan masuk Old Forest besok pagi-pagi."
            "Yah, begitulah," kata Pippin. "Secara keseluruhan, aku lebih senang mendapat tugas kami daripada togas Fatty menunggu di sini sampai Penunggang Hitam datang."
            "Tunggu sampai kau sudah jauh masuk ke dalam Forest," kata Fredegar, "besok, sebelum jam ini, kau akan berharap masih bersamaku di sini."
            "Tak ada gunanya berdebat tentang itu," kata Merry. "Kita masih harus beres-beres dan mengepak, sebelum tidur. Aku akan membangunkan kalian semua sebelum fajar."

Ketika akhirnya ia berbaring di ranjang, Frodo tak bisa tidur untuk beberapa lama. Kakinya sakit. Ia senang besok akan naik kuda. Akhirnya ia tenggelam dalam mimpi samar-samar, di mana ia seperti sedang memandang dari jendela di atas lautan gelap pepohonan kusut. Di bawah sana, di antara akar-akar, ada bunyi makhluk-makhluk yang merangkak dan mengendus-endus. Ia merasa cepat atau lambat mereka akan mengendusnva.
            Lalu ia mendengar suara di kejauhan. Mula-mula ia mengira itu suara angin keras yang berembus di atas dedaunan hutan. Lalu ia tahu itu bukan bunyi dedaunan, tetapi bunyi Laut nun jauh di sana; bunyi yang belum pernah didengarnya dalam keadaan terjaga, meski bunyi itu Bering mengganggu mimpinya. Mendadak ia menyadari bahwa ia berada di ruang terbuka. Tak ada pohon lama sekali. Ia berada di padang rumput liar yang gelap, dan ada ban asin yang aneh di udara. Ketika menengadah, ia melihat di hadapannya sebuah menara tinggi putih menjulang sendiri di punggung sebuah bukit tinggi. Dalam dirinya muncul hasrat yang sangat besar untuk memanjat menara itu dan melihat Laut. Ia mulai berjuang mendaki bukit, menuju menara: tapi mendadak seberkas cahaya muncul di langit, dan terdengar bunyi halilintar.


BAB 6
OLD FOREST

Frodo terbangun tiba-tiba. Di dalam ruangan masih gelap. Merry berdiri dengan satu lilin di tangannya, dan menggedor pintu dengan tangan satunya. "Baik! Ada apa?" kata Frodo, masih gemetar dan bingung.
            "Ada apa!" seru Merry. "Sudah waktunya bangun. Sudah jam setengah lima, dan kabut tebal sekali. Ayo! Sam sedang menyiapkan sarapan. Pippin juga sudah bangun. Aku baru saja akan memasang pelana pada kuda-kuda, dan mengambil kuda pengangkut barang. Bangunkan si pemalas Fatty! Setidaknya dia harus bangun dan mengantar kita berangkat."
            Tak lama setelah jam enam, para hobbit sudah siap berangkat. Fatty Bolger masih menguap. Mereka keluar diam-diam dari rumah. Merry berjalan di depan, menuntun kuda, menyusuri jalan setapak yang melalui pepohonan di belakang rumah, lalu memotong melintasi beberapa ladang. Dedaunan berkilauan di pohon-pohon, dan setiap rantingnya meneteskan embun; rumput pun kelabu tertutup embun. Suasana sepi, bunyi-bunyi di kejauhan terdengar dekat dan jelas: unggas yang berceloteh di halaman, seseorang yang menutup pintu rumah di kejauhan. t
            Kuda-kuda pony ada di kandang mereka; hewan-hewan kecil kuat dari jenis yang disukai kaum hobbit: tidak cepat, tapi cocok untuk bekerja sepanjang hari. Mereka menaiki kuda-kuda, dan tak lama kemudian sudah melaju pergi dalam kabut, yang seolah tersingkap enggan di depan, dan menutup kembali dengan menyeramkan di belakang. Setelah menunggang kuda lebih dari satu jam, lambat dan tanpa berbicara, mereka melihat High Hay menjulang di depan, tinggi dan ditutupi sarang labah-labah keperakan.
            "Bagaimana kita bisa melewati ini?" tanya Fredegar.
            "Ikuti aku!" kata Merry, "dan kau akan lihat" ia membelok ke kiri sepanjang High Hay; dengan segera mereka tiba di tempat pagar itu membelok ke dalam, menelusuri bibir suatu lembah. Ada sebuah bukaan pada jarak tertentu dari High Hay, menurun lembut ke dalam tanah. Pada sisinya ada tembok bata yang semakin meninggi, tiba-tiba membentuk lengkungan dan terowongan di bawahnya, yang masuk jauh ke bawah High Hay dan keluar di cekungan di seberang.
            Di sini Fatty Bolger berhenti. "Selamat jalan, Frodo!" katanya. "Seandainya saja kau tidak masuk ke Forest. Kuharap kau tidak perlu diselamatkan sebelum hart ini berakhir. Mudah-mudahan kau berhasil sekarang dan setiap hari!"
            "Aku beruntung kalau di depanku tidak ada rintangan yang lebih buruk daripada Old Forest," kata Frodo. "Katakan pada Gandalf untuk bergegas melewati Jalan Timur: kami akan segera lewat jalan itu lagi, dan akan berjalan secepat mungkin."
            "Selamat tinggal!" teriak mereka, lalu melaju menuruni tebing dan menghilang dari pandangan Fredegar, masuk ke dalam terowongan.
            Di sana gelap dan lembap. Ujung seberang terowongan ditutupi     "' pintu dari jeruji besi kokoh. Merry turun dan membuka kunci gerbang, menutupnya lagi setelah mereka semua lewat. Pintu tertutup den-an bunyi gemerincing dan kuncinya terceklik. Suara itu terdengar mengancam.
            "Nah!" kata Merry. "Kau sudah meninggalkan Shire, dan sekarang berada di luar, di pinggir Old Forest."
            "Apakah cerita-cerita tentang hutan itu benar?" tanya Pippin.
            "Aku tidak tahu cerita mana yang kaumaksud," jawab Merry. "Kalau maksudmu cerita-cerita khayal mengerikan yang biasa didengar Fatty dari pengasuhnya, maka menurutku tidak. Setidaknya aku tidak percaya. Tapi hutan ini memang ganjil. Segala sesuatu di dalamnya sangat hidup, lebih sadar tentang apa yang terjadi, daripada segala sesuatu di Shire. Dan pohon-pohon di sana tidak menyukai orang asing. Mereka suka mengawasi. Mereka biasanya puas hanya memperhatikan kita, selama hari masih terang, dan tidak berbuat banyak. Sesekali pohon yang paling tidak ramah suka menjatuhkan dahan, atau menjulurkan akar, atau menggapai kita dengan sulur panjang. Tapi di malam hari keadaan bisa sangat menakutkan, atau begitulah kata orang-orang. Aku baru sekali-dua kali masuk ke sini setelah gelap, itu pun hanya dekat pagar. Aku merasa semua pohon saling berbisik, meneruskan berita-berita dan rencana-rencana dalam bahasa yang tak bisa dipahami; dahan-dahan bergoyang dan meraba-raba tanpa ada angin. Kabarnya pohon-pohon itu benar-benar bisa bergerak, mengepung mereka. Bahkan sebenarnya lama berselang mereka pernah menyerang High Hay: mereka datang dan menanamkan diri persis di sampingnya, dan bersandar menutupinya. Tapi para hobbit datang menebang ratusan pohon, membuat api unggun besar di Forest, dan membakar seluruh tanah sepanjang satu petak di sebelah timur High Hay. Setelah itu pepohonan tidak menyerang lagi, tapi mereka menjadi tidak ramah. Masih ada ruang kosong luas tak jauh dari tempat api unggun dulu dinyalakan."
            "Apakah hanya pohon-pohon yang berbahaya?" tanya Pippin.
            "Ada banyak makhluk aneh yang tinggal jauh di dalam Forest, dan di pinggiran seberang sana," kata Merry, "atau setidaknya begitulah yang kudengar; tapi aku belum pernah melihat satu pun dari mereka. Tapi ada yang membuat jalan di sini. Setiap kita masuk, pasti kita akan menemukan jejak jalan terbuka; tapi kelihatannya jalan itu berubah-ubah dan berpindah dari waktu ke waktu dengan cara yang aneh. Tak jauh dad terowongan ada-atau pernah ada untuk waktu lama-awal suatu jalan lebar menuju Lapangan Api Unggun, lalu kurang-lebih ke arah yang kita tuju, ke timur dan agak ke utara. Itulah jalan yang akan kucoba cari."

Sekarang para hobbit meninggalkan mulut terowongan dan menunggang kuda melintasi lembah luas. Di seberang ada jejak jalan samar-samar menuju dataran Forest, seratus meter lebih di luar High Hay; tapi jalan itu menghilang begitu mereka sampai ke bawah pepohonan. Ketika menoleh ke belakang, mereka bisa melihat garis gelap High Hay melalui batang-batang pohon yang sudah rapat di sekeliling mereka. Di depan sana mereka hanya bisa melihat batang-batang pohon dalam beragam ukuran dan bentuk: lurus atau bengkok, terpelintir, condong gemuk atau ramping, licin atau kasar dan bercabang-cabang; semua batang tampak hijau oleh lumut dan tanaman lebat yang berlendir.
            Hanya Merry yang kelihatan agak riang. "Kau sebaiknya memimpin dan menemukan jalan itu," kata Frodo kepadanya. "Jangan sampai kita saling kehilangan, atau lupa arah letak High Hay!"
            Mereka memilih sebuah jalan di antara pepohonan, kuda-kuda melangkah lamban dan susah payah, dengan hati-hati menghindari akar-akar yang menggeliat dan saling berjalin. Tak ada semak-semak. Tanah semakin menanjak, dan ketika mereka berjalan maju, rasanya pohon-pohon semakin tinggi, gelap, dan rapat. Tak ada suara, kecuali bunyi tetesan air yang sesekali jatuh di antara dedaunan yang tidak bergerak. Untuk sementara tidak ada bisikan atau gerakan di antara dahan-dahan; tapi ada perasaan tidak nyaman di hati mereka, perasaan bahwa mereka sedang diperhatikan dengan rasa tak suka, yang meningkat menjadi tak senang dan bahkan benci. Perasaan itu semakin berkembang, sampai mereka sering menengok cepat atau menoleh ke belakang, seolah merasa akan dipukul tiba-tiba.
            Masih belum ada tanda-tanda mereka akan menemukan jalan itu, dan pepohonan seolah-olah selalu merintangi. Pippin mendadak tak tahan lagi, dan sekonyong-konyong ia mengeluarkan teriakan. "Hoi! Hoi!" teriaknya. "Aku tidak akan melakukan apa pun. Biarkan aku lewat, tolong!"
            Yang lain berhenti dengan kaget; tapi teriakan itu seolah teredam tirai tebal. Tak ada gema atau jawaban, meski hutan terasa semakin penuh sesak dan lebih waspada daripada sebelumnya.
            "Aku tidak bakal berteriak, kalau aku jadi kau," kata Merry. "Itu malah lebih berakibat buruk daripada baik."
            Frodo mulai bertanya-tanya, apakah mungkin menemukan jalan tembus, dan apakah ia telah bertindak benar dengan mengajak yang lain masuk ke hutan mengerikan ini. Merry memandang sekelilingnya, kelihatannya sudah tidak yakin mesti mengambil arah mana. Pippin memperhatikannya. "Belum apa-apa kau sudah membuat kita tersesat," katanya. Tapi tepat pada saat itu Merry mengeluarkan siulan penuh kelegaan dan menunjuk ke depan.
            "Nah, nah!" katanya. "Memang pohon-pohon ini suka berpindah tempat. Itu Lapangan Api Unggun di depan kita (begitulah kuharap), tapi jalan ke sana kelihatannya sudah pindah!"

Cahaya semakin terang saat mereka berjalan maju. Tiba-tiba mereka sudah keluar dari pepohonan, dan sudah berada di suatu tempat luas berbentuk lingkaran. Langit terbentang di atas, kebiruan dan kejernihannya membuat mereka tercengang, karena di bawah atap Forest mereka tak bisa melihat pagi yang merebak dan kabut yang sirna. Namun matahari masih belum cukup tinggi untuk menyinari tempat terbuka itu, meski cahayanya menyentuh puncak-puncak pohon. Daun-daun tampak lebih tebal dan hijau di tepi-tepi lapangan, mengurungnya dengan dinding yang hampir padat. Tidak ada pohon tumbuh di sana, hanya rumput kasar dan banyak tanaman tinggi: cemara beracun yang layu berbatang ramping dan wood-parsley, fire-weed yang menyemai menjadi abu halus, dan jelatang serta widuri yang menjalar. Tempat yang suram, tapi tampak seperti kebun yang menarik dan ceria dibandingkan dengan Forest yang menyesakkan.
            Semangat para hobbit kembali bangkit, dan mereka menengadah penuh harap pada cahaya pagi di langit. Di seberang lapangan ada celah di dinding pepohonan, dan sebuah jalan setapak tampak jelas di baliknya. Mereka bisa melihatnya menjulur masuk ke hutan, lebar di beberapa tempat dan terbuka di atasnya, meski sesekali pepohonan merapat dan menggelapkannya dengan cabang-cabang mereka. Mereka masih mendaki sedikit, tapi sekarang mereka berjalan lebih cepat, dan dengan hati lebih ringan, karena sepertinya Forest sudah mengalah, dan akhirnya bersedia membiarkan mereka melewatinya tanpa rintangan.
            Tapi, setelah beberapa saat, udara mulai panas dan pengap. Pepohonan mulai merapat lagi di kedua sisi, dan mereka tak bisa lagi melihat jauh ke depan. Sekarang kebencian hutan itu terasa lebih kuat lagi menekan mereka. Begitu sepi suasana sekitar, sampai-sampai bunyi langkah kaki kuda yang gemersik pada dedaunan kering, dan kadang-kadang tersandung akar tersembunyi, seolah menggelegar di telinga. Frodo mencoba menyanyi untuk menyemangati mereka, tapi suaranya teredam menjadi gumaman.

Oh! Pengembara di negeri gelap
jangan putus asa! Sebab meski gelap dan senyap,
hutan ini 'kan berakhir juga,
matahari bersinar seperti semula:
terbenam matahari, terbit matahari,
penghujung hari, atau awal hari.
Timur atau barat, semua hutan 'kan berakhir...

            Berakhir-ketika Frodo mengucapkan kata itu, suaranya menghilang dalam kesunyian. Udara terasa berat, dan menyusun kata-kata terasa melelahkan. Tepat di belakang mereka sebuah dahan besar jatuh dengan keras ke jalan, dari pohon tua yang sudah bungkuk. Pohon-pohon lainnya seakan merapat di depan mereka.
            "Mereka tidak suka mendengar tentang hutan yang berakhir itu," kata Merry. "Sebaiknya tidak menyanyi lagi sekarang. Tunggu sampai kita keluar di ujung seberang, baru kita menoleh dan memberikan paduan suara yang membangkitkan semangat!"
            Ia berbicara dengan riang, sama sekali tidak tampak cemas. Yang lain tidak menjawab. Mereka merasa tertekan. Beban berat terasa makin menindih hati Frodo, dan setiap mengambil langkah maju, ia menyesal sudah berani menantang ancaman pohon-pohon ini. Ia baru saja hendak berhenti dan mengusulkan untuk kembali (kalau itu masih mungkin), ketika keadaan mendadak berubah. Jalan setapak itu berhenti mendaki, dan untuk beberapa saat menjadi agak datar. Pepohonan yang gelap agak merenggang, dan di depan sana mereka bisa melihat jalan itu hampir lurus ke depan. Di depan mereka, tapi masih agak jauh, ada puncak bukit hijau tak berpohon, muncul bagai kepala botak dari hutan yang mengitarinya. Jalan itu tampaknya langsung menuju ke sana.

Sekarang mereka bergegas maju lagi, senang membayangkan akan keluar sejenak di atas atap Forest. Jalan menurun, lalu mendaki lagi, akhirnya menuntun mereka ke kaki lereng bukit yang curam. Di sana jalan itu meninggalkan pepohonan dan menghilang ke dalam tanah kering. Hutan berdiri mengelilingi bukit, seperti rambut tebal yang dengan tajam berakhir membentuk lingkaran, mengelilingi puncak kepala yang gundul.
            Para hobbit menuntun kuda mereka naik, melingkar-lingkar ke atas, sampai mencapai puncak. Di sana mereka berdiri memandang sekeliling. Udara cerah dan matahari bersinar, tapi agak berkabut, dan mereka tak bisa melihat terlalu jauh. Di dekat mereka kabut hampir hilang, meski di sana-sini masih menggantung di cekungan hutan; di sebelah selatan mereka, dari suatu lipatan dalam yang memotong seluruh Forest, kabut masih naik seperti uap atau untaian asap putih.
            "Itu," kata Merry, sambil menunjuk dengan tangannya, "itu garis Withywindle. Dia keluar dari Downs dan mengalir ke barat daya, melewati tengah Forest untuk bergabung dengan Brandywine di bawah Haysend. Kita tidak mau ke arah sana! Kabarnya lembah Withywindle adalah bagian paling aneh di seluruh hutan-pusat dari semua keanehan."
            Yang lainnya memandang ke arah yang ditunjuk Merry, tapi mereka hanya bisa melihat kabut di atas lembah yang dalam dan lembap; di seberangnya, bagian selatan Forest menghilang dari pandangan.
            Matahari sekarang mulai panas di atas puncak bukit. Saat itu pasti sekitar jam sebelas, tapi kabut musim gugur masih menghalangi mereka untuk bisa melihat banyak ke arah-arah lain. Di barat, mereka tak bisa melihat garis High Hay maupun lembah Brandywine di seberangnya. Ke arah utara, ke mana mereka memandang penuh harap, tak terlihat apa pun yang mungkin merupakan garis Jalan Timur yang besar, yang sedang mereka tuju. Mereka berada di suatu pulau di antara lautan pepohonan, dan cakrawala terselubung.
            Di sisi tenggara tanah turun dengan curam, seolah-olah lereng bukit berlanjut jauh ke bawah pepohonan, seperti pantai kepulauan yang sebenarnya merupakan sisi gunung yang muncul dari air dalam. Mereka duduk di pinggiran rumput dan memandang hutan di bawah, sambil makan siang. Ketika matahari naik dan tengah hari lewat, jauh di timur mereka melihat garis-garis kelabu kehijauan Downs yang terletak di seberang Old Forest pada sisi itu. Pemandangan ini sangat menggembirakan mereka; rasanya menyenangkan melihat sesuatu di luar batas hutan, meski mereka tidak bermaksud pergi ke arah itu, kalau bisa: wilayah Barrow-downs dalam legenda-legenda hobbit terkenal sama menakutkannya seperti Forest.

Akhirnya mereka memutuskan melanjutkan perjalanan. Jalan yang membawa mereka ke bukit muncul kembali di sisi utara; tapi belum lama mereka menyusurinya, jalan itu semakin membelok ke kanan. Dengan segera jalan itu sudah menurun cepat, dan mereka menduga ia menuju lembah Withywindle: sama sekali bukan arah yang ingin mereka tuju. Setelah berdiskusi sebentar, mereka memutuskan meninggalkan jalan yang menyesatkan itu, dan pergi ke arah utara; meski mereka tak bisa melihatnya dari atas puncak bukit, Jalan tersebut pasti terletak di arah sana, dan pasti tidak terlalu jauh lagi. Lagi pula ke arah utara, dan ke kiri jalan, tanah kelihatan lebih kering dan lebih terbuka, mendaki ke lereng-lereng yang pepohonannya lebih jarang, di mana cemara-cemara menggantikan pohon-pohon A dan asli dan pohon-pohon aneh lain yang tak bernama di bagian hutan yang padat.
            Mulanya pilihan mereka tampak bagus: Mereka maju dengan kecepatan lumayan, tapi setiap kali bisa melihat sekilas matahari di tempat terbuka, kelihatannya mereka secara tak terkendali sudah melenceng ke arah timur. Namun setelah beberapa saat pohon-pohon mulai merapat lagi, justru di tempat yang dari jauh tampak lebih jarang dan tidak begitu kusut. Lalu mereka menemukan banyak lipatan dalam yang tak terduga di tanah, seperti jejak roda raksasa besar atau parit lebar, dan jalan yang terbenam, sudah lama tidak digunakan, penuh sesak dengan semak berduri. Biasanya rintangan-rintangan itu tepat memotong arah jalan mereka, dan hanya bisa dilewati dengan merangkak di bawahnya; ini sulit dan mengganggu untuk kuda-kuda. Setiap kali mereka turun, mereka menemukan cekungan penuh belukar tebal dan semak-semak kusut, yang entah mengapa tak man memberi jalan ke arah kiri, hanya man menyerah kalau mereka belok ke kanan; mereka jadi terpaksa berjalan cukup jauh menyusuri dasar cekungan, sebelum bisa menemukan jalan naik ke tebing selanjutnya. Setiap kali mereka memanjat keluar, pepohonan seolah tampak lebih rapat dan gelap; dan selalu lebih sulit mencari jalan bila mereka belok ke kiri dan naik, hingga mereka terpaksa berjalan ke arah kanan dan turun.

Setelah satu-dua jam, mereka sudah kehilangan arah yang jelas, tapi mereka tahu betul bahwa sudah sejak tadi mereka tidak lagi berjalan ke arah utara. Mereka seperti sengaja dihadang, dan hanya mengikuti jalan yang dipilihkan untuk mereka ke timur dan selatan, menuju pusat Forest, bukan keluar.
            Siang hari mulai habis ketika mereka merangkak dan tersandung-sandung ke dalam lipatan yang lebih lebar dan dalam daripada yang sebelumnya mereka temui. Begitu curam dan tertutup tanaman, hingga tak mungkin memanjat keluar, baik sambil maju maupun mundur, tanpa meninggalkan kuda-kuda dan bawaan. Mereka hanya bisa mengikuti lipatan itu—ke bawah. Tanah mulai melembek, berlumpur di beberapa tempat; mata air bermunculan di tebing, dan tak lama kemudian mereka ternyata menyusuri sebuah sungai yang menetes dan menggeluguk melewati dasar berumput liar. Lalu tanah menurun dengan cepat, dan sungai itu semakin kuat dan berisik, mengalir dan melompat lincah menuruni bukit. Mereka berada di sebuah selokan dalam yang remang-remang dan ditutupi pohon-pohon tinggi di atas.
            Setelah terhuyung-huyung beberapa saat menyusuri aliran sungai, tiba-tiba mereka sudah keluar dari kesuraman itu. Seolah melalui sebuah gerbang, mereka melihat cahaya matahari di depan. Mendekati bukaan, mereka menyadari sudah berjalan turun melewati suatu belahan di tebing tinggi terjal, hampir seperti karang. Di kakinya ada hamparan rumput dan alang-alang; dan di kejauhan kelihatan tebing lain yang hampir sama terjalnya. Siang itu keemasan oleh cahaya matahari yang menggantung hangat dan mengantuk, di atas tanah yang tersembunyi di antara kedua tebing itu. Di tengahnya mengalir berkelok-kelok sebuah sungai gelap berair cokelat, dibatasi pohon-pohon willow tua, tertutup pohon-pohon willow yang bungkuk, dan penuh bercak-bercak ribuan daun willow yang sudah memudar. Udara dipenuhi dedaunan, kuning gemetaran pada dahan-dahan; karena ada angin lembut hangat bertiup di lembah, alang-alang gemersik, dan dahan-dahan willow berbunyi keriut.
            "Well, sekarang aku mulai tahu sedikit, di mana kita berada!" kata Merry. "Kita sudah melenceng hampir berlawanan arah dengan tujuan kita semula. Ini Sungai Withywindle! Aku akan berjalan terus dan memeriksa."
            Ia keluar ke bawah cahaya matahari dan menghilang di dalam rumput-rumput tinggi. Setelah beberapa saat ia muncul kembali, dan melaporkan bahwa tanah antara kaki karang dan sungai cukup padat; di beberapa tempat, tanah kering padat mencapai pinggiran air. "Lagi pula," katanya, "tampaknya ada semacam jalan setapak di sepanjang sisi sungai sebelah sini. Kalau kita membelok ke kiri dan mengikutinya, pasti kita akan keluar di sisi timur Forest akhirnya."
            "Mudah-mudahan!" kata Pippin. "Itu kalau jalan itu terus berlanjut, bukan hanya menuntun kita masuk ke tanah berlumpur dan meninggalkan kita di sana. Siapa yang membuat jalan setapak itu, kira-kira, dan untuk apa? Aku yakin jalan ini bukan untuk digunakan oleh kita. Aku mulai sangat curiga dengan Forest ini dan semua di dalamnya, dan aku mulai mempercayai semua cerita tentangnya. Dan apakah kau tahu seberapa jauh ke arah timur kita harus pergi?"
            "Tidak," kata Merry, "aku tidak tahu. Aku sama sekali tidak tahu seberapa jauh di samping Withywindle lokasi kita, atau siapa yang mungkin datang ke sini cukup sering untuk membuat jalan setapak menyusurinya. Tapi tidak ada jalan keluar lain yang bisa kulihat atau kuingat."
            Karena tidak ada pilihan lain, mereka berbaris keluar, dan Merry menuntun mereka ke jalan yang ditemukannya. Di mana-mana alang-alang dan rumput tumbuh subur dan tinggi, di tempat-tempat jauh di atas kepala mereka; tapi sekali ditemukan, jalan itu mudah dilewati, dengan belokan-belokan dan tikungan-tikungannya, memilih tanah yang lebih bagus di antara tanah berlumpur dan genangan air. Di sana-sini ia melewati sungai-sungai lain yang mengalir sebagai selokan, masuk ke Withywindle dari tanah hutan yang lebih tinggi, dan pada tempat-tempat ini ada batang-batang pohon atau ikatan semak-semak yang dengan cermat dipasang membentang di atasnya.

Hobbit-hobbit itu mulai sangat kepanasan. Pasukan lalat dan serangga terbang mendengung di sekitar telinga mereka, dan matahari siang membakar punggung mereka. Akhirnya mereka sampai di tempat teduh yang sempit; dahan-dahan besar kelabu mencapai seberang jalan. Setiap langkah maju semakin tertahan. Rasa kantuk seolah merangkak keluar dari tanah, merambati kaki, dan jatuh dengan lembut dari udara ke atas kepala dan mata mereka.
            Frodo merasa dagunya tertunduk dan kepalanya mengangguk. Tepat di depannya Pippin jatuh berlutut. Frodo berhenti. "Ini tidak benar," ia mendengar Merry berkata. "Tidak bisa berjalan lagi tanpa istirahat dulu. Perlu tidur dulu. Teduh sekali di bawah pohon willow. Tidak terlalu banyak lalat"
            Frodo tak suka mendengar itu. "Ayo!" teriaknya. "Kita belum boleh tidur. Kita harus keluar dulu dari Forest." Tapi yang lain sudah telanjur mengantuk dan sudah tak peduli. Di samping mereka, Sam berdiri menguap dan mengedipkan mata dengan ekspresi bodoh.
            Mendadak Frodo sendiri dikuasai kantuk. Kepalanya berputar-putar. Sekarang hampir tidak ada suara di udara. Lalat-lalat sudah berhenti mendengung. Hanya suara lembut di batas pendengaran, getaran lembut seolah nyanyian yang setengah dibisikkan, tampaknya bergetar di dahan-dahan di atas. Ia mengangkat matanya yang berat dan melihat di depannya sebuah pohon willow tua dan kasar condong ke arahnya. Pohon itu tampak seperti raksasa, ranting-rantingnya menjulur di atas, bagaikan tangan-tangan yang menggapai dengan jemari panjang, batangnya yang benjol-benjol dan terpelintir menganga dengan retakan-retakan besar yang berkeriut pelan ketika dahan-dahannya bergerak. Daun-daun yang bergetar pada latar langit menyilaukannya, dan ia terjatuh, tergeletak di tempat jatuhnya di atas rumput.
            Merry dan Pippin menyeret diri mereka maju, dan berbaring dengan punggung menyandar pada batang willow. Di belakang mereka, lubang-lubang besar menganga lebar untuk menerima mereka, sementara pohon itu bergoyang dan berkeriut. Mereka menengadah pada daun-daun kelabu dan kuning yang bergerak perlahan di depan cahaya, dan bernyanyi. Mereka memejamkan mata, lalu mereka seolah bisa mendengar kata-kata, kata-kata sejuk, mengatakan sesuatu tentang air dan tidur. Mereka menyerah pada sihir itu, dan jatuh tertidur lelap sekali di kaki willow kelabu besar itu.
            Untuk beberapa lama, Frodo berjuang melawan kantuk yang menguasainya; lalu dengan susah payah ia bangkit berdiri lagi. Ia merasakan hasrat tak tertahankan untuk mencicipi air sejuk. "Tunggu aku, Sam," katanya terbata-bata. "Aku harus membasuh kaki sebentar."
            Setengah bermimpi ia berjalan ke sisi pohon yang menghadap sungai, di mana akar-akar besar yang terpelintir tumbuh hingga ke dalam air, seperti dragonet benjol-benjol yang menjangkau ke bawah untuk minum. Frodo duduk di atas salah satu akar, dan menggoyang-goyangkan kakinya yang panas di dalam air cokelat yang sejuk; di sana ia juga mendadak tertidur dengan punggung bersandar pada batang pohon.

Sam duduk dan menggaruk kepalanya, lalu menguap lebar seperti gua besar. Ia cemas. Siang sudah larut, dan menurutnya rasa kantuk yang mendadak ini agak aneh. "Ada sesuatu di balik ini, yang bukan hanya matahari dan udara panas," ia bergumam pada diri sendiri. "Aku tidak suka pohon besar ini. Aku tidak mempercayainya. Dengar, dia bernyanyi tentang tidur sekarang! Ini tidak benar!"
            Ia berdiri dan terhuyung-huyung untuk melihat apa yang terjadi dengan kuda-kuda. Ternyata dua kuda sudah berkeliaran agak jauh di jalan setapak; baru saja ia menangkap dan membawa mereka kembali ke dekat yang lainnya, tiba-tiba terdengar dua bunyi: satu keras, satunya lagi pelan, tapi sangat jelas. Satunya bunyi cemplungan sesuatu yang berat ke dalam air; satunya lagi seperti bunyi pintu yang diam-diam terkunci rapat.
            Ia bergegas kembali ke tebing sungai. Frodo berada di dalam air, dekat ke pinggir; sebuah akar pohon yang besar seolah menahannya dari atas, tapi Frodo tidak melawan. Sam mencengkeram jaket Frodo dan menyeretnya keluar dari bawah akar, lain dengan susah payah mengangkatnya ke tebing. Hampir seketika Frodo terbangun, batuk-batuk dan merepet.
            "Kau tahu, Sam," akhirnya Frodo berkata, "pohon sialan itu melemparku ke dalam! Aku merasakannya. Akarnya yang besar melingkar dan menjatuhkanku!"
            "Kurasa Anda bermimpi, Mr. Frodo," kata Sam. "Seharusnya Anda tidak duduk di tempat seperti itu, kalau merasa mengantuk."
            "Bagaimana dengan yang lain?" tanya Frodo. "Aku ingin tahu, mimpi macam apa yang mereka alami."
            Mereka berjalan ke sisi lain pohon itu, lalu Sam mengerti bunyi ceklikan yang ia dengar tadi. Pippin sudah lenyap. Retakan di belakang tempat ia berbaring sudah menutup, sehingga lubangnya tidak tampak lagi. Merry sudah terjebak: sebuah retakan lain menutupi pinggangnya; kakinya ada di luar, tapi sisanya ada di dalam bukaan gelap yang pinggirannya mencengkeramnya seperti sepasang penjepit.
            Frodo dan Sam mula-mula memukul batang pohon tempat Pippin tadi berbaring. Lalu mereka berjuang dengan kalut untuk membuka rahang retakan yang menjebak Merry. Sia-sia saja.
            "Sial sekali!" teriak Frodo dengan liar. "Kenapa kita masuk ke hutan mengerikan ini? Kalau saja kita semua ada di Crickhollow kembali!" Ditendangnya pohon itu sekuat tenaga, tanpa memperhatikan kakinya sendiri. Suatu getaran tak kentara merayapi batang pohon itu, naik ke dahan-dahannya; daun-daunnya gemersik dan berbisik, dengan bunyi seperti suara tertawa jauh dan samar-samar.
            "Kita tidak punya kapak di ransel kita, Mr. Frodo?" tanya Sam.
            "Aku membawa kapak kecil untuk membelah kayu api," kata Frodo. "Tidak banyak gunanya."
            "Tunggu!" seru Sam, yang mendapat gagasan mendengar kata "kayu api". "Mungkin kita bisa melakukan sesuatu dengan api!"
            "Mungkin," kata Frodo ragu. "Kita mungkin berhasil memanggang pippin hidup-hidup di dalam."
            "Kita bisa mencoba melukai atau menakuti dulu pohon ini," kata Sam dengan marah. "Kalau ia tidak melepaskan mereka, aku akan menebangnya, meski aku harus menggigitnya." ia lari ke kuda-kuda mereka, dan tak lama kemudian kembali dengan dua kotak korek api dan kapak kecil.
            Dengan cepat mereka mengumpulkan rumput, daun-daun kering, dan serpihan-serpihan kulit pohon; lalu mereka membuat tumpukan ranting patah dan potongan-potongan cabang. Semua itu mereka susun bersandar pada batang pohon, di sisi terjauh dan tawanannya. Begitu Sam menyalakan korek api, rumput kering terbakar; nyala api dan asap membubung naik. Ranting-ranting berderak. Lidah-lidah api kecil menjilat kulit kering batang pohon tua itu dan menghanguskannya. Keseluruhan pohon itu bergetar. Daun-daunnya seolah mendesis di atas kepala mereka dengan bunyi kesakitan, dan kemarahan. Terdengar teriakan keras Merry, dan jauh dari dalam pohon mereka mendengar Pippin mengeluarkan teriakan teredam.
            "Matikan! Matikan!" teriak Merry. "Kalau tidak, dia akan menjepitku sampai terbelah dua. Dia bilang begitu!"
            Siapa? Apa?" teriak Frodo, berlari memutar ke balik pohon.
            Matikan! Matikan!" pinta Merry. Dahan-dahan willow mulai bergoyang keras. Ada bunyi seperti angin naik dan menyebar ke semua dahan pohon di sekitarnya, seolah mereka melemparkan batu ke dalam tidur tenang lembah itu dan menimbulkan getaran kemarahan yang menyebar ke seluruh Forest. Sam menendang api kecil tadi dan menginjak mati percikan-percikannya. Tetapi Frodo, tanpa tahu mengapa ia melakukan itu, atau apa yang diharapkannya, berlari sepanjang jalan sambil berteriak tolong! tolong! tolong! Rasanya ia sendiri hampir tak bisa mendengar suaranya yang melengking: suaranya terbang ditiup angin willow, dan tenggelam dalam keberisikan dedaunan, begitu kata-kata yang ia ucapkan terlontar dari mulutnya. Ia merasa putus asa: tersesat dan kehilangan akal.
            Mendadak ia berhenti. Ada jawaban, atau begitulah pikirnya; tapi sepertinya jawaban itu datang dari belakangnya, di atas jalan yang lebih jauh di dalam Forest. Ia membalikkan badan dan mendengarkan, dan segera ia tak ragu lagi: seseorang sedang menyanyikan lagu; suatu suara gembira dan berat sedang bernyanyi tak acuh dan riang, tapi kata-katanya seperti omong kosong:
Hei dot! gembira dot! dering a dong dillo!
Ring a dong! Loncatlah! Fal lal sang willow!
Tom Bom, Tom ceria, Tom Bombadillo!

            Setengah berharap dan setengah takut akan bahaya baru, Frodo dan Sam sekarang berdiri diam. Mendadak dari rangkaian panjang kata-kata tak bermakna itu (atau kedengarannya begitu), suara tersebut naik dengan nyaring dan jelas, menyanyikan lagu ini:
Hei! Kemari gembira dot! derry dot! Sayangku!
Ringan embusan angin musim dan burung jalak berbulu.
Sepanjang bawah Bukit, bersinar di bawah mentari,
Menunggu cah’ya bintang sejuk di langit tinggi,
Di sanalah wanita cantik-ku, putri Sungai,
Ramping bagai tongkat willow; sehalus bunga rampai.
Tom Bombadil tua membawa lili air
Datang melompat pulang. Kaudengarkah dia nyanyi bersyair?
Hei! Kemari gembira dot! derry dot! dan ceria-ha!
Goldberry, Goldberry, beri kuning ceria-ha!
Willow-man tua malang, simpanlah akarmu!
Sebentar lagi malam datang, dan Tom sedang terburu-buru.
Tom pulang membawa bunga lili.
Hei! Kemari derry dot! Bisakah kaudengar aku bernyanyi?

            Frodo dan Sam berdiri bagai tersihir. Angin berhenti. Daun-daun tergantung diam lagi pada dahan-dahan yang kaku. Nyanyian lain meledak, lalu tiba-tiba, dengan melompat dan menari-nari sepanjang jalan, di atas alang-alang muncul sebuah topi usang dengan puncak tinggi dan bulu biru panjang terpasang pada pitanya. Dengan lompatan dan loncatan sekali lagi, muncul seorang laki-laki, atau begitulah tampaknya. Bagaimanapun, ia terlalu besar dan berat untuk ukuran hobbit, tapi juga kurang tinggi untuk disebut Makhluk Besar, meski ia sama berisiknya seperti mereka. Ia terhuyung-huyung dengan sepatu bot kuning besar pada kakinya yang gemuk, menerjang rumput dan alang-alang seperti sapi yang akan minum. Ia memakai mantel biru dan berjenggot cokelat panjang; matanya biru dan cerah, dan wajahnya merah seperti apel matang, tapi keriput dalam seratus kerutan tawa. Di tangannya ia membawa daun lebar seperti baki, dengan setumpuk kecil lili air di atasnya.
            "Tolong!" teriak Frodo dan Sam, sambil berlari menuju pria itu dengan tangan terulur.
            "Hei! Hei! Tenang!" teriak pria tua itu, mengangkat satu tangannya. Mereka berhenti, seolah terpaku. "Nah, kawan-kawan kecil, kalian mau ke mana, terengah-engah seperti pengembus? Ada masalah apa di sini? Kalian tahu siapa aku? Aku Tom Bombadil. Ceritakan masalahmu! Tom sedang terburu-buru sekarang. Jangan merusak bunga lili-ku!"
            "Teman-temanku terjebak di dalam pohon willow," teriak Frodo terengah-engah.
            "Master Merry terjepit di dalam celah!" seru Sam.
            "Apa?" teriak Tom Bombadil, melompat tinggi. "Si Tua Willow? Tidak lebih buruk dari itu, kan? Itu gampang. Aku tahu lagu untuknya. Si Tua Willow kelabu! Akan kubekukan sumsumnya, kalau dia tak mau sopan! Aku akan menyanyi sampai akar-akarnya lepas. Aku akan menyanyikan angin, mengembus daun dan dahannya sampai lepas. Si Tua Willow!"
            Setelah meletakkan bunga-bunganya dengan hati-hati di rumput, ia berlari ke pohon itu. Di sana ia melihat kaki Merry masih menjulur keluar—sisanya sudah ditarik masuk lebih dalam. Tom menempatkan mulutnya di dekat celah dan mulai bernyanyi ke dalamnya dengan suara rendah. Mereka tak bisa menangkap kata-katanya, tapi rupanya Merry terbangun. Kaki-kakinya mulai menendang. Tom melompat menjauh, dan setelah mematahkan dahan yang tergantung, memukuli sisi willow dengannya. "Lepaskan mereka, Willow tua!" katanya. "Apa-apaan ini? Seharusnya kau tidak bangun. Makanlah tanah! Galilah yang dalam! Minumlah air! Tidurlah! Bombadil yang berbicara!" Kemudian ia memegang kaki Merry dan menariknya keluar dari lubang yang tiba-tiba membesar.
            Ada bunyi keriut pecah, dan retakan yang lainnya juga terbuka. Pippin melompat keluar dari sana, bagai ditendang. Lalu dengan bunyi keras kedua lubang itu kembali tertutup rapat. Pohon itu gemetar dari akar sampai ke puncaknya, dan tiba-tiba sunyi.
            "Terima kasih!" kata para hobbit, satu per satu.
            Tom Bombadil tertawa terbahak-bahak. "Nah, kawan-kawan kecilku!" katanya sambil membungkuk, agar bisa menatap wajah mereka. "Kalian harus ikut pulang denganku! Meja sudah penuh dengan krim kuning, madu, roti putih, serta mentega. Goldberry sedang menunggu. Banyak waktu untuk bertanya saat makan nanti. Sekarang ikut aku secepat kalian bisa!" Setelah mengucapkan itu, ia memungut bunga lili-nya, lalu dengan melambaikan tangan ia melompat dan menari sepanjang jalan ke arah timur, masih bernyanyi nyaring tanpa makna.
            Terlalu kaget dan lega untuk berbicara, para hobbit mengikutinya secepat mereka bisa. Tapi itu belum cukup cepat. Tom segera menghilang di depan sana, dan suara nyanyiannya semakin lemah dan jauh. Tiba-tiba suaranya mengalir kembali pada mereka dengan bunyi halo yang keras!
Teruslah terus, kawan-kawanku, di Withywindle kita berjalan!
Tom pergi lebih dulu, lilin-lilin mesti dinyalakan.
Di barat mentari terbenam: dalam gelap meraba-raba.
Saat bayangan malam turun, pintu 'kan terbuka,
Dari balik jendela, sinar kuning menyala.
Jangan takut pada alder hitam! Jangan hiraukan willow tua!
Jangan takut pada akar maupun dahan! Tom jalan di depan.
Hei sekarang! Gembira dot! Kami tunggu kalian!

            Setelah itu para hobbit tidak mendengar apa-apa lagi. Hampir seketika matahari terbenam ke balik pepohonan di belakang. Mereka teringat cahaya senja yang berkilauan di Sungai Brandywine, dan jendela-jendela Bucklebury yang mulai menyala dengan ratusan cahaya. Bayang-bayang besar jatuh menyelimuti mereka; akar-akar dan dahan-dahan bergantung dengan gelap dan mengancam di atas jalan. Kabul putih mulai naik mengikal di atas sungai, dan berkeliaran di sekitar akar-akar pohon di tepi jalan. Dari tanah di bawah kaki mereka, uap gelap muncul dan berbaur dengan senja yang segera turun.
            Semakin sulit mengikuti jalan itu, dan mereka sudah letih sekali. Kaki mereka terasa berat. Suara-suara aneh tersembunyi mengalir di antara semak-semak dan alang-alang di kedua sisi mereka; bila memandang ke langit pucat di atas, mereka menangkap pemandangan wajah-wajah aneh keriput dan benjol-benjol yang muncul dengan muram, berlatar belakang senja, melirik ke arah mereka dari tebing tinggi dan pinggir hutan. Mereka mulai merasa bahwa seluruh alam ini tidak nyata, dan mereka sedang tertatih-tatih melalui sebuah mimpi mengancam dari mana mereka takkan pernah bangun.
            Tepat saat langkah kaki mereka berhenti, mereka melihat tanah semakin menanjak. Air mulai bergumam. Dalam kegelapan, mereka melihat sekilas kilauan buih putih, di mana sungai mengalir melewati sebuah air terjun pendek. Kemudian pohon-pohon mendadak habis, dan kabut sudah tertinggal di belakang. Mereka keluar dari Forest, dan menemukan lapangan rumput luas di depan. Sungai yang sekarang kecil dan mengalir cepat, melompat riang untuk menyambut mereka, kemilau di sana-sini, di bawah cahaya bintang yang sudah terbit di langit.
            Rumput di bawah kaki mereka licin dan pendek, seolah sudah dipotong atau dicukur. Atap Forest di belakang sudah dipangkas, rapi seperti pagar. Jalanan sekarang tampak jelas di depan mereka, terawat baik dan berpinggiran batu. Jalan itu melingkar naik ke puncak bukit kecil, yang kini kelabu di malam pucat berbintang; dan di sana, masih tinggi di atas mereka, di lereng yang lebih jauh, mereka melihat lampu-lampu sebuah rumah berkelap-kelip. Jalanan menurun lagi, lalu mendaki lagi, menelusuri sisi panjang licin sebuah bukit bertanah kering, menuju cahaya itu. Tiba-tiba berkas cahaya kuning lebar mengalir cerah dari pintu yang dibuka. Itu rumah Tom Bombadil di depan mereka, naik, turun, di bawah bukit. Di belakangnya lereng kelabu dan kosong, dan di luar itu bayangan-bayangan gelap dari Barrow-downs menghilang dalam kegelapan malam di sebelah timur.
            Mereka bergegas maju, hobbit-hobbit dan kuda-kuda. Sebagian keletihan dan semua ketakutan mereka sirna. Hei! Kemari gembira dot! mengalun lagu menyambut mereka.
Hei! Kemari gembira dot! Lompatlah, kawan-kawan!
Hobbit! Kuda! Semuanya! Kita senang pesta!
Mulailah bersuka ria! Mari bernyanyi bersama!

            Lalu sebuah suara jernih lain mengalun bagai perak, menyambut mereka, muda dan kuno bagai musim Semi, seperti lagu tentang air yang mengalir hingga malam hari, dari pagi yang cerah di bukit-bukit:
Mulailah menyanyi! Mari nyanyi bersama
Tentang matahari, bintang, bulan dan kabut, hujan dan cuaca,
Cahaya di daun yang bersemi, embun di kelopak bunga,
Angin di atas bukit yang terbuka, lonceng-lonceng di leher domba-domba,
Alang-alang di danau remang, bunga lili di air telaga:
Tom Bombadil tua dan putri Sungai!

            Dan dengan lagu itu para hobbit berdiri di ambang pintu, cahaya keemasan menyelimuti mereka semua.

0 komentar:

Kaskus Only
:ilovekaskus :iloveindonesia :kiss :maho
:najis :nosara :marah :berduka
:malu: :ngakak :repost: :repost2:
:sup2: :cendolbig :batabig :recsel
:takut :ngacir2: :shakehand2: :bingung
:cekpm :cd :hammer :peluk
:toast :hoax: :cystg :dp
:selamat :thumbup :2thumbup :angel
:matabelo :mewek: :request :babyboy:
:babyboy1: :babymaho :babyboy2: :babygirl
:sorry :kr: :travel :nohope
:kimpoi :ngacir: :ultah :salahkamar
:rate5 :cool :bola

by Pakto
:mewek2: :rate-5 :supermaho :4L4Y
:hoax2: :nyimak :hotrit :sungkem
:cektkp :hope :Pertamax :thxmomod
:laper :siul :2malu: :ngintip
:hny :cendolnya

by misterdarvus
:maintenis: :maintenis2: :soccer :devil
:kr2: :sunny

Posting Komentar