BAB 7
DI RUMAH TOM BOMBADIL
Keempat hobbit itu melangkahi ambang batu yang lebar, dan berdiri diam
sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Mereka berada di sebuah ruangan panjang
beratap rendah, dipenuhi cahaya lampu yang menggantung dari balok-balok atap;
di meja kayu gelap yang disemir berdiri lilin-lilin tinggi dan kuning, menyala
terang.
Di sebuah kursi di ujung
ruangan, menghadap pintu luar, duduk seorang wanita. Rambutnya yang pirang
panjang mengalun turun ke bahunya; gaunnya hijau, sehijau alang-alang muda,
bebercak keperakan seperti butir-butir embun; ikat pinggangnya dari emas,
berbentuk rangkaian bunga lili bertaburkan mata biru pucat bunga
for-get-me-not. Di sekitar kakinya, di dalam bejana-bejana lebar dari tanah hat
hijau dan cokelat, mengambang bunga-bunga lili air, sehingga ia tampak seolah
bertakhta di tengah kolam.
"Masuklah, tamu-tamu
yang budiman!" katanya, dan ketika ia berbicara, tahulah mereka bahwa suara
nyanyian jernih yang tadi mereka dengar adalah suaranya. Mereka maju beberapa
langkah dengan malu-malu, dan mulai membungkuk rendah, merasa kaget keheranan
dan canggung, seperti orang yang mengetuk pintu untuk meminta minuman, dan
ternyata pintu dibukakan oleh ratu peri muda yang cantik, berpakaian
bunga-bunga hidup. Tapi, sebelum mereka bisa mengatakan sesuatu, wanita itu
bangkit dengan ringan, melompati bejana-bejana bunga lili, dan berlari sambil
tertawa ke arah mereka; saat ia berlari, gaunnya berbunyi gemersik perlahan,
seperti angin di semak-semak berbunga di tepi sungai.
"Mari, kawan-kawan
yang baik!" katanya, memegang tangan Frodo. "Tertawalah dan bersuka
rialah! Aku Goldberry, putri Sungai." Lalu dengan ringan ia melewati
mereka, menutup pintu lalu memunggunginya, kedua lengannya yang putih
terbentang di depannya. "Biarlah sang malam kita kunci di luar!"
katanya. "Sebab kalian mungkin masih takut kepada kabut, bayangan pohon,
air yang dalam, dan makhluk-makhluk liar. Jangan takut! Karena malam ini kalian
ada di bawah atap Tom Bombadil."
Para hobbit menatapnya
keheranan; ia memandang mereka masing-masing, dan tersenyum. "Nova cantik
Goldberry!" akhirnya Frodo berkata, hatinya terharu, dipenuhi kebahagiaan
yang tidak dipahaminya. Ia berdiri seperti kalau sedang
tersihir oleh suara-suara indah kaum Peri; tapi sihir kali ini berbeda:
kegembiraannya tidak begitu tajam dan agung, tapi lebih dalam dan lebih dekat
kepada hati makhluk hidup; indah, tapi tidak aneh. "Nona cantik
Goldberry!" ia berkata lagi. "Kini kegembiraan yang tersembunyi di
dalam lagu-lagu itu menjadi jelas bagiku.
Oh ramping bagai tongkat willow! Oh sehalus bunga rampai!
Oh alang-alang di telaga hidup! Si cantik putri Sungai!
Oh musim semi dan musim panen, musim semi lagi bergantian!
Oh angin di atas air terjun, dan bunyi tawa dedaunan!
Mendadak ia berhenti dan
tergagap, tercengang mendengar dirinya mengucapkan kata-kata seperti itu. Tapi
Goldberry tertawa.
"Selamat
datang!" katanya. "Aku tak pernah mendengar para hobbit bermulut
manis seperti itu. Tapi kulihat kau sahabat kaum Peri; cahaya matamu dan nada
suaramu mengungkapkannya. Ini pertemuan gembira! Duduklah dan tunggulah Tuan
rumah ini! Dia takkan lama. Dia sedang merawat hewan-hewan kalian yang
letih."
Para hobbit dengan senang
hati duduk di kursi-kursi pendek beralaskan anyaman rumput, sementara Goldberry
menyibukkan diri di meja; mata mereka mengikutinya, karena keluwesan gerakannya
memenuhi mereka dengan_ kebahagiaan yang menenteramkan. Dari belakang rumah
terdengar nyanyian. Sekali-sekali, di antara banyak kata derry dol dan gembira
dol dan dering a ding dillo, mereka menangkap kata-kata yang diulang-ulang:
Tom Bombadil tua orang yang periang;
Jaketnya biro cerah, sepatu botnya kuning terang.
"Nona cantik!"
kata Frodo lagi setelah beberapa saat. "Katakan kalau pertanyaanku tidak
bodoh, siapakah Tom Bombadil?"
"Dia," kata
Goldberry, menahan gerakannya yang cepat, dan tersenyum.
Frodo memandangnya dengan
ekspresi bertanya. "Dia, seperti yang kaulihat," kata Goldberry,
sebagai jawaban atas ekspresi wajahnya. “Dia Penguasa hutan, air, dan
bukit."
"Jadi, seluruh negeri
aneh ini miliknya?"
"Bukan!" jawab
Goldberry, dan senyumnya lenyap. "Itu akan sangat menjadi beban,"
tambahnya dengan suara rendah, seolah pada dirinya sendiri. "Pohon-pohon
dan rumput, dan semua makhluk yang tumbuh atau hidup di negeri ini, adalah
milik diri mereka sendiri. Tom Bombadil adalah Penguasa. Belum pernah ada yang
menangkap Tom tua bila dia berjalan di hutan, di dalam air, melompat di atas
puncak-puncak bukit pada sung dan malam hari. Dia tak kenal takut. Tom Bombadil
adalah Penguasa."
Sebuah pintu membuka, dan
Tom Bombadil masuk. Sekarang ia tidak memakai topi, rambut cokelatnya yang
tebal dimahkotai daun-daun musim gugur. Ia tertawa, mendekati Goldberry dan
memegang tangannya.
"Inilah istriku yang
cantik!" ia berkata sambil membungkuk kepada para hobbit. "Inilah
Goldberry-ku, berpakaian hijau keperakan, dengan bunga-bunga di korsetnya!
Apakah meja makan sudah penuh? Aku melihat krim kuning dan madu, roti putih dan
mentega; susu, keju, rempah-rempah hijau, dan berry yang matang sudah
terkumpul. Apakah itu cukup untuk kita? Apakah makan malam sudah siap?"
"Sudah," kata
Goldberry, "tapi mungkin tamu-tamu belum siap?"
Tom bertepuk tangan dan
berseru, "Tom! Tom! Tamu-tamumu lelah dan kau hampir lupa! Mari,
kawan-kawan, Tom akan menyejukkan kalian! Kalian akan membersihkan tangan yang
berdebu, dan membasuh wajah yang letih; melepaskan jubah yang berlumpur, dan
menyisir rambut yang kusut!"
Ia membuka pintu, mereka
mengikutinya melewati selasar pendek dan membelok tajam. Mereka tiba di sebuah
kamar rendah dengan atap miring (rupanya sebuah penthouse, dibangun pada sisi
utara rumah itu). binding-dindingnya dari batu bersih, tapi sebagian besar
tertutup tikar-tikar hijau yang menggantung dan tirai kuning. Ada empat kasur
tebal, masing-masing dengan tumpukan selimut putih, diletakkan di lantai
sepanjang satu sisi. Pada dinding seberang ada bangku panjang dengan mangkuk
tanah fiat lebar, dan di sampingnya berdiri kendi-kendi cokelat berisi air,
beberapa dingin, beberapa papas beruap. Sandal-sandal lembut berwarna hijau
disiapkan di samping setiap tempat tidur.
Tak lama kemudian, sesudah
mandi dan segar, hobbit-hobbit duduk di depan meja, dua pada setiap sisi,
sedangkan di masing-masing ujung meja duduk Goldberry dan sang Tuan. Makan
malam berlangsung lama dan gembira. Meski para hobbit makan dengan lahap,
makanan tidak kurang. Minuman di gelas mereka tampak seperti air jernih dan
sejuk, tapi memabukkan seperti anggur dan membuat mereka banyak bersuara.
Tamu-tamu mendadak menyadari bahwa mereka sedang bernyanyi gembira, seolah
menyanyi lebih mudah dan lebih wajar dilakukan daripada berbicara.
Akhirnya Tom dan Goldberry
bangkit dan membereskan meja dengan cepat. Para tamu disuruh duduk diam, dan
ditempatkan di kursi-kursi, masing-masing dengan bangku kaki untuk kaki mereka
yang lelah. Api menyala di perapian lebar di depan, menguarkan bau manis, seolah
membakar kayu apel. Ketika semuanya sudah beres, semua lampu di ruangan itu
dipadamkan, kecuali satu lampu dan sepasang lilin di setiap pojok rak cerobong
asap. Lalu Goldberry datang dan berdiri di depan mereka, memegang lilin; ia
mengucapkan selamat malam dan tidur nyenyak.
"Tenteramlah
sekarang," katanya, "sampai pagi! Jangan hiraukan bunyi-bunyi malam
hari! Sebab di sini tak ada yang bisa masuk lewat pintu dan jendela, kecuali
sinar bulan dan bintang, dan angin dari atas bukit. Selamat malam!" ia
keluar dari ruangan itu, sosoknya berkilauan dan berdesir. Langkah kakinya
seperti bunyi aliran sungai yang mengalir lembut menuruni bukit, melalui
batu-batu sejuk di keheningan malam.
Tom duduk sejenak bersama
mereka dalam keheningan, sementara masing-masing berusaha mengumpulkan
keberanian untuk mengajukan salah satu pertanyaan yang tadi hendak mereka
kemukakan saat makan malam. Kantuk menekan kelopak mata. Akhirnya Frodo
berbicara, "Apakah kau mendengar aku berteriak, Master, atau kebetulan
saja kau lewat saat itu?"
Tom seolah terbangun dari
mimpi yang menyenangkan. "Eh, apa?" katanya. "Apakah aku
mendengarmu berteriak? Tidak, aku tidak dengar: aku sibuk bernyanyi. Kebetulan
saja aku datang, kalau kau menyebutnya kebetulan. Bukan rencanaku, meski aku memang
menunggu kalian. Aku mendengar kabar tentang kalian, dan tahu kalian sedang
mengembara. Kami menduga kalian akan datang ke air tidak lama lagi: semua jalan
menuju ke sana, turun ke Withywindle. Si Willow Tua Kelabu, dia penyanyi hebat;
sulit bagi orang-orang kecil untuk lepas dari belitan-belitannya yang
simpang-siur. Tapi Tom ada urusan di sana, dan dia tidak berani
merintangi." Tom mengangguk, seolah kantuk menyerangnya lagi; tapi ia
melanjutkan dengan suara bernyanyi lembut:
Aku perlu ke sana: memetik lili air,
dedaunan hijau dan bunga lili, 'tuk menyenangkan istriku nan cantik,
bunga-bunga terakhir sebelum tahun ini berakhir, agar terhindar dari musim
dingin,
'tuk berkembang di dekat kakinya yang manis, sampai salju mencair.
Tiap tahun di akhir musim panas aku pergi mencarinya untuk dia,
di telaga besar, dalam dan jernih, jauh di Withywindle;
di sana mereka mekar lebih dulu di musim semi, dan hidup lebih lama.
Dekat telaga itu dulu kutemukan sang putri Sungai,
Goldberry muda nan cantik, duduk di antara rerumputan.
Indah nyanyiannya saat itu, dan jantungnya berdebar!
Ia membuka matanya dan
memandang mereka dengan kilatan biru yang muncul tiba-tiba:
Dan beruntunglah kalian—sebab sekarang aku takkan lagi
pergi ke sana, menyusuri sungai di hutan,
tidak saat tahun hampir usai. Dan aku pun takkan lewat
rumah si Tua Willow saat musim semi baru dimulai,
tidak sampai musim semi ceria, saat putri Sungai
menari lewat jalan willow 'tuk mandi di dalam air
Ia kembali diam; tapi
Frodo masih mengajukan satu pertanyaan: Yang paling ingin ia ketahui
jawabannya. "Ceritakan pada kami, Master," kata Frodo, "tentang
si Willow. Siapa dia? Aku belum pernah dengar tentang dia."
"Tidak, jangan!"
kata Merry dan Pippin bersamaan, dan mendadak duduk tegak. "Jangan
sekarang! Besok pagi saja!" "Itu benar!" kata pria tua itu.
"Sekarang waktunya istirahat. Ada hal-hal yang tidak baik didengar saat
dunia sudah diselubungi kegelapan. Tidurlah sampai pagi terang, bersandarlah
pada bantal! Jangan hiraukan bunyi-bunyian malam! Jangan takut pada willow
kelabu!" Setelah itu ia menurunkan lampu dan memadamkannya, dan sambil
membawa satu lilin di masing-masing tangannya, ia menuntun mereka keluar dari
ruangan itu.
Kasur-kasur dan bantal
mereka lembut seperti bulu angsa, dan selimut-selimut terbuat dari wol putih.
Baru saja membaringkan diri di ranjang empuk dan menarik selimut menutupi
tubuh, mereka Ian-sung tertidur.
Di larut malam, Frodo berbaring dalam mimpi, tanpa cahaya. Lain ia melihat
bulan muda timbul; di bawah sinarnya yang redup, di depannya berdiri sebuah
tembok hitam dari batu-batuan, ditembus sebuah lubang melengkung seperti
gerbang besar. Frodo merasa diangkat, dan ketika lewat di atasnya, ia melihat
tembok batu itu adalah lingkaran bukit, di dalamnya ada lapangan, dan di tengahnya
berdiri sebuah batu berpuncak, seperti menara besar, tapi bukan buatan tangan.
Di puncaknya berdiri sosok seorang laki-laki. Bulan yang naik seolah
menggantung sejenak di atas kepalanya, dan berkilauan di rambutnya yang putih
ketika angin meniupnya. Dari lapangan gelap di bawah terdengar
teriakan-teriakan jahat, dan lolongan kawanan serigala. Tiba-tiba sebuah
bayangan gelap berbentuk sayap besar melintas di depan bulan. Sosok itu
mengangkat tangannya, dan seberkas cahaya berkeredap dari tongkat yang dipegangnya.
Seekor rajawali besar menukik ke bawah dan membawanya pergi. Suara-suara itu
meraung dan serigala-serigala melolong. Ada bunyi embusan angin keras, dan
bersamanya terdengar pula bunyi langkah kaki kuda, menderap, menderap, menderap
dari Timur. "Para Penunggang Hitam!" pikir Frodo .. ketika terbangun;
bunyi derap kaki kuda itu masih bergema dalam benaknya. Ia bertanya-tanya, apakah ia masih punya keberanian untuk meninggalkan
tembok-tembok batu yang aman ini. Ia berbaring tak bergerak, masih
mendengarkan; tapi kini semuanya diam. Akhirnya ia membalikkan badan dan
tertidur lagi, atau mengembara ke dalam mimpi yang -kelak tak bisa diingatnya
lagi.
Di sebelahnya Pippin tidur
dengan nyaman; tapi mimpinya mulai berubah, dan ia pun membalikkan badan sambil
mengerang. Tiba-tiba " ia terjaga, atau mengira ia terjaga; meski begitu,
dalam kegelapan ia masih mendengar bunyi yang mengganggu mimpinya: tip-tap,
keriut: bunyi seperti dahan-dahan bergetar kena angin, jari-jari ranting
menggesek tembok dan jendela: keriut, keriut, keriut. Ia bertanya dalam hati, apakah ada pohon-pohon willow dekat rumah; tiba-tiba
muncul perasaan mengerikan bahwa ia sama sekali bukan berada di dalam rumah
biasa, tapi di dalam batang willow lagi, mendengarkan suara keriut mengerikan
yang menertawakannya. Ia duduk tegak, dan merasa
bantal-bantal lembut mengikuti tekanan tangannya, maka ia berbaring kembali
dengan lega. Di telinganya seakan-akan ada yang membisikkan, "Jangan
takut! Tenteramlah sampai pagi! Jangan hiraukan bunyi-bunyian malam!" Lalu
ia tertidur lagi.
Merry mendengar bunyi air
dalam tidurnya yang tenang: air yang mengalir dengan lembut, lain menyebar,
menyebar tak terelakkan di sekeliling rumah, menjadi telaga gelap tak
berpantai. Airnya menggeluguk di bawah tembok, dan perlahan tapi pasti semakin
naik. "Aku akan tenggelam!" pikirnya. "Air akan masuk, dan aku
akan tenggelam." ia merasa sedang terbaring di tanah berlumpur lembek dan
basah, lain sambil melompat bangkit ia meletakkan kakinya di sudut sebuah batu
ubin yang keras dan dingin. Kemudian ia ingat berada di mana, dan berbaring kembali. Ia seolah mendengar atau ingat mendengar, "Tak ada yang bisa masuk lewat
pintu atau jendela, kecuali sinar bulan dan bintang, dan angin dari alas
bukit." Embusan lembut udara segar menggerakkan tirai. Merry menarik napas
panjang dan tertidur lagi.
Sejauh yang diingatnya, Sam
tidur nyenyak sepanjang malam, bagai batang kayu yang diam (kalau batang kayu
bisa nyenyak).
Keempatnya bangun bersamaan di pagi hari. Tom sedang mondar-mandir di dalam
ruangan, bersiul-siul seperti burung jalak. Ketika mendengar mereka bergerak,
ia menepukkan tangannya dan berseru, "Hei! Kemari gembira dol! derry dol!
Sayangku!" ia menyibakkan tirai-tirai kuning, dan para hobbit melihat
tirai-tirai itu menutupi jendela di setiap ujung ruangan, satu menghadap ke
timur dan satu lagi ke barat.
Mereka melompat bangkit
dengan perasaan segar. Frodo berlari ke Jendela sebelah timur, dan melihat
sebuah kebun dapur yang kelabu ditutupi embun. Ia setengah berharap melihat
lempengan tanah kering Pada tembok, tanah yang penuh jejak kaki kuda.
Sebenarnya pandangannya tertutup oleh barisan buncis pada tiang-tiang tinggi;
tapi di atas, dan jauh di seberang, puncak bukit yang kelabu berdiri di depan
matahari terbit. Pagi itu pucat: di Timur, di belakang awan-awan panjang
seperti garis-garis wol kotor bernoda merah pada tepiannya, muncul nada-nada
kuning kemilau. Sepertinya bakal turun hujan; tapi cahaya menyebar dengan
cepat, dan bunga-bunga buncis xyang merah mulai berkilauan di depan daun-daun
hijau yang basah.
Pippin memandang ke luar
dari jendela barat, ke dalam genangan kabut. Forest tersembunyi dalam kabut.
Rasanya seperti memandang dari atas ke suatu atap awan miring. Ada sebuah
lipatan atau saluran di mana kabut terpecah ke dalam banyak gelombang dan riak;
lembah Withywindle. Sungai mengalir menuruni bukit di sebelah kiri, dan lenyap
ke dalam bayang-bayang putih. Lebih dekat ada kebun bunga dan pagar tanaman
yang dipangkas, tertutup jaringan embun keperakan; di seberangnya ada hamparan
rumput yang sudah dipangkas, berwarna kelabu pucat berembun. Tidak ada pohon willow
di dekat situ.
"Selamat pagi,
kawan-kawanku yang ceria!" seru Tom, membuka lebar-lebar jendela timur.
Udara sejuk mengalir masuk; berbau hujan. "Matahari tidak akan banyak
menunjukkan wajahnya hari ini kukira. Aku sudah berjalan ke mana-mana, melompat
di puncak-puncak bukit, sejak fajar kelabu menyingsing, mencium angin dan
cuaca, rumput basah di bawah kaki, langit basah di atasku. Kubangunkan
Goldberry sambil bernyanyi di bawah jendela; tapi tak ada yang bisa
membangunkan para hobbit di pagi hari. Di malam hari, makhluk-makhluk kecil
bangun dalam kegelapan, dan tidur setelah hari terang! Dering a ding dillo!
Bangunlah sekarang, kawan-kawanku yang riang! Lupakan bunyi-bunyian madam!
Dering-a ding dillo del! Derry del, sayangku! Kalau kalian cepat datang, kalian
akan menemukan sarapan di meja. Kalau terlambat, kalian akan mendapat rumput
dan air hujan!"
Para hobbit segera
datang—bukan karena ancaman Tom kedengaran serius—dan meninggalkan meja siang
sekali, setelah meja itu kelihatan agak kosong. Baik Tom maupun Goldberry tidak
berada di sana. Tom kedengaran sibuk di sekitar rumah, gemerincing di dapur,
naik-turun tangga, dan bernyanyi di sana-sini di luar. Ruangan itu menghadap ke
barat, dengan pemandangan ke lembah yang tertutup kabut, dan jendelanya terbuka.
Air menetes dari atap jerami di atas. Sebelum mereka selesai sarapan, awan-awan
sudah menyatu menjadi atap tak terputus, dan hujan kelabu turun rintik-rintik
terus-menerus. Forest sama sekali tertutup di belakang tirai hujan.
Ketika mereka memandang ke
luar jendela, suara jernih Goldberry yang bernyanyi di atas mereka mengalir
lembut, seolah jatuh bersama hujan dari langit. Mereka tidak bisa banyak
menangkap kata-katanya, tapi tampaknya jelas itu sebuah lagu hujan, semanis
curah hujan di alas bukit-bukit kering, yang menceritakan kisah sebuah sungai
yang mengalir dari mata air di dataran tinggi ke Laut jauh di bawah. Para
hobbit mendengarkan dengan senang; Frodo merasa bahagia, dan mensyukuri cuaca
yang ramah, karena keberangkatan mereka jadi tertunda. Sejak bangun ia merasa
berat hati harus pergi dari sini; tapi sekarang ia menduga mereka takkan bisa
melanjutkan perjalanan hari itu.
Angin bercokol di Barat, awan-awan yang lebih tebal dan basah
bergulung-gulung untuk menjatuhkan muatan hujan mereka ke atas tanah gundul
Downs. Tak ada yang terlihat di sekeliling rumah, kecuali curahan air hujan.
Frodo berdiri dekat pintu yang terbuka, memperhatikan jalan setapak putih
berubah menjadi sungai kecil berwarna susu dan mengalir penuh buih ke lembah.
Tom Bombadil datang melompat-lompat mengelilingi sudut rumah, sambil
melambaikan tangannya seolah menahan hujan—dan memang ketika melompati ambang
pintu ia kelihatan kering, kecuali sepatu botnya. Ia melepaskan sepatunya dan meletakkannya di sudut cerobong asap. Lalu ia
duduk di kursi terbesar dan memanggil para hobbit berkumpul di dekatnya.
"Ini hari Goldberry
mencuci," katanya, "dan pembersihan untuk musim gugur. Terlalu basah
untuk makhluk hobbit biarkan mereka istirahat selama masih sempat! Ini hari
yang baik untuk cerita-cerita panjang, untuk tanya jawab, jadi Tom akan mulai
bicara."
Lalu ia menceritakan
kisah-kisah luar biasa, kadang-kadang seolah berbicara pada dirinya sendiri,
kadang-kadang menatap mereka tiba-tiba dengan mata biru cerah di bawah alisnya
yang tebal. Sering kali suaranya berubah menjadi nyanyian, lalu ia keluar dari
kursinya dan menari-nari. Ia menceritakan kisah-kisah
tentang kumbang dan bunga, adat pepohonan, dan makhluk-makhluk ajaib di Forest,
tentang makhluk-makhluk jahat dan baik, makhluk-makhluk ramah dan tidak ramah,
makhluk-makhluk kejam dan yang baik hati, dan rahasia-rahasia yang
disembunyikan di bawah semak-semak.
Saat mendengarkan, mereka
mulai memahami kehidupan Forest, terlepas dari diri mereka, bahkan merasa
menjadi orang asing di tempat yang bagi semua makhluk lain terasa seperti di
rumah sendiri. Yang banyak keluar-masuk kisah-kisah Tom adalah si Tua Willow,
dan perasaan ingin tahu Frodo jadi cukup terpuaskan, bahkan lebih dari cukup,
karena kisah itu tidaklah menyenangkan. Dalam ceritanya, Tom menyingkap habis
isi hati pohon-pohon dan pikiran mereka, yang sering kali gelap dan aneh dan
dipenuhi kebencian pada semua makhluk yang bergerak bebas di bumi mengunyah,
menggigit, memecahkan, memotong, membakar: perusak dan perampas kekuasaan.
Bukan tanpa sebab tempat itu disebut Old Forest, karena ia memang kuno,
bertahan di antara hutan-hutan lebat yang terlupakan; dan di dalamnya tinggal
ayah-ayah dari ayah-ayah pepohonan, tidak lebih cepat tua daripada bukit-bukit,
dan mereka ingat masa ketika mereka menjadi penguasa. Tahun-tahun tak terhitung
banyaknya memenuhi hati mereka dengan keangkuhan dan kebijakan yang berakar,
dan dengan kedengkian. Tapi tidak ada yang lebih berbahaya daripada si Willow
Besar: hatinya busuk, tapi kekuatannya masih segar; dan ia cerdik, menguasai
angin, nyanyian dan pikirannya menyebar melalui hutan di kedua sisi sungai.
Rohnya yang kelabu dan haus menarik kekuatan dari dalam bum, menyebar seperti
benang akar halus di dalam tanah, serta jari-jari ranting yang tak tampak di
udara, sampai ia menguasai hampir semua pepohonan di Forest, mulai dari
Hedge/High Hay sampai Downs.
Mendadak pembicaraan Tom
beralih dari hutan ke sungai segar, melewati air terjun bergelembung,
batu-batu, dan karang tua, menyelinap di antara bunga-bunga kecil di tengah
rumput rapat dan celah-celah basah, akhirnya mengembara naik ke Downs. Mereka
mendengar tentang Great Barrows, bukit-bukit hijau, dan lingkaran-lingkaran batu
di atas bukit serta di lembah di antara perbukitan. Domba-domba mengembik dalam
gerombolan. Tembok-tembok hijau dan putih berdiri menjulang. Ada
benteng-benteng di puncak-puncak bukit. Raja-Raja dari kerajaan-kerajaan kecil
berjuang bersama, dan Matahari yang masih muda bersinar bagaikan api di logam
merah pedang mereka yang masih baru dan haus darah. Ada kemenangan dan
kekalahan; menara-menara jatuh, benteng-benteng dibakar, dan nyala api
membubung ke langit. Emas ditumpuk di atas tandu jenazah raja-raja dan
ratu-ratu; gundukan tanah menutupi mereka, dan pintu-pintu batu tertutup;
rumput tumbuh di atas semuanya. Domba-domba berjalan beberapa lama, menggigiti
rumput, tapi dengan segera bukit-bukit itu kosong lagi. Sebuah bayangan datang
dari tempat-tempat gelap yang jauh sekali, dan tulang-belulang bergerak di
bawah gundukan tanah. Hantu-hantu Barrow-wight berjalan di tempat-tempat cekung
dengan denting cincin pada jemari yang dingin, dan rantai emas di dalam angin.
Cincin-cincin batu menyeringai dari dalam tanah, seperti gigi patah di bawah
sinar bulan.
Para hobbit menggigil.
Bahkan di Shire selentingan tentang Barrow-wight di Barrow-downs di luar Forest
sudah terdengar. Tak ada hobbit yang senang mendengar kisah itu, meski di dekat
perapian nyaman yang jauh sekalipun. Mendadak keempat hobbit itu ingat apa yang
selama ini terusir dari benak mereka, karena kebahagiaan gal di rumah itu:
rumah Tom Bombadil bersandar di bawah bukit-bukit menakutkan itu. Mereka mulai
kehilangan konsentrasi mendengar cerita Tom, dan mulai bergerak-gerak gelisah
sambil saling pandang.
Ketika mereka mendengar
lagi kata-katanya, ternyata ia sudah mengembara masuk ke wilayah di luar
ingatan mereka, dan di luar pikiran sadar mereka, ke masa-masa ketika dunia
lebih luas, dan lautan-lautan mengalir langsung ke Pantai barat; dan Tom masih
terus bernyanyi ke masa yang lebih jauh, sampai ke sinar bintang purbakala,
ketika hanya kaum Peri yang terjaga. Lalu mendadak ia berhenti, dan mereka
melihat ia mengangguk-angguk, seolah sedang bermimpi. para hobbit duduk diam di
depannya, terpukau; angin sudah berhenti bertiup, seperti tersihir oleh
'kata-katanya, awan-awan mengering, terang sudah berakhir, dan kegelapan datang
dari Timur dan Barat; seluruh langit bertaburan cahaya bintang-bintang putih.
Apakah pagi dan sore yang
berlalu itu hanyalah pagi dan sore satu hari, atau beberapa hari, Frodo tidak tahu. Ia tidak merasa lapar atau lelah, hanya dipenuhi kekaguman. Bintang-bintang
bersinar melalui jendela, dan keheningan angkasa seolah mengelilinginya.
Akhirnya ia berbicara tentang keheranannya, dan ketakutan yang muncul mendadak
akibat keheningan itu,
"Siapakah kau,
Master?"
"Eh, apa?" kata
Tom sambil duduk tegak, matanya berkilauan dalam kegelapan. "Bukankah
kalian sudah tahu namaku? Hanya itu jawaban satu-satunya. Kau sendiri siapa?
Sendirian dan tak bernama? Tapi kau masih muda dan aku sudah tua. Paling Tua,
itulah aku. Camkan kata-kataku, kawan-kawan: Tom sudah ada sebelum sungai dan
pohon-pohon; Tom ingat tetes hujan pertama dan biji pohon ek pertama. Dia
membuat jalan-jalan sebelum Makhluk-Makhluk Besar ada, dan dia melihat
orang-orang kecil datang. Dia sudah ada sebelum Raja-Raja dan kuburan dan
Barrow-wight. Ketika para Peri sudah pergi ke barat, Tom sudah ada di sini,
sebelum lautan melengkung. Dia tahu kegelapan di bawah bintang-bintang, ketika
kegelapan itu masih belum mengenal ketakutan-sebelum Penguasa Kegelapan datang
dari Luar."
Sebuah bayangan seolah
melewati jendela, dan para hobbit den-an cepat melirik ke luar. Ketika mereka
membalikkan badan lagi, Goldberry sudah berdiri di ambang pintu di belakang,
bermandikan cahaya. Ia memegang lilin, menutupi nyalanya dari angin dengan tangannya; cahaya
lilin itu mengalir menembusnya, seperti cahaya matahari mengenai sebuah kerang
putih.
"Hujan sudah
berhenti," katanya, "dan air segar mengalir turun di bawah sinar
bintang. Sekarang mari kita tertawa dan bersenang-senang!
"Dan mari makan dan
minum!" seru Tom. "Kisah-kisah panjang
membuat orang haus. Dan
mendengarkan cerita panjang membuat I kita lapar, pagi, siang, dan malam!"
Sambil berkata demikian, ia me- lompat ban-kit dari kursinya; dengan saw
loncatan ia mengambil lilin dari atas rak cerobong asap dan menyalakannya dalam
api yang dipegang Goldberry; lalu ia menari-nari mengelilingi me ja. Tiba-tiba
ia melompat keluar dari pintu dan menghilang.
Dengan segera ia kembali,
membawa baki besar berisi penuh makanan. Lalu Tom dan Goldberry menata meja;
para hobbit duduk setengah heran dan setengah tertawa: begitu indah keluwesan
Goldberry, begitu riang dan aneh lonjakan-lonjakan Tom. Meski begitu, mereka
seolah menjalin suatu tarian tunggal, tanpa saling mengganggu, masuk dan keluar
ruangan, dan seputar meja; dengan sangat cepat makanan, kendi-kendi, serta
lampu sudah ditata. Panggung menyala terang oleh lilin, putih dan kuning. Tom
membungkuk kepada tamu-tamunya. "Makan malam sudah siap," kata
Goldberry; sekarang para hobbit melihat ia berpakaian warna perak seluruhnya,
dengan korset putih, dan sepatunya seperti jaring ikan. Tapi Tom berpakaian
biru polos, biru seperti bunga forget-me-not yang tersiram hujan, dan
stokingnya hijau.
Makan malam itu bahkan lebih lezat daripada sebelumnya. Di bawah sihir
kata-kata Tom, mungkin para hobbit sudah kehilangan satu atau banyak hidangan,
tapi ketika makanan disajikan di depan mereka, rasanya sudah saw minggu sejak
mereka terakhir makan. Mereka tidak bernyanyi atau bahkan berbicara banyak
untuk beberapa saat, dan hanya memusatkan perhatian pada makanan. Tapi setelah
beberapa saat semangat mereka bangkit kembali, dan suara mereka nyaring oleh
keriangan dan tawa.
Setelah mereka makan,
Goldberry menyanyikan banyak lagu untuk mereka; lagu-lagu yang dimulai dengan
ceria di perbukitan, dan jatuh dengan lembut ke dalam keheningan; dan dalam
keheningan itu terbayang dalam benak mereka telaga-telaga dan lautan yang lebih
Was daripada yang pernah mereka kenal, dan ketika mereka menengok ke dalamnya,
mereka melihat langit di bawah sana dan bintang-bintang bagai berlian di
kedalaman. Lalu sekali lagi Goldberry mengucapkan selamat tidur dan
meninggalkan mereka dekat perapian. Tapi Tom kini benar-benar terjaga, dan
menghujani mereka dengan pertanyaan.
Rupanya ia sudah tahu
banyak tentang mereka dan semua keluarga mereka, bahkan tentang sejarah dan
kejadian di Shire dari masa yang hampir tak bisa diingat oleh kaum hobbit
sendiri. Mereka sudah tidak heran akan hal ini; tapi Tom tidak merahasiakan
bahwa ia tahu semua hal tersebut terutama dari Petani Maggot, yang ia anggap
sebagai orang yang lebih penting daripada yang diduga para hobbit. "Di
bawah kakinya yang tua ada tanah, dan tanah hat pada jemarinya; ada kebijakan
dalam tulang-tulangnya, dan kedua matanya terbuka lebar," kata Tom. Jelas
Tom juga berurusan dengan para Peri, dan kelihatannya berita dari Gildor
tentang pelarian Frodo sampai kepadanya.
Tom tahu begitu banyak,
dan caranya bertanya cerdik sekali, sampai-sampai Frodo mendapati dirinya
menceritakan lebih banyak tentang Bilbo, dan harapan-harapan serta ketakutannya
sendiri, daripada yang pernah diceritakannya pada Gandalf. Tom
mengangguk-anggukkan kepala, dan ada kilatan di matanya ketika ia mendengar
tentang para Penunggang itu.
"Tunjukkan padaku
Cincin berharga itu!" ia berkata tiba-tiba, di tengah-tengah cerita: dan
Frodo, dengan penuh keheranan, mengeluarkan rantai dari dalam sakunya, dan
setelah melepaskan ikatan Cincin, ia segera memberikannya pada Tom.
Cincin itu seolah membesar
sejenak di tangan Tom yang besar dan berkulit cokelat. Mendadak ia mendekatkan
Cincin itu. ke matanya, dan tertawa. Sekilas para hobbit melihat suatu pemandangan lucu
sekaligus menakutkan, yaitu mata Tom yang biru cerah berkilauan melalui
lingkaran emas. Lalu Tom memasang Cincin itu pada ujung jari kelingkingnya, dan
mengangkatnya ke dekat nyala lilin. Untuk beberapa saat para hobbit tidak
melihat sesuatu yang aneh. Lalu mereka menarik napas kaget. Tidak ada
tanda-tanda Tom menghilang!
Tom tertawa lagi, lalu
melempar Cincin itu ke udara-dan Cincin itu lenyap seketika. Frodo berteriak,
Tom mencondongkan badan ke depan, mengembalikan Cincin itu sambil tersenyum.
Frodo mengamatinya dengan
saksama, dan agak curiga (seperti orang yang baru saja meminjamkan perhiasan
kepada seorang pesulap). Cincinnya masih sama, atau kelihatan sama, dan
beratnya juga sama: karena bagi Frodo, Cincin itu selalu terasa berat di
tangan. Tapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk memastikan. Mungkin ia agak
jengkel dengan Tom, karena Tom seolah menganggap enteng sesuatu yang bahkan
oleh Gandalf dianggap penting dan berbahaya. Frodo menunggu kesempatan. Ketika
pembicaraan sedang berlanjut, dan Torn sedang menceritakan kisah konyol tentang
luwak dan tingkah lakunya yang aneh, Frodo menyelipkan Cincin itu di jarinya.
Merry berbalik kepadanya
untuk mengatakan sesuatu, dan terkejut, nyaris terpekik. Frodo cukup senang:
cincin ini memang cincinnya, karena Merry memandang kosong ke kursinya, dan
jelas tak bisa melihatnya. Frodo bangkit berdiri, dan diam-diam menjauh dari
api, menuju pintu luar.
"Hei, kau!"
teriak Tom, melirik ke arahnya dengan pandangan tahu dalam matanya yang-
bersinar-sinar. "Hei! Frodo! Kemari! Kau mau ke mana? Torn Bombadil tua
belum buta. Lepaskan cincin emasmu! Tanganmu lebih indah tanpa dia. Kembalilah!
Tinggalkan permainanmu dan duduklah di sampingku! Kita perlu berbicara lebih
lama lagi, dan memikirkan pagi hari. Tom harus mengajarkan jalan yang benar,
dan menahan kaki kalian dari pengembaraan."
Frodo tertawa (sambil
mencoba merasa puas), dan sambil melepaskan Cincin, ia kembali duduk. Kata Tom,
ia menduga besok matahari akan bersinar, besok pagi akan menyenangkan, dan
berangkat besok akan banyak membawa harapan. Tapi sebaiknya mereka berangkat
pagi-pagi, karena cuaca di negeri itu tidak begitu bisa dipastikan untuk jangka
lama, bahkan oleh Tom sekalipun, dan kadang-kadang bisa berubah lebih cepat
sebelum ia bisa mengganti jaketnya. "Aku bukan ahli cuaca," katanya,
"begitu pula semua makhluk lain yang berjalan dengan dua kaki."
Mengikuti nasihatnya,
mereka memutuskan pergi agak ke arah utara dari rumah Tom, melalui lereng barat
Downs yang lebih rendah: dengan demikian, mereka bisa berharap bertemu Jalan
Timur dalam satu hari perjalanan, dan menghindari Barrows. Tom mengatakan
mereka tak perlu takut-dan jangan ikut campur urusan orang lain.
"Tetaplah di atas
rumput hijau. Jangan mencampuri urusan batu-batu kuno atau Wight yang dingin,
atau mengorek-ngorek rumah mereka, kecuali kalau kalian orang-orang kuat dengan
hati yang tak pernah bimbang!" ia mengatakan itu lebih dari sekali; dan ia
menasihati mereka untuk melewati barrows di sisi barat, kalau kebetulan
berjalan dekat salah satu. Lalu ia mengajari mereka suatu sajak untuk
dinyanyikan, kalau kebetulan nasib sial membuat mereka jatuh ke dalam bahaya
atau kesulitan.
Ho! Tom Bombadil, Tom Bombadillo!
Dekat air, hutan, dan bukit, di alang-alang dan willow,
Dekat api, matahari, dan bulan, dengar sekarang, dengarkanlah!
Kami membutuhkanmu, Tom Bombadil, datanglah!
Ketika mereka selesai
menyanyi mengikutinya, Tom menepuk bahu mereka masing-masing sambil tertawa,
dan sambil membawa lilin-lilin. Ia menuntun mereka kembali ke kamar tidur.
BAB 8
KABUT Di ATAS BARROW-DOWNS
Malam itu mereka tidak mendengar suara apa pun. Tapi entah di dalam
mimpinya, atau di luarnya, Frodo mendengar nyanyian indah mengalir dalam
pikirannya: lagu yang seolah datang bagai cahaya remang-remang di balik tirai
hujan kelabu, dan semakin kuat, hingga mengubah tirai itu menjadi kaca dan
perak, yang lalu tersingkap, menampakkan negeri hijau yang terhampar di bawah
matahari yang terbit dengan cepat.
Pemandangan itu melebur
menjadi keterjagaan; dan ternyata Tom sedang bersiul seperti sepohon penuh
burung; sinar matahari sudah jatuh miring di atas bukit, dan melalui jendela
yang terbuka. Di luar semuanya hijau dan pucat keemasan.
Setelah sarapan, yang
kembali mereka makan sendirian, mereka bersiap-siap untuk pamit, dengan berat
hati, meski pagi itu indah: sejuk, cerah, dan bersih di bawah langit musim
gugur yang biru tipis tersapu air. Udara segar datang dari Barat-laut.
Kuda-kuda mereka yang tenang hampir-hampir tampak lincah, mendengus-dengus, dan
bergerak-gerak gelisah. Tom keluar dari rumah, melambaikan topinya dan
menari-nari di ambang pintu, menyuruh para hobbit untuk naik dan berangkat pergi
dengan lancar.
Mereka melaju melewati
jalan yang membentang dari belakang rumah, dan mendaki ke arah ujung utara
pundak bukit tempat rumah itu berlindung. Mereka baru saja turun untuk menuntun
kuda-kuda mendaki lereng terakhir yang terjal, ketika tiba-tiba Frodo berhenti.
"Goldberry!"
serunya. "Nona cantik dalam gaunnya yang hijau keperakan! Kita belum pamit
padanya, dan belum melihatnya sejak kemarin sore!" ia begitu sedih, sampai
membalikkan badan untuk turun; tap, tepat pada saat itu terdengar suatu seruan
jernih mengalun. Di sana, di atas pundak bukit, Goldberry berdiri memanggil
mereka: rambutnya berkibar bebas, tampak menyala berkilauan kena sinar
matahari. Cahaya seperti kilatan air pada rumput berembun menyala dari bawah
kakinya, sementara ia menari-nari.
Mereka bergegas mendaki
lereng terakhir, dan berdiri dengan na- pas terengah-engah di samping
Goldberry. Mereka membungkuk, tapi dengan lambaian tangannya ia menyuruh mereka
memandang sekeliling; mereka memandang dari atas puncak bukit ke daratan di
pagi hari. Sekarang pemandangannya jernih dan jauh, tidak lagi berkabut dan
terselubung, seperti ketika mereka berdiri di atas bukit kecil di Forest, yang
sekarang terlihat berdiri pucat dan hijau di antara pepohonan gelap di Barat.
Di sebelah sana, tanah naik membentuk punggung bukit berhutan, hijau, kuning,
cokelat muda di bawah sinar matahari, di luarnya tersembunyi lembah Brandywine.
Ke Selatan, menyeberangi garis Withywindle, ada kilatan jauh seperti kaca
pucat, di mana Sungai Brandywine membentuk lingkaran besar di dataran rendah
dan mengalir menghilang dari pengetahuan para hobbit. Di Utara, di luar
bukit-bukit rendah yang semakin mengecil, tanah membentuk dataran dan tonjolan
berwarna kelabu, hijau, dan warna tanah pucat, sampai menghilang dalam kejauhan
tak berbentuk dan remang-remang. Di sebelah Timur berdiri Barrow-downs,
punggung demi punggung bukit di pagi hari, lenyap dari pemandangan, menjadi
terkaan: tak lebih dari perkiraan biru dan kilatan putih yang berbaur dengan
pinggiran langit, tapi bagi mereka itu menyiratkan pegunungan tinggi dan jauh,
seperti yang ada dalam ingatan dan dongeng-dongeng lama.
Mereka menghirup udara
segar dalam-dalam, dan merasa bahwa satu loncatan dan beberapa langkah tegap
akan membawa mereka ke mana pun mereka mau. Rasanya agak seperti pengecut kalau
naik kuda melewati bukit-bukit kusut menuju Jalan Timur, sementara seharusnya
mereka melompat-lompat penuh semangat seperti Tom, melewati tangga bukit,
langsung ke Pegunungan.
Goldberry berbicara pada
mereka, menyadarkan mata dan pikiran mereka. "Bergegaslah, tamu-tamu yang
baik!" katanya. "Dan tetaplah pada tujuan semula! Ke Utara, dengan
angin di mata kiri dan berkah pada setiap langkah! Cepatlah, selama matahari
masih bersinar!" Dan kepada Frodo ia berkata, "Selamat jalan, sahabat
kaum Peri, in, pertemuan yang menyenangkan!"
Tetapi Frodo tak bisa
menemukan kata-kata untuk menjawab. Ia membungkuk rendah, dan menaiki
kudanya, dan diikuti teman-temannya, pelan-pelan ia menuruni lereng yang tidak
begitu terjal di balik bukit. Rumah Tom Bombadil dan lembah, dan Forest hilang
dari pandangan. Udara semakin hangat di antara kedua dinding lereng bukit, bau
tanah kering naik dengan keras dan harum ke dalam napas mereka. Tiba di dasar
cekungan hijau, mereka menoleh dan melihat Goldberry yang sekarang tampak kecil
dan ramping, seperti bunga disinari cahaya matahari, berlatar belakang langit:
ia berdiri diam, masih memperhatikan mereka, tangannya terulur ke arah mereka.
Ketika mereka menoleh, ia memanggil dengan suara jernih, dan sambil mengangkat
tangannya, ia membalikkan badan dan menghilang di balik bukit.
Jalan mereka melewati sepanjang dasar lembah, mengitari kaki hijau bukit
curam, memasuki lembah lain yang lebih dalam dan luas, lalu mendaki punggung
bukit-bukit lain, menuruni lereng-lerengnya, lalu mendaki sisi-sisinya yang
mulus lagi, naik ke puncak-puncak bukit baru dan turun ke lembah-lembah baru.
Tidak ada pohon atau air: hanya ada tanah berumput dan tanah kering lentur,
suasana sepi, yang terdengar hanya bisikan udara di atas batas tanah, dan
lengkingan kesepian burung-burung aneh tinggi di atas. Semakin jauh perjalanan
mereka, matahari semakin naik dan semakin panas. Setiap mereka mendaki suatu
punggung bukit, angin seolah semakin melemah. Ketika mereka melihat sekilas
tanah di sebelah barat, Forest di kejauhan tampak berasap, seolah hujan yang
sudah turun menguap lagi dari daun, akar, dan gundukan tanah. Selapis tipis
bayangan menyelimuti batas pandangan, kabut gelap yang di atasnya langit tampak
seperti topi biru panas dan berat.
Sekitar tengah hari,
mereka tiba di sebuah bukit yang puncaknya lebar dan datar, seperti piring
ceper dengan pinggiran hijau yang meninggi. Di dalamnya tidak ada aliran udara,
dan langit seolah dekat sekali ke kepala. Mereka menyeberangi bukit itu dan
memandang ke arah utara. Semangat mereka meningkat, sebab jelas mereka sudah
berjalan lebih jauh daripada yang diharapkan. Memang sekarang jarak-jarak
menjadi kabur dan menipu, tapi tak diragukan lagi Downs akan segera berakhir.
Sebuah lembah panjang terhampar di bawah mereka, dan berliku ke arah utara,
mencapai suatu bukaan di antara dua punggung bukit curam. Di luarnya,
kelihatannya tidak ada bukit-bukit lagi. Pada arah utara mereka melihat sekilas
sebuah garis panjang gelap. "Itu garis pepohonan," kata Merry,
"pasti menandai Jalan Timur. Sepanjang jalan, sejauh beberapa mil sebelah
timur Jembatan, ada deretan pohon. Katanya mereka ditanam lama berselang."
"Bagus!" kata
Frodo. "Kalau siang nanti kita bisa berjalan sejauh Pagi ini, kita sudah
meninggalkan Downs jauh sebelum matahari terbenam dan bisa terus mencari tempat
berkemah." Tapi sementara berbicara ia melihat ke arah timur, di sana
tampak bahwa pada sisi itu bukit-bukit lebih tinggi dan menatap mereka dari
ketinggian; semuanya tertutup gundukan hijau, dan pada beberapa tempat terdapat
bebatuan menjulang, menunjuk ke atas seperti gigi tajam-tajam muncul dari
rahang hijau.
Pemandangan itu agak
meresahkan; maka mereka membuang muka darinya dan turun ke dalam lingkaran
lembah. Di tengahnya berdiri sebuah baru sendirian, menjulang di bawah sinar
matahari, dan pada saat itu tidak membuat bayangan. Batu itu tak berbentuk,
namun penuh makna: seperti tanda lingkungan, atau jari yang melindungi, atau
lebih seperti peringatan. Tapi sekarang mereka lapar, dan matahari masih pada
posisi tengah hari; maka mereka bersandar pada sisi timur batu itu. Rasanya
dingin, seolah matahari tak punya kekuatan untuk memanasinya; tapi pada saat
itu hat itu terasa menyenangkan. Di sana mereka makan dan minum, melahap makan
siang sebaik yang bisa diharapkan di bawah langit terbuka; karena makanan itu
datang dari "bawah Bukit". Tom sudah membekali mereka dengan makanan
berlimpah, demi kenyamanan mereka. Kuda-kuda mereka berkeliaran tanpa beban di
rumput.
Menunggang kuda melewati perbukitan dan makan kenyang, sinar matahari
hangat dan wangi tanah kering, berbaring agak terlalu lama, melunjurkan kaki
dan memandang langit di atas: hal-hal ini barangkali cukup untuk menjelaskan
apa yang terjadi. Bagaimanapun, tahu-tahu mereka terbangun tiba-tiba, dalam
keadaan sangat tidak nyaman, dari tidur yang sebenarnya tidak terencana. Batu
berdiri itu sudah dingin, dan menjatuhkan bayangan panjang pucat yang merentang
jauh ke arah timur di' atas mereka. Matahari sudah berwarna kuning pucat cair,
bersinar melalui kabut, persis di atas dinding barat lembah tempat mereka
berbaring; utara, selatan, dan timur, di luar dinding kabut sudah tebal,
dingin, dan putih. Udara hening, berat, dan dingin. Kuda-kuda mereka berdiri
bergerombol dengan kepala tertunduk.
Para hobbit melompat
bangun dengan kaget, dan berlari ke pinggir
barat. Ternyata mereka
berada di suatu pulau di tengah kabut. Tepat saat mereka dengan cemas memandang
ke arah matahari yang sedang terbenam, ia tenggelam di depan mata mereka, masuk
ke dalam lautan putih, dan sebuah bayangan kelabu dingin muncul di timur di
belakang. Kabut mengalir naik ke dinding-dinding dan melayang ke atas mereka,
dan sambil melambung, kabut itu menutupi kepala-kepala mereka hingga membentuk
atap: mereka terkurung dalam ruangan kabut, dan tiang pusatnya adalah batu
berdiri itu.
Mereka merasa terkurung
oleh suatu perangkap, tapi mereka tidak kehilangan semangat. Mereka masih ingat
pemandangan penuh harapan akan garis Jalan Timur di depan sana, dan mereka
masih tahu arah letaknya. Bagaimanapun, sekarang mereka sudah sangat tidak suka
pada tempat cekung di sekitar batu itu, sehingga sama sekali tidak berniat
tetap tinggal di sana. Mereka mengepak barang secepat yang dimungkinkan oleh
jari-jari mereka yang beku.
Segera mereka menuntun
kuda-kuda dalam satu barisan, melewati pinggiran, dan menuruni lereng panjang
bukit itu ke arah utara, masuk ke lautan kabut. Ketika mereka turun, kabut
semakin dingin dan lembap, rambut mereka tergantung lemas dan terkulai di atas
dahi. Saat mereka tiba di dasar lereng, hawa sudah sangat dingin, hingga mereka
harus berhenti dulu dan mengeluarkan mantel dan kerudung, yang segera dipenuhi
tetes-tetes embun kelabu. Lalu mereka kembali naik kuda, maju lagi
perlahan-lahan, sambil meraba-raba jalan melalui naik dan turunnya tanah.
Sedapat mungkin mereka mengarah ke bukaan seperti gerbang di ujung utara lembah
panjang yang mereka lihat tadi pagi. Setelah melewati celah itu, mereka cukup
melanjutkan perjalanan dalam garis lurus, dan pasti akan bertemu dengan Jalan
Timur. Hanya itu yang ada dalam pikiran mereka, selain harapan samar-samar
bahwa mungkin di luar Downs tak ada kabut.
Perjalanan mereka lamban sekali. Untuk menghindari terpisah dan berjalan ke
arah berbeda, mereka berjalan dalam satu barisan, dipimpin oleh Frodo. Sam di
belakangnya, setelahnya Pippin, lalu Merry. Lembah itu seakan tak berujung.
Mendadak Frodo melihat tanda yang memberi harapan. Di kedua sisi, kegelapan
mulai menyongsong melalui kabut; ia menduga mereka akhirnya mendekati celah di
perbukitan, gerbang utara Barrow-downs. Kalau bisa melewati itu, mereka akan
bebas.
"Ayo! Ikuti
aku!" ia berteriak sambil menoleh ke belakang, dan ia bergegas maju. Tapi
harapannya segera berubah menjadi kebingungan dan kekhawatiran. Bercak-bercak
gelap semakin gelap, tapi mereka mengerut; dan tiba-tiba ia melihat dua batu
berdiri, menjulang mengancam di depannya, agak condong dan saling bersandar
seperti tiang pintu yang tidak berkepala. Rasanya ia tidak melihat hat semacam
itu d' lembah, ketika memandang dari atas bukit pagi tadi. Ia melewati kedua batu itu hampir tanpa sadar, dan saat ia melakukannya,
kegelapan seolah mengurungnya. Kudanya mengangkat kaki depan dan mendengus, dan
Frodo terjatuh. Ketika menoleh, ia menyadari bahwa ia sendirian: yang lain
tidak mengikutinya.
"Sam!"
teriaknya. "Pippin! Merry! Ke sinilah! Kenapa kalian tidak ikut?"
Tak ada jawaban. Rasa
takut menyergapnya, dan ia berlari kembali melewati kedua batu itu sambil
berteriak liar, "Sam! Sam! Merry! Pippin!" Kudanya berlari ke dalam
kabut dan lenyap. Dari kejauhan, atau begitulah kedengarannya, Frodo merasa
mendengar teriakan, "Hei! Frodo! Hei!" Bunyinya dari arah timur, di
sebelah kirinya saat ia berdiri di bawah batu besar itu, memandang dan
menjulurkan kepala ke dalam kegelapan. Ia mulai melangkah menuju arah
teriakan, dan menyadari bahwa ia berjalan mendaki dengan terjal.
Saat berjuang mendaki, ia
berteriak lagi, dan terus memanggil dengan semakin kalut; tapi ia tidak
mendengar jawaban untuk beberapa saat, kemudian samar-samar, jauh di atasnya,
terdengar panggilan. "Frodo! Hei!" Terdengar suara-suara tipis dari
dalam kabut: lalu teriakan yang terdengar seperti tolong, tolong! diulang
berkali-kali, berakhir dengan tolong terakhir yang menjadi sebuah raungan
panjang yang tiba-tiba terpotong. Frodo berjalan maju terhuyung-huyung secepat
mungkin; tapi cahaya sekarang sudah sirna, dan malam pekat mengurungnya, hingga
ia tak mungkin bisa tahu arah. Selama itu rupanya ia mendaki terus.
Akhirnya perubahan
permukaan tanah di bawah kakinya memberitahukan bahwa ia sudah sampai ke puncak
bukit atau punggung bukit. Ia lelah, berkeringat namun kedinginan. Kegelapan
sudah sangat pekat.
"Di mana
kalian?" teriaknya sedih.
Tak ada jawaban. Ia berdiri mendengarkan. Mendadak ia sadar bahwa udara sudah dingin sekali,
dan di atas sini angin mulai bertiup, angin sedingin es. Cuaca mulai berubah.
Kabut mengalir di sekitarnya dalam serpihan dan cabikan. Napasnya beruap, tapi
kegelapan tidak begitu pekat dan tebal. Ia menengadah dan melihat dengan
tercengang bahwa bintang-bintang -terang muncul di atas, di antara serpihan
awan dan kabut yang berlarian. Angin mulai mendesis di atas rumput.
Mendadak Frodo merasa
mendengar sebuah teriakan teredam, dan Ia berjalan ke arah itu; ketika ia maju
ke depan, kabut tersingkap dan langit berbintang terbuka selubungnya. Sekilas
pandang ia tahu bahwa ia sekarang menghadap ke selatan, dan berada di sebuah
puncak bukit bundar, yang pasti didakinya dari sebelah utara. Dari timur
berembus angin dingin menusuk. Di sebelah kanannya berdiri sebuah sosok hitam
gelap, berlatar belakang bintang-bintang di sebelah barat. Ada sebuah gundukan
tanah di situ.
"Di mana
kalian?" teriak Frodo lagi, marah dan ketakutan.
"Di sini!" kata
sebuah suara, berat dan dingin, seolah datang dari dalam tanah. "Aku
menunggumu!"
"Tidak!" kata
Frodo; tapi ia tidak lari. Lututnya lemas, dan ia jatuh ke tanah. Tidak terjadi
apa-apa, dan tidak ada suara. Dengan gemetar ia menengadah, tepat pada waktunya
untuk melihat sebuah sosok tinggi gelap seperti bayangan di depan
bintang-bintang. Sosok itu mencondongkan tubuh di atasnya. Frodo merasa ada
sepasang mata yang sangat dingin, meski bersinar dengan cahaya pucat yang
seolah datang dari jarak sangat jauh. Lalu cengkeraman yang lebih kuat dan
dingin daripada besi memegangnya. Sentuhan sedingin es itu membekukan
tulang-tulangnya, dan ia tak sadarkan diri.
Ketika siuman lagi, sejenak ia tak ingat apa pun kecuali perasaan takut.
Tiba-tiba ia tahu bahwa ia terperangkap, tertangkap tak berdaya; ia ada di
dalam gundukan tanah kuburan. Seorang Barrow-wight telah menangkapnya, dan
mungkin ia sudah kena sihir mengerikan dari Barrow-wight, yang banyak
diceritakan dengan berbisik-bisik. Ia tidak berani bergerak, hanya
berbaring seperti sewaktu siuman: telentang di atas bebatuan dingin dengan
kedua tangannya di atas dada.
Tapi, meski ketakutannya
begitu besar, hingga seolah menjadi bagian dari kegelapan di sekitarnya, ia
sadar bahwa sementara berbaring ia teringat Bilbo Baggins dan kisah-kisahnya,
tentang pengalaman mereka berlari bersama di jalan-jalan di Shire, membicarakan
berbagai jalan dan petualangan. Ada benih keberanian tersembunyi (sering kali
sangat dalam bahkan) dalam hati hobbit yang paling gemuk dan paling pemalu
sekalipun, menunggu suatu bahaya akhir untuk membuatnya tumbuh. Frodo tidak
terlalu gemuk maupun pemalu; ia mungkin tidak tahu itu, bahwa Bilbo (dan
Gandalf) menganggapnya hobbit terbaik di Shire. Ia mengira sudah sampai ke
akhir petualangannya, dan akhir yang mengerikan, tapi pikiran itu justru
mengeraskan hatinya. Ia merasa dirinya jadi kaku, seperti hendak membuat suatu loncatan akhir; ia
tidak lagi merasa lemas seperti mangsa yang tak berdaya.
Saat berbaring di sana,
berpikir dan mengendalikan dirinya sendiri, ia melihat bahwa ternyata kegelapan
itu perlahan-lahan menghilang: seberkas cahaya pucat kehijauan berkembang di
sekitarnya. Pada mulanya cahaya itu tidak menunjukkan ia berada dalam ruangan
macam apa, karena cahaya itu seolah datang dari dirinya sendiri, dan dari
lantai di sampingnya, belum sampai ke atap atau dinding. Ia menoleh, dan di
sana... dalam cahaya dingin, ia melihat Sam, Pippin, dan Merry berbaring di
sampingnya. Mereka berbaring telentang, wajah mereka pucat pasi, dan mereka
berpakaian putih. Di sekitar mereka berserakan banyak harta, mungkin dari emas,
meski dalam cahaya tersebut harta itu kelihatan dingin dan tidak indah. Pada
kepala mereka ada lingkaran bundar, rantai emas pada pergelangan tangan, dan
banyak cincin terpasang pada jari mereka. Di samping mereka ada pedang-pedang,
dan tameng di dekat kaki. Tapi di leher mereka melintang sebilah pedang
panjang.
Tiba-tiba sebuah nyanyian mulai terdengar: gumaman dingin, naik dan turun.
Suara itu kedengaran jauh sekali dan tak terhingga suramnya, kadang tinggi dan
tipis di udara, kadang seperti erangan rendah dari tanah. Dari aliran bunyi
sedih dan mengerikan yang tidak jelas itu, sesekali terwujud rangkaian
kata-kata: kata-kata muram, keras, dingin, tak berperasaan, dan sedih. Malam
mencerca pagi yang sudah hilang dari sisinya, dan hawa dingin mengutuk
kehangatan yang didambakannya. Frodo merasa kedinginan sampai ke sumsumnya.
Setelah beberapa saat, lagu itu semakin jelas, dan dengan ketakutan Frodo
menyadari lagu itu sudah berubah menjadi semacam jampi-jampi:
Dinginlah tangan, hati dan tulang,
dan dinginlah tidur di bawah batu dan ilalang:
tak pernah lagi ban gun di ranjang batu,
sampai Matahari lenyap dan Bulan mati membisu.
Di dalam angin hitam, bintang-bintang 'kan mati,
biarkan mereka berbaring di sini, di atas emas murni,
sampai penguasa kegelapan mengayunkan tangan
di atas lautan mati dan tanah layu tak bertuan.
Di belakang kepalanya,
Frodo mendengar bunyi keriut dan menggores. Ia menoleh sambil mengangkat tubuhnya
pada satu lengan, dan dalam cahaya pucat ia melihat mereka berada dalam semacam
selasar yang membelok di belakang. Dari balik tikungan, sebuah lengan panjang
meraba-raba, berjalan di atas jemarinya mendekati Sam yang berbaring paling
dekat, dan menuju ujung pedang yang tergeletak di atas tubuhnya.
Mula-mula Frodo merasa
benar-benar telah menjadi batu karena pengaruh jampi-jampi itu. Lalu suatu
pikiran liar untuk kabur muncul dalam benaknya. Ia
bertanya-tanya, apakah kalau ia memakai Cincin, Barrow-wight itu takkan bisa
melihatnya, dan mungkin ia bisa mencari jalan keluar. Ia membayangkan dirinya berlari bebas di rerumputan, sambil berduka tentang
Merry, Sam, dan Pippin, tapi ia sendiri bebas dan hidup. Gandalf pasti mengerti
bahwa tak ada yang bisa ia perbuat untuk menyelamatkan mereka.
Tapi keberanian yang sudah
bangkit dalam dirinya kini terlalu kuat: ia tak bisa begitu saja meninggalkan teman-temannya. Ia bimbang, meraba-raba dalam sakunya, lalu bertempur melawan dirinya lagi;
sementara itu, lengan tadi semakin dekat. Tiba-tiba Frodo berhasil mengambil
keputusan tegas. Diambilnya pedang pendek di dekatnya, dan ia membungkuk rendah
di atas tubuh teman-temannya. Dengan sekuat tenaga ia menebas lengan yang
merangkak itu pada pergelangannya, dan tangan di lengan itu putus; tapi pada
saat bersamaan pedang itu retak sampai ke pangkalnya. Terdengar teriakan, dan
cahaya menghilang. Dalam kegelapan terdengar bunyi menggeram.
Frodo jatuh ke atas tubuh
Merry, dan wajah Merry terasa dingin. Bersamaan dengan itu muncul kembali
ingatan yang tadi hilang tersapu kabut pertama—ingatan akan rumah di kaki bukit
itu, dan Tom yang bernyanyi. Ia ingat sajak yang diajarkan Tom pada
mereka. Dengan suara kecil dan putus asa ia memulai: Ho! Tom Bombadil! Begitu
ia menyebutkan nama itu, suaranya semakin kuat: bunyinya penuh dan bersemangat,
dan ruangan gelap itu bergema, seolah mengikuti bunyi drum dan terompet.
Ho! Tom Bombadil, Tom Bombadillo!
Dekat air, hutan, dan bukit, di alang-alang dan willow,
Dekat api, matahari, dan bulan, dengar sekarang, dengarkanlah!
Kami membutuhkanmu, Torn Bombadil, datanglah!
Mendadak hening sekali,
dan Frodo bisa mendengar jantungnya berdetak. Setelah beberapa saat yang lama
dan lamban, ia mendengar dengan jelas, meski jauh sekali, seolah datang dari
bawah, melalui tanah atau tembok tebal, sebuah suara menyanyikan jawabannya:
Tom Bombadil tua orang yang periang,
Jaketnya biru cerah, sepatu botnya kuning terang.
Tom-lah sang penguasa, takkan bisa dijerat:
Lagu-lagunya dahsyat, dan kakinya lebih cepat.
Ada bunyi gemuruh sangat keras, seolah bebatuan bergulir dan berjatuhan,
dan tiba-tiba cahaya mengalir masuk, cahaya asli, cahaya biasa pagi hari. Suatu
bukaan seperti pintu rendah muncul di ujung ruangan, di dekat kaki Frodo; dan
muncullah kepala Tom Bombadil (topi, bulu, dan semuanya), terbingkai di depan
cahaya matahari yang terbit kemerahan di belakangnya. Cahaya itu jatuh ke
lantai, dan ke atas wajah ketiga hobbit yang berbaring di samping Frodo. Mereka
tak bergerak, tapi warna pucat di wajah mereka sudah lenyap. Mereka sekarang
hanya kelihatan sedang tidur lelap.
Tom membungkuk, melepaskan
topinya, dan masuk ke dalam ruangan gelap itu sambil bernyanyi:
Keluar kau, Wight tua! Enyahlah dalam cahaya mentari!
Ciutlah seperti kabut dingin, seperti angin pergi' meraung,
Keluar ke negeri tandus, jauh di luar pegunungan!
Jangan datang ke sini lagi! Biarkan kuburanmu kosong!
Hilang dan terlupakanlah, lebih gelap daripada kegelapan,
Di mana gerbang-gerbangnya selalu tertutup, sampai dunia tersembuhkan.
Saat kata-kata itu
diucapkan, terdengar teriakan keras dan sebagian ujung dalam ruangan itu runtuh
dengan bunyi dahsyat. Lalu ada jeritan memanjang yang makin melemah ke dalam
jarak tak terduga; dan setelah itu sepi.
"Ayo, Kawan
Frodo!" kata Tom. "Mari kita keluar ke rumput bersih! Kau harus
menolongku mengangkat mereka."
Berdua mereka mengangkat
keluar Merry, Pippin, dan Sam. Ketika Frodo meninggalkan "kuburan"
itu untuk terakhir kalinya, ia merasa melihat tangan, putus yang masih
menggeliat seperti labah-labah kesakitan di gundukan tanah runtuh. Tom masuk
kembali, terdengar bunyi pukulan dan injakan. Ketika keluar, ia membawa harta
banyak sekali: benda-benda dari emas, perak, perunggu; banyak manik-manik
rantai, dan hiasan berlian. Ia memanjat gundukan tanah hijau itu dan meletakkan
semuanya di bawah sinar matahari.
Ia berdiri di sana, dengan
topi di tangannya dan angin meniup rambutnya, memandang para hobbit yang sudah
dibaringkan di rumput sebelah barat bukit. Sambil mengangkat tangan kanannya,
Tom berkata dengan suara jernih berwibawa,
Bangunlah sekarang, kawan-kawanku yang riang!
Bangun dan dengarlah aku memanggil!
Hangatlah hati dan anggota tubuh! Batu yang dingin sudah runtuh;
Pintu gelap sudah terbuka; tangan mati sudah tiada.
Malam di bawah Malam sudah terbang, Gerbang sudah terpentang!
Den-an sangat gembira
Frodo melihat para hobbit bergerak, meregangkan tangan dan menyeka mata, lalu
tiba-tiba bangkit berdiri. Mereka melihat sekeliling dengan keheranan,
mula-mula memandang Frodo, kemudian Tom yang berdiri menjulang di gundukan
tanah di atas mereka; lalu diri mereka sendiri dalam kain putih compang-camping
yang tipis, bermahkota dan berikat pinggang emas pucat, bergemerincing
perhiasan.
"Apa-apaan ini?"
kata Merry sambil meraba lingkaran bulat yang sudah merosot di atas salah satu
matanya. Lalu ia berhenti, wajahnya menjadi muram, dan ia memejamkan mata.
"Tentu saja, aku ingat!" katanya. "Orang-orang Carn Dum
menyerang kami malam-malam, dan kami kalah. Aduh! Pedang dalam jantungku!"
ia mencengkeram dadanya. "Tidak! Tidak!" katanya, sambil membuka
mata. "Apa yang kukatakan? Aku bermimpi rupanya. Ke mana kau pergi, Frodo?"
"Kurasa aku
tersesat," kata Frodo, "tapi aku tak mau membahasnya. Sebaiknya kita
pikirkan apa yang harus dilakukan sekarang! Mari kita melanjutkan
perjalanan!"
"Berpakaian seperti
ini, Sir?" kata Sam. "Di mana pakaianku?" ia melemparkan
lingkaran bulat, ikat pinggang, dan cincin-cincin ke atas rumput, lalu melihat
sekeliling dengan tak berdaya, seolah berharap akan menemukan jubah, jaket,
tali celana, dan pakaian hobbit lainnya bertebaran di dekat mereka.
"Kalian tidak akan
menemukan lagi pakaian kalian," kata Tom, melompat dari atas gundukan
tanah, dan tertawa sambil menari-nari mengelilingi mereka dalam cahaya
matahari. Seolah-olah peristiwa berbahaya atau mengerikan tadi tak pernah
terjadi; dan memang... kengerian lenyap dari hati mereka ketika memandang Tom,
dan melihat sinar ceria di matanya.
"Apa maksudmu?"
tanya Pippin, menatapnya, setengah heran dan setengah geli. "Kenapa
tidak?"
Tapi Tom menggelengkan
kepala, sambil berkata, "Kalian sudah menemukan din kalian sendiri, kalian
sudah keluar dari dalam kesulitan besar. Pakaian hanya kehilangan kecil, kalau
kalian sudah terelak dari tenggelam. Berbahagialah, kawan-kawanku yang ceria,
dan biarkan sinar matahari yang panas menghangatkan hati dan anggota tubuh!
Lepaskan pakaian compang-camping itu! Berlarilah telanjang di rumput, sementara
Tom pergi berburu!"
Ia melompat menuruni
bukit, sambil bersiul dan memanggil Frodo melihatnya berlari ke arah selatan,
sepanjang cekungan hijau di antara bukit mereka dan yang berikutnya, sambil
tetap bersiul dan memanggil,
Hei! Ayo! Datanglah hei sekarang! Ke mana kau mengembara ?
Naik, turun, dekat, atau jauh, di sini, di sana, atau jauh di sana ?
Telinga-tajam, Hidung-bijak, Ekor-kibas, dan Bumpkin, Kaus kaki-putih, dan
Fatty Lumpkin?
Ia bernyanyi sambil
berlari cepat, melemparkan topinya ke atas dan menangkapnya, hingga sosoknya
tersembunyi dalam lipatan tanah; tapi untuk beberapa saat suaranya hei
sekarang! hoi sekarang! mengalir terus terbawa angin, yang sudah berubah arah
ke selatan.
Udara sudah mulai panas lagi. Para hobbit berlarian sebentar di rumput,
seperti disuruh oleh Tom. Lalu mereka berbaring di bawah sinar matahari, dengan
kegembiraan makhluk yang berpindah tiba-tiba dari musim dingin yang hebat ke
cuaca ramah, atau seperti orang yang setelah lama menderita sakit, suatu hari bangun
dalam keadaan sehat, dan hari terasa indah kembali.
Saat Tom kembali, mereka
sudah merasa kuat (dan lapar). Torn muncul dari atas punggung bukit, topi lebih
dulu, dan di belakangnya berbaris dengan patuh enam ekor kuda: kelima kuda
mereka sendiri, dan satu kuda lain. Yang terakhir itu Paso Fatty Lumpkin: ia
lebih besar, kuat, dan gemuk (dan lebih tua) daripada kuda-kuda mereka. Merry,
pemilik kelima kuda itu, sebenarnya belum pernah menamai kuda-kudanya demikian,
tapi selama sisa hidup mereka, kelima kuda itu mau dipanggil dengan nama baru
yang diberikan Tom. Tom memanggil mereka satu demi satu, dan keenam kuda itu
mendaki punggung bukit, lalu berdiri berbaris. Tom membungkuk kepada para
hobbit.
"Ini kuda
kalian!" katanya. "Mereka lebih berakal sehat (dalam segi tertentu)
daripada kalian, hobbit pengembara—lebih banyak punya akal sehat dalam hidung
mereka. Karena mereka mencium bahaya di depan, sementara kalian malah langsung
terjun ke dalamnya; dan kalaupun mereka lari untuk menyelamatkan diri, mereka
lari ke arah yang benar. Kalian harus memaafkan mereka, karena meski hati
mereka setia, mereka tidak diciptakan untuk menghadapi kengerian para
Barrow-wight. Lihat, mereka datang lagi, membawa semua muatan mereka!"
Merry, Sam, dan Pippin
sekarang mengenakan pakaian cadangan yang mereka bawa dalam ransel; dengan
segera mereka kepanasan, karena terpaksa memakai pakaian yang lebih tebal dan
hangat, yang mereka bawa untuk musim dingin yang sudah dekat.
"Dari mana hewan tua
yang satu itu datang? Si Fatty Lumpkin itu?" tanya Frodo.
"Dia milikku,"
kata Tom. "Kawanku yang berkaki empat; tapi aku jarang menunggangnya dan
dia sering mengembara jauh, bebas di atas lereng bukit. Ketika kuda-kuda kalian
tinggal di tempatku, mereka berkenalan dengan Lumpkin; mereka mengendusnya di
malam hari, dan cepat berlari menemuinya. Kupikir dia akan mencari mereka, dan
dengan kata-kata bijaknya akan membuang semua ketakutan mereka. Tapi sekarang,
Lumpkin-ku yang riang, Tom akan menunggangimu. Hell Tom akan ikut dengan
kalian, untuk mengantar ke jalan; jadi dia butuh kuda. Sebab tidak mudah
berbicara dengan hobbit-hobbit yang menunggang kuda, kalau kau sendiri mencoba
berlari dengan kaki di samping mereka."
Para hobbit senang sekali
mendengar itu, dan berterima kasih berkali-kali pada Tom; tapi ia tertawa dan
mengatakan mereka begitu pintar menyesatkan diri sendiri, hingga ia takkan puas
sebelum mengantar mereka dengan selamat melintasi perbatasan negerinya.
"Banyak sekali pekerjaanku," kata Tom, "berkarya dan bernyanyi,
berbicara dan berjalan, dan mengawasi negeri. Tom tidak selalu bisa berada di
dekat pintu-pintu terbuka dan celah pohon willow. Tom punya rumah yang mesti
diurus, dan Goldberry menunggu."
Masih cukup pagi kalau melihat matahari, sekitar jam sembilan dan sepuluh,
dan para hobbit mulai memikirkan makanan. Mereka terakhir makan pada siang hari
sebelumnya, di dekat batu berdiri itu. Sekarang mereka sarapan dengan sisa
perbekalan dan Tom, yang sebenarnya Untuk makan malam, berikut tambahan yang
dibawakan Tom untuk mereka. Bukan hidangan besar (mengingat nafsu makan hobbit
dan keadaan saat itu), tapi mereka merasa jauh lebih segar setelahnya.
Sementara mereka makan, Tom naik ke atas gundukan itu, mengamati harta di
atasnya. Kebanyakan ia buat menjadi tumpukan yang berkilauan dan bersinar di
atas rumput. Ia menyuruh mereka tetap di sana, "bebas bagi semua penemu, burung,
hewan, Peri maupun Manusia, dan semua makhluk ramah"; dengan demikian,
sihir gundukan itu akan patah dan tercerai-berai, dan tidak akan ada lagi Wight
yang kembali ke situ. Untuk dirinya sendiri ia memilih sebuah bros bertatahkan
permata biru, bernuansa banyak seperti bunga flax atau sayap kupu-kupu biru. Ia memandangnya lama sekali, seolah tergetar oleh ingatan lama, menggelengkan
kepala, dan akhirnya berkata,
"Ini mainan bagus
untuk Tom dan istrinya! Cantik sekali dia yang dulu memakai ini di pundaknya.
Sekarang Goldberry akan memakainya, dan kami tidak akan melupakannya!"
Untuk masing-masing hobbit,
ia memilih sebilah belati panjang, berbentuk daun dan tajam, buatannya halus,
berhiaskan pola-pola ular berwarna merah dan emas. Pisau-pisau itu berkilauan
saat Tom mengeluarkannya dari sarung hitam mereka, yang ditempa dari semacam
logam asing ringan dan kuat, bertatahkan banyak batu permata yang menyala bagai
api. Entah karena pengaruh baik dari sarung-sarung itu, atau karena sihir yang
mempengaruhi gundukan tanah itu, mata pisau-pisau tersebut seolah tak tersentuh
waktu, tidak karatan, tajam, dan berkilauan dalam sinar matahari.
"Pisau-pisau tua
cukup panjang sebagai pedang untuk makhluk hobbit," kata Tom. "Pisau
tajam baik dipunyai kalau makhluk-makhluk Shire berjalan ke timur, selatan,
atau jauh ke tempat gelap dan berbahaya." Lalu ia bercerita pada mereka
bahwa pisau-pisau itu ditempa bertahun-tahun yang lalu oleh Orang-Orang
Westernesse: mereka musuh Penguasa Kegelapan, tapi mereka dikalahkan oleh Raja
Carn Dum yang jahat di Negeri Angmar.
"Hanya sedikit yang
ingat pada mereka sekarang," gumam Tom, "tapi masih ada yang pergi
mengembara, putra-putra raja yang terlupakan, berjalan kesepian, menjaga
orang-orang yang tak acuh dan hal-hal yang jahat."
Para hobbit tidak,
mengerti kata-kata Tom, tapi ketika ia berbicara, mereka mendapat penglihatan
tentang tahun-tahun lama berselang, seperti sebuah dataran luas remang-remang,
di mana berjalan segala macam bentuk Manusia, tinggi dan muram, dengan pedang
mengilat, dan yang terakhir datang memiliki satu bintang di dahinya. Lalu
penglihatan itu memudar, dan mereka kembali berada di dunia cerah bermandikan
cahaya matahari. Sudah waktunya berangkat lagi. Mereka bersiap-siap, mengepak
ransel, dan menaikkan muatan ke atas kuda-kuda. Dengan perasaan canggung,
mereka menggantungkan senjata mereka yang baru pada ikat pinggang kulit di
bawah jaket, sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah senjata itu akan pernah
dimanfaatkan. Sebelum itu, tak pernah terbayang oleh mereka bahwa bertempur
akan menjadi salah satu petualangan yang bakal menghadang mereka dalam pelarian.
Akhirnya mereka berangkat. Mereka menuntun kuda-kuda menuruni bukit; lalu,
sambil menunggang kuda, mereka menderap cepat sepanjang lembah. Mereka menoleh
dan melihat puncak gundukan lama di atas bukit, dari sana cahaya matahari yang
menyinari emas naik seperti nyala api kuning. Lalu mereka membelakangi Downs,
dan daerah itu tersembunyi dari pandangan.
Meski Frodo melihat
sekeliling ke semua sisi, tidak kelihatan batu-batu besar berdiri seperti
gerbang. Tak lama kemudian, mereka sampai di celah utara dan dengan cepat
melaju melewatinya, tanah terhampar luas di depan. Perjalanan itu riang sekali,
dengan Tom Bombadil berlari gembira di samping atau di depan mereka,
menunggangi Fatty Lumpkin yang bisa bergerak jauh lebih cepat daripada yang
tampak dari ukuran badannya. Tom lebih banyak bernyanyi, kebanyakan tanpa
makna, atau mungkin bahasanya bahasa asing yang tidak dikenal para hobbit,
bahasa kuno yang kata-katanya terutama tentang keajaiban dan kegembiraan.
Mereka melaju dengan
teratur, tapi segera menyadari bahwa Jalan Timur yang mereka cari ternyata
lebih jauh daripada yang mereka bayangkan. Bahkan tanpa kabut pun, acara tidur
siang pasti menghalangi mereka untuk mencapainya sebelum malam pada hari
sebelum- nya. Garis gelap yang mereka lihat bukan barisan pohon, tapi barisan
semak belukar yang tumbuh di tepi tanggul dalam, dengan tembok curam di sisi
sebelah sana. Kata Tom, dulu tanggul itu pernah menjadi perbatasan sebuah
kerajaan, tapi itu sudah sangat lama berselang. Ia rupanya ingat sesuatu yang sedih tentang tanggul itu, dan tidak mau bicara
banyak.
Mereka mendaki turun dan
keluar dari tanggul, melewati celah di tembok, lalu Tom belok ke utara, karena
selama itu mereka berjalan agak ke barat. Sekarang tanah terbuka dan cukup
datar. Mereka mempercepat langkah, tapi matahari sudah terbenam rendah ketika
akhirnya mereka melihat barisan pohon tinggi di depan. Tahulah mereka bahwa
mereka sudah sampai kembali ke Jalan Timur, setelah beberapa petualangan tak
terduga. Mereka memacu kuda melewati sekitar dua ratus meter terakhir, lalu
berhenti di bawah bayangan panjang pepohonan. Mereka berada di atas puncak
tebing menurun, dan
Jalan Timur yang sekarang
kelihatan samar-samar saat senja, berkelok-kelok di bawah mereka. Pada titik itu
ia menjulur hampir dari Barat-daya sampai ke Timur-laut, dan di sebelah kanan
ia segera jatuh ke dalam cekungan lebar. Ada jejak roda dan banyak tanda bekas
hujan deras yang baru saja berlalu; ada genangan-genangan dan lubang-lubang
penuh air.
Mereka melaju menuruni
tebing, melihat ke atas dan ke bawah. Tak kelihatan apa pun. "Nah,
akhirnya kita kembali ke jalan ini!" kata Frodo. "Kurasa kita hanya
kehilangan dua hari dengan memotong jalan lewat Forest! Mungkin saja
keterlambatan itu terbukti berguna kelak-mungkin itu membuat mereka kehilangan
jejak kita."
Yang lainnya memandang
Frodo. Bayangan ketakutan terhadap Penunggang Hitam mendadak menyerbu kembali.
Sejak memasuki Forest, mereka hanya memikirkan bagaimana kembali ke Jalan
Timur; baru sekarang, ketika jalan itu sudah mereka tapaki, mereka ingat bahaya
yang mengejar, dan sangat mungkin menunggu mereka di Jalan itu sendiri. Dengan
cemas mereka menoleh ke arah matahari terbenam, tetapi Jalan itu cokelat dan
kosong.
"Apakah menurutmu
kita akan dikejar malam ini?" tanya Pippin ragu-ragu.
"Tidak, kuharap
tidak," jawab Tom Bombadil, "besok pun mungkin tidak Tapi jangan
percaya pada dugaanku, karena aku tidak yakin. Di sebelah timur, pengetahuanku
tidak cukup. Tom bukan penguasa para Penunggang dari Negeri Hitam yang jauh di
luar negerinya."
Bagaimanapun, para hobbit
sangat berharap Tom ikut bersama mereka. Mereka merasa bila ada yang bisa
menghadapi Penunggang Hitam, maka Tom-lah orangnya. Tak lama lagi mereka akan
masuk ke negeri-negeri yang sama sekali asing bagi mereka, yang hanya mereka
ketahui dari legenda-legenda paling samar dan jauh yang mereka dengar di Shire.
Dalam senja yang mulai turun, mereka merasa rindu kepada rumah. .Perasaan
kesepian dan kehilangan yang mendalam menyelimuti mereka. Mereka berdiri diam,
enggan berpamitan untuk terakhir kali. Setelah lama, baru mereka menyadari
bahwa Tom sedang mengucapkan selamat jalan, dan meminta agar mereka bersemangat
dan terus melaju sampai gelap, tanpa berhenti.
"Tom akan memberi
kalian nasihat bijak, sampai hari ini berakhiri (setelah itu, kalian mesti
mengandalkan keberuntungan kalian sendiri) empat mil melewati Jalan Timur ini,
kalian akan sampai ke desa Bree di bawah Bree-hill, dengan pintu-pintu
menghadap ke barat. Di sana kalian akan menemukan penginapan tua bernama Kuda
Menari. Pemiliknva adalah Barliman Butterbur yang terhormat. Di sana kalian
bisa menginap, dan pagi harinya kalian bisa bergegas. Beranilah, tapi
hati-hati! Pertahankan kegembiraan, dan melajulah menyambut keberuntungan
kalian!"
Mereka memohon agar Tom
mau ikut, setidaknya sejauh penginapan itu dan minum sekali lagi dengan mereka;
tapi ia tertawa dan menolak, sambil berkata,
Negeri Tom berakhir di sini: ia takkan melewati perbatasan.
Tom punya rumah untuk diurus, don Goldberry menunggu!
Lalu ia berbalik,
melemparkan topinya ke atas, melompat ke atas punggung Lumpkin, dan melaju
menaiki tebing, menghilang dalam keremangan senja sambil bernyanyi.
Para hobbit naik ke atas
puncak tebing, memperhatikan Tom sampai ia hilang dari pandangan.
"Aku menyesal harus
berpisah dengan Mr. Bombadil," kata Sam. "Dia sangat bisa diandalkan.
Kalaupun kita pergi lebih jauh, kurasa kita tidak bakal menjumpai sesuatu yang
lebih baik atau lebih aneh. Tapi kuakui, aku akan senang menemukan penginapan Kuda
Menari yang dibicarakannya itu. Kuharap mirip Naga Hijau di rumah! Seperti apa
orang-orang di Bree?"
"Ada juga hobbit di
Bree," kata Merry, "dan juga Makhluk-Makhluk Besar. Kupikir akan
seperti di rumah juga. Bagaimanapun, penginapan itu bagus dalam segala hal.
Orang-orangku sesekali pergi ke sana."
"Mungkin penginapan
itu sesuai dengan harapan kita," kata Frodo, "tapi bagaimanapun dia
ada di luar Shire. Jangan terlalu merasa kerasan di sana! Ingatlah-kalian
semua-bahwa nama Baggins TIDAK boleh disebut. Aku adalah Mr. Underhill, kalau
ada nama yang harus disebut."
Mereka menaiki kuda dan
melaju diam-diam ke dalam senja. Kegelapan segera turun, saat mereka berjalan
perlahan menuruni bukit dan naik lagi, sampai akhirnya mereka melihat
lampu-lampu berkelip tak seberapa jauh di depan.
Di depan mereka berdiri
Bree-hill menghalangi jalan, suatu bongkahan gelap di depan bintang-bintang
samar-samar; dan di bawah sisi sebelah barat bersandar sebuah desa besar.
Mereka berjalan bergegas menuju desa itu, dengan harapan akan menemukan api,
dan pintu untuk membatasi mereka dengan malam.
0 komentar:
:ilovekaskus :iloveindonesia :kiss :maho
:najis :nosara :marah :berduka
:malu: :ngakak :repost: :repost2:
:sup2: :cendolbig :batabig :recsel
:takut :ngacir2: :shakehand2: :bingung
:cekpm :cd :hammer :peluk
:toast :hoax: :cystg :dp
:selamat :thumbup :2thumbup :angel
:matabelo :mewek: :request :babyboy:
:babyboy1: :babymaho :babyboy2: :babygirl
:sorry :kr: :travel :nohope
:kimpoi :ngacir: :ultah :salahkamar
:rate5 :cool :bola
by Pakto
:mewek2: :rate-5 :supermaho :4L4Y
:hoax2: :nyimak :hotrit :sungkem
:cektkp :hope :Pertamax :thxmomod
:laper :siul :2malu: :ngintip
:hny :cendolnya
by misterdarvus
:maintenis: :maintenis2: :soccer :devil
:kr2: :sunny
Posting Komentar